"Pulang sendiri nggak papa?" Dirga berdiri, bersandar ke dinding sebelah pintu. Melihat Mimi yang lagi mengemas barang, memasukkannya ke dalam tas.Karena Dirga berencana nginap di Jogja sehari lagi, Mimi jadi harus balik Bandung sendirian. Masnya itu mau ngecek ruko lain lagi besok. Katanya, sih, mau buka bisnis warnet di mana-mana, biar cuannya ngalir terus.
Mimi sebenarnya agak heran, setahunya, manusia-manusia zaman sekarang pada nggak suka main ke warnet. Ponsel dan laptop sudah menjadi barang penting yang wajib dimiliki setiap orang. Tapi, Mas Dirga bilang kalau ada aja bocah-bocah kecil yang mau menyatroni warnet demi bisa main game sepuasnya. Demi bisa berkumpul dengan teman-teman.
Mas Epan yang ngasih tahu Mas Dirga. Karena itu, Mas Dirga mau coba peruntungannya di bidang perwarnetan. Emang nggak ada yang tahu gimana nasib seseorang. Mas Dirga optimis bisnisnya akan lancar. Karena tempatnya juga strategis dan yang paling penting, bisa dinego.
"Iya, aku sering pulang sendiri, kok. Kemarin dianterin Abah juga karena Abah lagi ada keperluan," ujar Mimi. "Yang penting ..." Mimi menengadahkan tangan. "Oleh-oleh buat Bude. Mas Dirga lupa belanja buat Bude sama Pakde kemarin waktu ke mall. Masa sekarang Mimi pulang dengan tangan kosong? Mas Dirga nggak rikuh?"
Ke mall emang sengaja belanja buat keluarga di Jogja doang. Tapi, Dirga udah beliin batagor buat Bude sama Pakde, kok. Cuma, kalau yang lain dibeliin barang yang bisa dipakai atau disimpan buat pajangan, masa Bude sama Pakde cuma dibeliin makanan?
"Besok aja kalau Mas ke Bandung lagi. Tak beliin baju batik khas Jogja, dari pengrajinnya langsung."
"Beneran?" malah Mimi yang bersemangat. "Kalau gitu aku juga mau."
Dirga berbalik. Sembari meninggalkan kamar adiknya, dia berkata, "Iya, nanti tak beliin."
"Beneran?" tanya Mimi, mengikuti masnya yang lagi jalan ke luar joglo.
"Iya," jawab Dirga malas.
Mimi tersenyum lebar. Lumayan dapat kain batik gratis. Langsung dari pengrajinnya pula.
.
.
.***
.
.
.Apartemen Zayn yang bergaya industralis dengan dominasi warna cokelat gelap ini memang selalu remang-remang. Membuat Nayla merasa lagi masuk ke dunia lain saat mengunjungi tempat ini di malam hari.
Kakinya menginjak lantai marmer yang dingin. Mengikuti langkah Zayn. Tapi, cowok itu malah menuju ke kamar, Nayla jadi berhenti di ruang depan.
Zayn masih marah? Kenapa? Nayla masih belum mengerti apa kesalahannya.
Tapi, biarin, deh. Lagian tu anak bukannya ngejelasin malah jadi diam banget dari tadi. Emang paling susah dimengerti.
Nayla meletakkan tasnya di sofa. Mengelus Tommy yang lagi istirahat di lantai, pasti panas banget badannya seharian jalan-jalan.
Gadis itu kemudian pergi ke dapur. Menginspeksi isi kulkas Zayn. Mencuri-curi pandang pada seluruh kabinet yang ada. Masih komplit. Semua ada. Nayla lagi pengin makan steik.
Nayla nggak yakin siapa yang suka ke sini bersih-bersih dan ngisi kulkas segala macam. Yang pasti, orangnya bukan Zayn, karena tu cowok sibuk banget setiap harinya.
Mungkin, Zayn nyewa orang.
Pintu kamar Zayn terbuka saat Nayla baru aja memasukkan daging ke dalam teflon. Cowok itu berjalan menuju dapur waktu merasakan semerbak aroma daging panggang. Nayla ada di depan counter, apron terpasang di badannya. Di sebelahnya, ada irisan berbagai macam sayuran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Amberlyyn! (✓)
RomanceGimana rasanya dicintai sama makhluk ajaib? Ketua OSIS yang songong dan kejam kayak psikopat. Ketua geng motor yang kalau gabut kerjaannya gibahin orang. Mana yang akan kamu pilih? _______ Jul 2023, IshtarWinter