Sepertinya dunia sedang tidak berpihak pada Mimi. Belum juga masalah keluarganya terselesaikan. Masalah Jay tambah parah. Sekarang, Mimi harus menguatkan diri karena dipasangakn dengan Jay untuk tugas kelompok seni.
Mimi menghela napas pasrah menatap papan tulis.
Semua kelompok sudah dibagi. Tugas juga sudah dikasih. Tinggal pelaksaannya doang. Bu Siti ngebolehin muridnya mengerjakan tugas di luar kelas. Semua kelompok memilih untuk mengerjakannya di lapangan bola. Duduk di tanah yang berumput dengan semilir angin dan teduhnya pohon-pohon yang menaungi hampir seluruh sudut lapangan.
Kelompok Mimi berisi Jay, Mimi, Risa, dan Rini. Mimi heran banget kenapa dirinya harus dipasangkan dengan manusia-manusia ini. Risa si tukang gibah, Rini si paling centil, dan Jay yang ... nggak perlu dijelasin lagilah.
Belum apa-apa aja, duo Rini sama Risa udah rebutan buat duduk deketan sama Jay. Alhasil, Mimi duduk sendirian di hadapan ketiganya. Mana dua cewek itu pakai acara nempel-nempel Jay lagi. Entah bakal kelar atau enggak tugas mereka.
"Apa yang mau kita lukis?" tanya Mimi akhirnya. Makin cepat selesai, makin cepat dia bebas.
"Lukis, ya?" Risa manyun. "Gue nggak suka seni, sih. Jadi, nggak bisa bantu mikir."
Hadeh.
"Gimana kalau lukis gue aja?" Rini mengibaskan rambut. Menaruh kedua tangan di atas lutut sambil berpose 'sok' cantik.
"Merusak pemandangan." Risa melengos.
"Apa? Lo tuh yang ngerusak pemandangan," ucap Rini sewot.
"Mending gue cantik. Daripada lo, muka kayak air got gitu. Pasti nggak pernah perawatan."
"Apa lo bilang?" Rini berdiri. Menaruh kedua tangan di pinggang. "Lo mau gue tabok pakai sekop?"
"Oh, silakan kalau lo bisa." Risa memajukan wajahnya. "Nyoh."
Mimi menghela napas. Capek. Ini beneran kacau. Kelompok lain udah mulai bikin sketsa. Ada yang ngelukis sekolah, ada yang ngelukis barang sederhana, ada yang ngelukis bunga. Sementara kelompok Mimi udah ribut duluan, bahkan waktu mau nentuin apa yang mau dilukis doang.
"Guys, stop." Jay menghentikan cek-cok di antara Risa dan Rini. Dua cewek itu terpaksa duduk kembali meski masih saling merengut.
"Lo bisa ngelukis?" tanya Jay ke Mimi. "Kalau iya, gue bisa jadi objek lukisan lo."
Ehh?
"Wah, kalau Jay yang jadi objek lukisannya, pasti lukisannya jadi bagus banget," kata seseorang dari kelompok lain. Yang dibalas setuju sama yang lainnya. Risa sama Rini juga ikutan nyuruh Mimi buat ngelukis Jay.
Mimi mengulum bibir. Karena desakan dari orang-orang, dia akhirnya mengiakan. "Aku coba." Mimi membuka buku gambarnya. Menyuruh Risa dan Rini untuk agak menjauh dari Jay.
"Gue harus berpose seperti apa?"
"Duduk biasa aja," balas Mimi, mulai membuat garis-garis wajah Jay dengan pensil.
Mimi kira acara melukis sketsa ini akan berlangsung cepat karena objeknya cuma Jay doang. Tapi, dia salah. Si Jay itu benar-benar nggak bisa anteng. Belum selesai Mimi melukis matanya, Jay udah berubah posisi duluan. Yang tadinya duduk bersila kayak pertapa, makin lama makin nggak keruan. Selonjoranlah, angkat tanganlah, ketawalah, sampai Mimi bingung sendiri pose yang mana yang harus dia lukis. Ini kapan jadinya kalau begini?
"Bisa tolong jangan bergerak?"
Jay yang lagi ketawa-ketiwi sama siswa lain, yang berdiri agak jauh dari tempatnya duduk, mengalihkan pandangan ke Mimi. Jay nggak lupa kalau dia lagi dilukis, 'kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Amberlyyn! (✓)
Lãng mạnGimana rasanya dicintai sama makhluk ajaib? Ketua OSIS yang songong dan kejam kayak psikopat. Ketua geng motor yang kalau gabut kerjaannya gibahin orang. Mana yang akan kamu pilih? _______ Jul 2023, IshtarWinter