13 Red Flag

69 8 0
                                    

Sepanjang kelas, Nayla jadi nggak fokus. Masih mikirin apa yang dilakukan Zayn tadi. Kenapa Zayn jadi semarah itu? Apa Nayla berbuat salah? Kayaknya enggak. Tadi di lapangan juga mereka baik-baik aja.

Nayla pusing. Mencoba memahami seorang Zayn itu serumit mengingat rumus matematika.

Zayn nggak mungkin marah cuma gara-gara Nayla lupa kalau ada rapat OSIS, 'kan? Masa iya, cuma karena masalah gitu doang sampai marah? Tapi, ada benarnya juga, sih, soalnya posisi Nayla lumayan penting di organisasi.

Lagian, Jay, sih. Masa dia juga lupa. Jadi, kena marah, 'kan.

Ketika bel pulang berbunyi dan siswa-siswi mulai meninggalkan gedung sekolah, Zayn duduk di motornya yang masih anteng di depan gerbang. Saat Nayla lewat, Zayn menghentikannya.

"Pulang sama gue, La." Zayn menyerahkan helm pada Nayla tanpa turun dari motor.

"Lo nggak papa harus nganter ke rumah gue dulu. Apartemen lo berbalik arah sama rumah gue."

"Nggak papa, ada yang mau gue omongin juga."

Karena nggak punya alasan buat nolak, Nayla akhirnya naik ke motor Zayn. Nayla nggak tahu apa yang membuat suasana di antara keduanya jadi awkward begini. Tapi, Zayn kayaknya nggak peduli. Atau emang cuma Nayla aja yang ngerasa canggung?

"Mau ngomongin apa?" tanya Nayla setelah motor Zayn parkir di depan rumahnya.

Zayn menghela napas. Turun dari motornya, dan berdiri di hadapan Nayla. "Janji dulu jangan ngejauhin gue setelah lo denger apa yang mau gue bicarain."

Emang apa, sih, yang mau Zayn omongin? Kenapa malah jadi Nayla yang deg-degan? "Oke, gue janji."

Zayn tampak menghela napas lagi. Kemudian, menggamit kedua tangan Nayla. Menatap gadis di hadapannya itu seperti biasa. "I got crush on you."

"Huh?" Nayla mengernyit. Ini dia yang salah dengar atau bagaimana? Atau jangan-jangan Zayn lagi ngeprank lagi. Pasti ada kamera tersembunyi di sekitar sini. "Lo bercanda, ya?"

"Gue serius, gue emang nggak jago ngungkapin perasaan gue ke orang lain. Gue nggak bisa kasih lo bunga atau cokelat. Gue cuma pengin lo tahu tentang perasaan gue."

Demi apa? Nayla pengin pingsan.

"Wait." Nayla narik tangannya. Memegang kepala. Karena jujur, dia pusing beneran.

"Nggak perlu dijawab kalau enggak mau. Gue siap nunggu. Berapa lama pun waktu yang lo butuhin buat tahu lo suka juga sama gue atau enggak."

Padahal, bukan pertama kali Nayla mendengar kata-kata kayak gitu. Tapi, kali ini, dia beneran nggak ngerti musti bilang apa. "Yakin nggak bercanda? Lo suka sama gue?" Nayla pengin ketawa sekeras yang dia bisa. "Apa yang lo suka dari gue?"

"Everything. I like the way you smile. I like the way you talk. I like the way you laugh. I like the way you let me hug you."

Nayla speechless. Sama sekali nggak ngerti musti ngapain. Gimana harus nanggepin perkataan Zayn. Apa Nayla pukul aja kepala Zayn. Siapa tahu Zayn kejedot apa gitu, terus, kalau kebentur lagi bakal balik ke Zayn yang semula.

Sekali lagi, Zayn menghela napas. "Be my girl."

Kontan, Nayla melongo. Bahkan, kalau bisa, Nayla pengin kayang saking nggak percayanya. Berat banget mau ngejawab. Karena Nayla juga nggak yakin. Apa yang hatinya rasakan. Apa dia juga menyukai Zayn? Nayla nggak paham.

Melihat kebimbangan di mata Nayla, Zayn meneguk ludah. Zayn sebenarnya sudah menduga apa jawaban Nayla. Tapi, tetap berusaha buat ngungkapin perasaannya, karena ditahan terus toh, malah akan membuatnya makin serba salah.

Hi, Amberlyyn! (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang