End : Last Letter

72 4 0
                                    

"Mood lo gampang banget anjlok, ya?"

Zayn merangkul bahu Nayla yang berjalan di sebelahnya. Baru juga kemarin malam mereka menghabiskan waktu dengan karaokean di mall sambil ketawa-ketiwi. Eh, pagi ini muka Nayla asem banget. Sunyi, nggak kayak Nayla yang biasa kebanyakan ngomong.

Ini salah Jaynudin.

Pagi buta begini, tu anak udah nongol di depan gerbang. Mencegat Nayla yang baru turun dari halte bus. Membuat pagi Nayla jadi bad vibes.

Lagi-lagi, Jay nanyain keadaan Mimi.

Jangankan Jay, Mimi bahkan nggak ngehubungin Nayla sama sekali. Nggak telepon, atau minimal kirim pesan. Nayla juga ragu buat ngehubungin tu anak. Takut ganggu.

Sebenarnya bukan pertanyaan Jay yang bikin Nayla sebal. Cuma mukanya aja yang selalu mengingatkan Nayla akan betapa nakalnya seorang Jay. Selama ini, Nayla masa bodoh sama apa pun yang Jay cs lakuin. Tapi, dengan menjadi saksi atas perbuatan nggak senonoh di gudang itu, mana mungkin Nayla bisa mengabaikannya?

Mustahil.

"Belum sarapan?"

Nayla menyingkirkan tangan Zayn. Gantian dia yang jinjit, menaruh tangannya ke bahu Zayn. Memaksa cowoknya itu buat nunduk agar Nayla bisa melimpahkan separuh beban tubuhnya. "Udah, tapi, masih lemes."

"Mau ke kantin dulu?"

"Enggak, ah, kebanyakan makan juga nggak baik buat kesehatan."

Zayn mesem. Membenarkan posisi tangan Nayla. Meski dia harus jalan sambil nunduk, Zayn tetap membantu memapah tubuh Nayla yang nggak berat-berat amat itu. "Beli camilan kalau gitu."

"Nanti jam istirahat aja. Sekarang masih kenyang banget. Bye the way, lo minum Hilo berapa kali tiap hari? Lo tambah tinggi." Nayla merhatiin Zayn yang hari ini rasanya tinggi banget. Entah karena sol sepatu barunya, atau emang tubuhnya yang makin tumbuh ke atas.

"Enggak, perasaan lo aja kali."

"Serius, perasaan tadi malem nggak setinggi ini."

Zayn pengin nepuk jidat. "Masa nambah tinggi dalam semalam doang?"

"Kali aja tadi malem lo minum Hilo segalon."

"Lo kira gue kuat minum susu segalon?"

"Elo bisa minum wiski dua botol. Masa minum susu segalon nggak bisa?"

Hadeh, ini cewek emang kudu dikasih pemahaman. "Menurut lo satu galon itu berapa botol?"

Nayla mengedikkan sebelah bahu acuh. "Susu segalon nggak bisa bikin mabuk, 'kan?"

"Iya, nggak bisa bikin mabok. Bikin subur, puas?"

Ada-ada aja kelakuan cewek kalau lagi bad mood.

.
.
.

***
.
.
.

Mimi berdiri di depan gerbang. Menatap sekolahnya untuk yang terakhir kali. Orang-orang sering bilang kalau masa SMA adalah masa paling berkesan. Mimi merasakannya. Meski dia nggak punya banyak kenangan dengan teman dekat, tapi, dia merasa begitu akrab dengan teman seangkatannya di sekolah ini.

Setelah mengurus berkas perpindahan, Mimi memutuskan untuk keluar ruang guru lebih dulu, menunggu Mas Dirga sambil menelusuri koridor-koridor sekolah. Mengingat kenangan yang terlukis di pojok-pojok gedung ini.

Mimi mengeluarkan ponsel. Mengirim pesan pada seseorang. Jam istirahat kedua akan tiba sebentar lagi. Dia ingin bertemu dengan temannya sebelum Mimi benar-benar pergi.

Hi, Amberlyyn! (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang