Baru kali ini Mimi berdiri sedekat ini sama cowok. Mimi bisa merasakan embusan napas Jay yang kesusu. Aneh, Mimi rasanya juga bisa mendengar detak jantung Jay. Atau ini suara detak jantungnya sendiri?
Entah sejak kapan, Jay mulai ngekorin Mimi ke mana-mana. Awalnya Mimi nggak ngerasa, sampai akhirnya, Jay makin nunjukin eksistensinya dengan bertingkah peduli dan perhatian. Hal itu nggak pernah menganggu Mimi sama sekali. Sampai suatu saat, semua orang di sekelilingnya mulai mengatakan kalau Jay suka sama Mimi. Bahkan, seluruh penghuni sekolah ini kayaknya juga tahu hal itu. Mimi jadi malu. Enggan juga.
Mimi itu anak rumahan yang kalem, dulu waktu tinggal di Jogja, dia jarang banget keluar rumah. Bahkan, sekarang saat dia tinggal sama keluarga pamannya, Mimi nggak bakal keluar rumah kalau nggak ada kepentingan yang beneran harus dihadiri. Pacaran dan sejenisnya emang nggak pernah mendarat di kepala Mimi.
Hidup Mimi dipenuhi dengan tetek bengek dunia pendidikan dan petuah-petuah abahnya supaya jaga diri dan jangan bergaul sama sembarang orang. Jangan sampai salah pergaulan.
Menurut Mimi, dekat dengan Jay bakal membuat hal yang nggak diinginkan abahnya menjadi kenyataan. Jadi, selama ini, Mimi berusaha cuek bebek sama kehadiran Jay.
Tapi, akhir-akhir ini, Mimi jadi nggak bisa ngejauhin Jay. Karena tu cowok makin berani ngedeketin dia.
"Ada yang mau gue omongin." Perhatian Jay terfokus ke Mimi. Napasnya udah mulai teratur.
Ditatap sedekat ini, Mimi jadi salah tingkah. Sosok Jay kayak raksasa bagi dirinya yang mungil. Mana mungkin Mimi nggak merasa terintimidasi.
Apalagi, Jay ini kagak pernah lepas dari masalah.
Ada tawuran antar pelajar yang nggak lama ini kejadian di dekat perlintasan kereta. Jay digadang-gadang jadi salah satu dari mereka. Yang tawuran itu gengnya Jay sama geng sekolah lain. Bukan cuma anak SMA, tapi, para remaja yang lagi nongkrong di sekitar sana juga ikutan. Alhasil, warga kena imbasnya. Sampai akhirnya, polisi turun tangan.
Entah bagaimana Jay sama kacungnya bisa melarikan diri. Yang pasti, ada beberapa pelajar yang ditangkap dan dihukum.
Mimi takut. Orang kayak Jay emang nyeremin banget.
"Gue ..." Jay harus menghela napas. "Gue suka ..."
Mimi ngebungkam mulut Jay. Mau gimana lagi, dia juga nggak ngerti harus bertindak seperti apa dalam situasi kayak gini.
Tatapan mata Jay bikin Mimi ngeri sekaligus pengin meleleh.
Karena Mimi nggak juga mengatakan apa pun, Jay menggamit tangan Mimi dan menurunkannya. "Kenapa?"
"Itu." Mimi mengerjap. Menunduk, menghindari tatapan Jay. Dia harus kabur sekarang. Atau dia nggak bakal bisa pergi sama sekali nanti. "Aku ..."
"Lo kenapa?" Jay pengin megangin bahu Mimi terus ngeguncang badannya biar ni cewek ngeluarin semua unek-uneknya. Emang susah banget, dah, ngomong sama orang introvert.
"Aku kebelet pipis."
Mimi ngedorong badan Jay terus ngacir turun tangga.
Seriously?
Setelah semua yang Jay lakukan. Mimi meninggalkannya dengan alasan kebelet pipis? Jay nggak habis thinking. Ini dirinya ditolak, bukan? Atau Mimi emang beneran kebelet sampai harus pergi sekarang banget?
Padahal, Jay udah nyiapin segalanya buat Mimi. Soal uang dan segala macam, nggak ada masalah. Tapi, bagaimana dengan effort-nya? Bagaimana dengan perjuangan Jay dan teman-temannya?
"Pfft." Mizun sama yang lain, yang lagi ngintip dari atas tangga, menahan tawa ngelihat Jay ditinggal sendirian. Kondisi Jay sekarang emang lagi nggak enak. Nggak seharusnya diketawain. Justru, mereka harusnya bersimpati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Amberlyyn! (✓)
RomansaGimana rasanya dicintai sama makhluk ajaib? Ketua OSIS yang songong dan kejam kayak psikopat. Ketua geng motor yang kalau gabut kerjaannya gibahin orang. Mana yang akan kamu pilih? _______ Jul 2023, IshtarWinter