Pagi buta saat Nayla baru bangun tidur, rumahnya kedatangan tamu spesial. Saking spesialnya, Nayla sampai hampir jantungan. Gimana enggak, Zayn sudah duduk manis di sofa ruang depan, sementara Nayla baru turun tangga. Masih menggunakan piyama. Belum sisiran juga.
"Pagi bener. Mau nyaingin Pak Usup?" tanya Nayla, menghampiri Zayn.
"Mau ngecek proposal yang semalem gue bilang. Lagian, lo lihat jam nggak, sih?" Zayn mendecak miris. Nayla pasti ngira ini masih pukul lima pagi.
Dahi Nayla mengerut. Menguatkan dugaan Zayn. Emang dasar langganan seksi kedisiplinan, mah, gitu.
"Emang jam berapa?" Nayla bertanya bego.
"Hampir jam tujuh." Mama Nayla nyahut dari dapur. "Zayn aja udah ikut sarapan tadi, sama Mama sama Papa. Kamu kalau tidur kayak beruang lagi hibernasi. Susah banget dibangunin."
Ya elah, harus banget, ya, ngomongnya di depan Zayn?
"Terus, Papa mana?"
"Udah ke kantorlah. Kamu berangkat sama Zayn aja. Dia bawa motor."
Nayla juga tahu kalau Zayn bawa motor. Masalahnya bukan itu. Masa Nayla harus nebeng Zayn lagi. Nayla menatap Zayn yang duduk anteng sembari menonton televisi. "Gue mandi dulu."
"Oke," balas Zayn.
Gitu doang? "Arsipnya nggak jadi diperiksa?"
Zayn diam sebentar. "Nanti aja, biar lo bisa cepet dikit siap-siapnya."
Hubungannya apa, dah? Zayn ini otaknya agak kurang kali, ya. Sok-sokan aja pinter. Sampai selalu dapat peringkat satu setiap ujian.
"Ya udah, gue siap-siap secepat kilat."
Tanpa mendengar balasan dari Zayn, Nayla sudah ngacir naik tangga dan menghilang di balik pintu kamarnya.
Sekitar dua puluh menit kemudian, Nayla kembali dengan seragam telah menempel pas di badan. Tas dicangklong asal, dasi menggantung di leher. Nayla bersalaman dengan mamanya sebelum keluar dengan Zayn.
Makhluk yang nempelin Zayn belum pergi. Zayn kembali memperbolehkan motor kesayangannya diduduki manusia lain.
Meskipun di sekolah, seperti biasa, Zayn bertingkah sok nggak kenal. Kayak artis tersohor yang songongnya minta dikubur hidup-hidup. Untung Nayla nggak sekelas sama Zayn. Coba kalau mereka satu kelas. Harus ketemu tiap jam, tiap detik. Apalagi mereka juga harus sering papasan waktu rapat OSIS.
Nggak kebayang eneknya gimana.
Kadang, Nayla pengin mengundurkan diri dari posisi sekretaris. Dia capek nulis-nulis. Kadang, gantiin Zayn jadi juru bicara. Nggak jarang, gantiin Inggie mikirin dana.
Kehidupan sekolah Nayla ketutup sama tugasnya di OSIS.
Tapi, di sisi lain, Nayla juga suka ikut organisasi beginian. Biar punya banyak kenalan. Setidaknya, biar radarnya di sekolah ini disadari banyak oranglah.
"Eh, lo pulang bareng Zayn, ya, kemarin?" Rini, bagian komunikasi OSIS, yang tampangnya mirip-mirip jablay pinggir jalan, kulit putih bedakan, bibir gincu merah darah, pipi merona kayak habis ditampar orang, dan alis tebal kayak ulat keket, duduk di sebelah Nayla. "Tadi pagi juga, gue liat lo berangkat sama dia."
Inggie, selaku admin penggemar fanatik Zayn, langsung mempertajam indera pendengaran.
"Ho'oh," jawab Nayla malas.
Rini mencondongkan badan. "Ada hubungan apa lo sama Zayn?" nah, 'kan, ujung-ujungnya pasti begini.
"Calon istrinya, gue."
![](https://img.wattpad.com/cover/347921752-288-k590955.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Amberlyyn! (✓)
RomanceGimana rasanya dicintai sama makhluk ajaib? Ketua OSIS yang songong dan kejam kayak psikopat. Ketua geng motor yang kalau gabut kerjaannya gibahin orang. Mana yang akan kamu pilih? _______ Jul 2023, IshtarWinter