"Maaf, Pakde nggak bisa jemput. Harus lembur kayaknya. Kamu pulang naik bus aja, nggak papa, 'kan?"
"Iya, nggak papa."
Sambungan telepon ditutup. Mimi menghela napas. Padahal, tadi sengaja nolak ajakan Nayla buat ngantar dia pulang pakai motornya Bhas, supaya bisa pulang sama pakde. Ternyata, Pakde Ridwan malah nggak bisa jemput.
Mana Mimi pulangnya agak maleman soalnya tadi ada les tambahan. Jadi, agak susah nyari angkutan umum. Apa Mimi pesan ojol aja? Lebih praktis.
"Maaf, Teh."
Mimi mengalihkan perhatian dari ponsel ketika seseorang menghentikan motor di depannya. "Iya?"
"Mau nanya jalan." Dari suaranya saja, Mimi ngerti kalau di balik cross helmet itu, pengendaranya pasti masih seumuran dengannya. Motor trail yang kelihatan banget dimodifikasi sendiri itu nggak memenuhi standar safety riding. Dan pakaian yang sepenuhnya hitam, selaras dengan motor serta helmnya, membuat cowok di depan Mimi ini terlihat seperti penjahat.
Agak ngeri. Apalagi, Mimi sendirian saat ini.
"Oh, maaf, saya bukan asli orang sini. Jadi, nggak terlalu ngerti daerah sini." Mimi menangkupkan kedua tangan depan dada.
"Kalau gitu, boleh pinjam HP nggak, Teh? Soalnya HP saya ketinggalan."
"Oh, silakan."
Cowok itu mengutak-atik HP Mimi. Melirik Mimi yang masih menunggu di sampingnya dengan sabar. Entah Mimi yang terlalu lemot atau dunia yang berjalan lebih cepat dari respon alaminya, tiba-tiba cowok itu sudah melajukan motornya. Membawa kabur ponsel Mimi.
"Hey, ponsel saya!" Mimi berteriak. Tapi, percuma. Motor itu terlanjur jauh.
Di situasi panik itu, Mimi dikagetkan dengan sepeda motor yang melaju dari arah lain dengan kecepatan super, mengejar motor trail tadi.
Tunggu.
Sepertinya Mimi kenal motor itu.
.
.
.***
.
.
.Nggak ada benda lain yang bisa Jay lempar selain helm. Dewi Fortuna sepertinya sedang berpihak pada Jay, lemparan Jay tepat sasaran. Punggung orang itu kena. Membuatnya mengaduh dan hilang keseimbangan. Sampai akhirnya, dia dan motornya terjatuh.
Jay segera menghentikan motornya dekat orang itu. Membiarkan motornya jatuh juga karena Jay nggak punya waktu buat sekadar nurunin standar. Keburu kabur pencurinya nanti.
"Kembaliin HP yang lo curi!" Jay mencengkeram kerah baju orang yang terduduk di depannya itu.
Orang itu mengelus bokong. Gila aja, bokongnya duluan yang kena aspal masa. Untung nggak sampai bolong celananya. Kalau enggak, gimana nasib bokongnya nanti coba?
"Gue bilang kembaliin ponsel yang lo curi, sekarang!"
Daripada dihajar sama Jay, orang itu merogoh saku dan menyerahkan ponsel Mimi.
Nggak sebanding sama perjuangannya buat dapetin ponsel satu biji doang. Harus kecelakaan, motor lecet, dihajar sama orang lagi. Apes banget dirinya hari ini.
"Jangan sampai gue lihat lo ada di sekitar sini lagi. Kalau enggak, gue bakar motor lo sama lo sekalian."
.
.
.***
.
.
.Mimi mondar-mandir doang. Nggak bisa melakukan apa-apa. Daerah situ emang sering sepi kalau anak sekolah udah pada pulang. Mau ngasih tahu Pakde Ridwan, tapi, nggak ada telepon umum. Lagian, ini jalan kenapa sepi banget, deh? Sama sekali nggak ada manusia yang lewat. Kalau ada satu-dua, Mimi 'kan bisa pinjam ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Amberlyyn! (✓)
Roman d'amourGimana rasanya dicintai sama makhluk ajaib? Ketua OSIS yang songong dan kejam kayak psikopat. Ketua geng motor yang kalau gabut kerjaannya gibahin orang. Mana yang akan kamu pilih? _______ Jul 2023, IshtarWinter