21 Not Special

63 7 0
                                    

Entah ada apa gerangan dengan Nayla hari ini. Sikapnya berubah-ubah dalam sesaat. Tadi pagi, dia curiga sama Zayn. Terus, ketakutan, marah-marah, sok melodrama. Kemudian, bersikap kayak gadis dewasa yang bijaksana.

Caranya natap, cara bicaranya, dan apa yang Nayla bilang tadi? Untung cakep? Ya ampun, Zayn nggak tahan. Badannya serasa mendidih. Ini keterlaluan. Nayla nggak bisa mempermainkan perasaan Zayn seperti ini terus.

"Baru sadar kalau gue ganteng?" Zayn menangkap tangan Nayla tanpa mengalihkan perhatian dari jalanan. Menjalinkan jemarinya ke jemari Nayla. "Mulai suka sama gue?"

Zayn melirik Nayla sekilas waktu tangannya jatuh ke atas lutut, dengan tangan Nayla yang masih dia genggam. Ada semacam sengatan yang membuat Nayla seketika terdiam.

Demi mempertahankan harga diri, Nayla menganggap enteng kepercayaan diri Zayn, dia berdeham. "Sekarang, belum." Nggak tahu kalau nanti.

"Gue janji lo bakal jatuh cinta sama Zayn Adams." Zayn memperhatikan Nayla. Mengangkat tangannya perlahan, dan memberikan kecupan singkat pada punggung tangan Nayla. Membuat gadis itu kembali mendapat setruman. "Secepatnya," lanjutnya.

Kalau Nayla bisa menggambarkan diri Zayn saat ini, dalam bentuk lain, Zayn itu kayak es teh. Dingin, manis, agak sepet juga, tapi, seger banget. Bikin mata jadi melek, dan badan seger.

Nayla jadi nggak bisa berpikir jernih, deh.

Karena kalah saing, Nayla diem bae. Beneran nggak bisa berkata-kata lagi.

Sekakmat.

.
.
.

***
.
.
.

Dalam benaknya, malam ini Bhas bakalan tidur tenang di kasurnya yang empuk, nyaman, dan hangat, sendirian. Tapi, itu cuma jadi angan-angan. Karena kamarnya sekarang penuh. Mizun duduk kursi depan meja belajar, Bobi senderan depan lemari, Naufal sama Jay rebahan di kasur. Bhas sampai bingung mau duduk di mana?

"Kalian nggak punya kerjaan lain? Nggak pengin nongkrong di kafe?" asli, matanya udah berat banget. Tapi, saat kasurnya dipenuhi dua tuyul jompo, mana mungkin Bhas bisa tidur.

"Bosen, ah. Mending di sini. Adem." Mizun menyahut sambil mainin globe di atas meja belajar Bhas.

"Rumah lo nyaman banget. Gue jadi ngantuk." Jay menaikkan kedua tangannya untuk menopang kepala. Kemudian, memejamkan mata. "Nginep sini sabi kali."

Sabi pala lu! Yang ada, Bhas bakal tersiksa sepanjang malam. "Sorry, tapi, gue nggak punya kamar buat kalian semua. Mending kalian pulang, deh. Nggak kasihan sama gue?"

Nggak memedulikan ucapan Bhas, Naufal menguap keras-keras. Ikut merentangkan tangan ke belakang kepala. "Kasur ini cukup buat ditempati dua orang. Yang lain cari tempat sendiri."

"Ruang depan asyik kali. Deket dapur. Kulkas juga penuh," sahut Mizun, yang langsung dibalas anggukan sama Bobi.

Emang bener, dah, punya temen gini amat. Nggak ada akhlak! Andai nggak lagi sakit, bakal Bhas dorong empat manusia itu keluar sekarang juga. Bhas menggeram. Lalu, keluar kamar. Duduk di ruang depan. Di sana ada mamanya sama Nayla yang lagi nonton televisi sambil nyemilin kacang.

"Katanya mau tidur." Mamanya Bhas mengerling ke arah Nayla. Menyeringai karena tahu apa yang mereka bicarakan tadi jadi kenyataan. Teman-teman Bhas yang sikapnya sebelas dua belas belas kayak anak tk nggak mungkin ngebiarin Bhas tidur tenang.

Bhas menjatuhkan diri ke sofa sebelah Nayla. "Nggak bakalan bisa tidur kayaknya. Noh, tuyul-tuyul Mama pada nggak pengin pulang."

"Mau nginep?" tanya Nayla.

Hi, Amberlyyn! (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang