Berbeda dengan saat terakhir kali Mimi ke Jogja, sambutan kali ini berjalan lama banget dan tentu saja, super ribut. Para bude yang paling menunggu kedatangan Dirga karena emang udah lama banget Dirga nggak pulang. Dirga digiring masuk ruang tengah. Didudukkan di sofa, diinterogasi macam-macam. Satu yang paling mendominasi adalah pertanyaan seputar kapan nikah? Sudah punya calon apa belum?
Soalnya, bude-bude ini mau merekomendasikan anak temannya yang udah gede, atau minimal seumuranlah sama Mas Dirga.
Obrolan yang seru, juga tawa, menggema ke seisi rumah. Umi tersenyum bangga melihat putranya begitu diidolakan emak-emak. Mudah sekali bagi putranya itu untuk menemukan calon. Tinggal duduk di rumah, akan ada Mak Comblang yang siap melayani.
Sebenarnya, itu adalah salah satu alasan yang membuat Dirga emoh pulang. Baru menginjakkan kaki di Jogja sehari saja, pasti ada emak-emak yang datang bawa anak gadis untuk dikenalkan padanya. Dirga enek. Emak-emak itu membuat hari-harinya di Jogja yang seharusnya merupakan acara liburan, malah jadi nambah beban dengan menitipkan anaknya atau anak orang lain pada Dirga.
Mimi terkekeh di atas penderitaan masnya. Sekarang ini dia masih aman karena cuma uminya yang merecoki untuk segera menikah. Tapi, sebentar lagi, Mimi pasti akan merasakan bagaimana rasanya berada di posisi Dirga.
Padahal, Mimi masih kelas tiga SMA, loh. Mana ada pernikahan di otaknya.
Saat semua keluarga berkumpul di ruang tengah, membongkar oleh-oleh, Mimi melipir ke joglonya. Badannya nggak capek. Hanya saja, otaknya yang sedang pusing nggak kuat mendengar ocehan para budenya. Mimi memilih bersembunyi di kamar.
Baru masuk ke kamarnya dan meletakkan tas, pintu di belakangnya diketuk oleh sesorang. Umi masuk sembari membawa segelas air putih.
"Mau tidur? Minum dulu, biar badan kamu seger."
Mimi menerima gelas itu dan meminun isinya. "Mimi nggak ngantuk. Cuma pengin ngadem. Di ruang tengah panas banget dengerin Emak-Emak gibah." Mimi meringis.
Umi menepuk bahu putrinya itu, lalu terkekeh. "Mau ikut Umi ke toko? Sekalian bantuin Umi jualan."
"Boleh?"
"Kenapa enggak?"
"Terakhir kali, Mimi disuruh duduk doang. Nggak boleh nyentuh kerjaan sedikit pun."
"Itu karena ada Galang. Sekarang 'kan nggak ada." Umi segera meralat perkataannya, "eh, nggak tahu, ding, nanti. Siapa tahu orangnya tiba-tiba muncul kayak waktu itu." Umi merenges. Menggoda Mimi.
"Umi ...." Mimi merengek. Awas aja kalau Galang beneran datang.
Sama seperti waktu itu, toko ramai sekali. Meja di dalam hampir penuh. Ada yang memilih duduk di luar juga. Mimi membantu melayani pelanggan dengan menjelma sebagai waitress. Sementara umi berdiri di belakang meja kasir.
"Mbak, soto dua, es teh satu, es jeruk satu," pesan sesemas yang duduk dengan perempuan yang Mimi duga adalah pacarnya.
Mimi segera mencatat pesanan itu. "Ditunggu sebentar, ya?" gadis itu juga mencatat pesanan yang lain. Lalu, memberikan catatannya pada koki.
Setelah pesanan siap, Mimi mengantarkannya ke meja-meja. Agak merepotkan memang, karena pengunjung yang mulai membeludak begitu sore menjelang. Tapi, Mimi bersyukur karena ada dua orang yang membantunya. Pekerjanya umi.
Meski Mimi tetap merasa pegal dan keringatan juga. Tapi, lumayan. Setidaknya, dia tidak perlu berdiam diri di rumah dan menjadi bahan gosip ibuk-ibuk.
"Sotonya masih ada?"
Mimi yang sedang menumpu kedua tangan di depan meja kasir, berbalik saat mendengar suara dari belakang tubuhnya. "Mas ...."
Entah kebetulan atau apa, orang yang tidak ingin Mimi temui malah berdiri di depannya sekarang. Melebarkan mata, lalu, tersenyum lebar. "Mirany?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Amberlyyn! (✓)
RomanceGimana rasanya dicintai sama makhluk ajaib? Ketua OSIS yang songong dan kejam kayak psikopat. Ketua geng motor yang kalau gabut kerjaannya gibahin orang. Mana yang akan kamu pilih? _______ Jul 2023, IshtarWinter