Keping 9 : Nasib Oh Nasib

29 3 0
                                    

Di atas meja panjang sudah tersedia berbagai macam olahan makanan. Ada nasi kuning berbentuk tumpeng. Disajikan di atas tampir yang dialasi daun pisang. Lauk-pauk disajikan bersamaan mengelilingi nasi. Ada ayam goreng serundeng, orek tempe, perkedel kentang, telur balado, bihun goreng, urap, juga sambal teri.

Nayla langsung menjelma menjadi emak bagi keenam cowok yang udah duduk manis mengitari meja makan. Mengambilkan semua orang makanan, dibantu teteh pengurus villa yang salah satunya adalah teteh yang kemarin Jay cs bicarakan.

Mizun mengedikkan mata ke arah temen-temennya. Mereka menatap teteh cantik itu sampai doi jadi malu. Wajahnya yang putih, bersih, mulus, berubah jadi memerah.

"Udah lama kerja di sini, Teh?" tanya Mizun.

"Lumayan, sekitar dua tahun," jawab teteh cantik itu, sambil menunduk.

"Oh, lama, dong." Mizun terkekeh. Namun, langsung mengaduh waktu kakinya yang berada di bawah meja, ditendang sama seseorang.

Bobi mengode Mizun dengan gerakan mata. Yang langsung dimengerti oleh otak cerdas Mizun.

"Masih jomblo, ya, Teh?"

Teteh cantik terkejut. "I-iya?"

"Boleh minta nomornya, nggak? Kali aja mau nyewa villa atau hotel lagi setelah ini." Mizun bersiap ngeluarin ponselnya.

"Mau nyari tempat sewa apa pengin modus?" tanya Nayla. Membocorkan niat busuk Mizun.

"Lo nggak usah ikut-ikutan. Masih bocil." Mizun mengempaskan tangannya ke arah Nayla.

"Apa lo bilang?" Nayla baru aja mau ngelempar Mizun pakai ujung tumpeng. Tapi, Zayn keburu mencegahnya. Zayn megang tangan Nayla sambil menggelengkan kepala.

Mizun menjulurkan lidah. Membuat Nayla makin geram. Tapi, lagi dan lagi, Zayn si manusia yang paling nggak suka sama keributan, tidak membiarkan Nayla untuk memulai perang.

"Jadi, nomor Teteh?" Mizun bersiap mengetik.

"Saya emang nggak punya pacar. Tapi, punya suami." Teteh itu segera pergi bersama pengurus villa yang lain. Meninggalkan Mizun yang berdiri termenung kayak unta kehilangan punuk.

Semua manusia di ruangan itu kontan terbahak.

"Makan, tuh, nomor HP." Bobi menepuk layar ponselnya Mizun.

"Kiw kiw cukurukuk ... mau modus, tapi, nggak direstuin semesta." Bhas nahan tawa sambil lirik-lirikan sama Bobi-Naufal.

"Makanya, kalau mau modus lihat-lihat dulu orangnya. Lihat jarinya udah bercincin kawin apa belum. Jangan sembarang cewek bening lo embat." Jay yang bicara.

Naufal menarik tangan Mizun. Biar kolor ijo tukang modus itu duduk.

Semua orang udah dapat piring masing-masing. Dengan porsi makanan yang sama. Mereka pun mulai makan, mengabaikan Mizun yang lagi nahan malu sampai pengin berak di celana.

.
.
.

***
.
.
.

Pagi ini, umi ngajak Mimi mengunjungi rumah makan yang baru dirintisnya tiga bulan lalu. Sebenarnya, umi emang pengin punya usaha kecil-kecilan sejak lama, biar nggak nganggur di rumah. Tapi, nggak dibolehin sama abah.

Kali ini, abah mengabulkan keinginan umi semata-mata karena jenuh dengerin omelan umi yang nggak ada habis. Juga bujukan Mbah Ti, yang pasti sudah dikompori sama umi.

Abah menyewa gedung lantai dasar untuk mendirikan bisnis rumah makan yang menjual gudeg sebagai menu utama. Tempat yang dipilih abah cukup strategis. Di Jalan Malioboro, tidak jauh dari tugu Jogja. Tempat yang selalu ramai oleh pejalan kaki, dengan lalu-lintas yang padat, membuat rumah makan Gudeng Umi Hadi disatroni banyak pengunjung.

Hi, Amberlyyn! (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang