Keping 3 : Mimi Diculik

49 5 0
                                    

Jay sadar, Mimi berusaha menghindarinya. Tu cewek sejak pagi nggak sudi ngelihat muka Jay. Bahkan, waktu hampir papasan aja, Mimi bela-belain balik putar. Sumpah, ni cewek anjing banget. Jay jadi ngerasa kayak cowok brengsek. Mana semua penghuni sekolah ini tahu apa yang terjadi kemarin. Jay paling nggak suka dikasihani. Lebih baik kalau mereka ngatain Jay nggak tahu diri atau semacamnya. Dan bukannya mengasihani Jay.

Sial!

Kalau begini terus, Jay mending nggak usah masuk sekolah aja sekalian. Lagian, belajar nggak guna juga bagi otaknya yang kagak bakal pernah berkembang.

Lebih sialnya lagi, Jay sama Mimi satu kelas, jadi, harus ketemu setiap saat. Mimi duduk di bangku depan Jay. Dulu, Jay yang nyari tempat duduk dekat Mimi. Sekarang, Jay yang pengin pindah alam aja.

Tu cewek dari dulu diam-diam bae. Padahal, Jay tahu kalau Mimi tahu tentang perasannya. Jadi, Jay diam saja. Menunggu Mimi buat ngomong. Tapi, sampai sekarang pun, tu cewek masih bungkam. Dan soal kejadian kemarin ... apa ini akhir dari cerita Jay dan Mimi? Perjuangan Jay selama bertahun-tahun, apa iya Jay harus ngelupain Mimi setelah ditolak?

Jay kagak sudi!

Kalau nggak bisa ngedapetin Mimi pakai cara baik-baik, maka, Jay nggak bakal segan ngeluarin sisi lain dari dirinya. Seorang Jay yang nggak sudi buat kalah.

Jay mencondongkan badan ke depan. Nyolek-nyolek bahunya Mimi. Tapi, nggak direspon sama sekali. Jay ganti narik-narik kerudung tu cewek. Tetap nggak ditanggapi. Mimi cuma mendecak, terus memajukan kursinya. Tapi, Jay nggak nyerah. Kalau Mimi maju, Jay juga maju. Jay mepetin mejanya ke bangku Mimi. Nyolek bahunya lagi.

Tetap nggak direspon, Jay menyandarkan badannya ke sandaran kursi. Nendang-nendang bangkunya Mimi. Kali ini, tu cewek noleh ke belakang. Jay menenteng buku di hadapan mukanya. Memperlihatkan tulisan, "Istirahat nanti, temui gue di gudang."

Mimi menghadap ke depan lagi. Jujur saja, dia kesal banget sama tingkah Jay yang kekanakan. Apalagi dengan mukanya yang kadang bisa nyeremin banget. Kayak harimau yang lagi nyari mangsa. Dan Mimi seolah jadi mangsa empuk baginya.

Sementara itu, Jay menyeringai di belakangnya. Dia meletakkan kembali bukunya dan menaruh kepala ke atas meja. Tidur. Sama seperti yang sering dia lakukan di kelas. Suara guru waktu ngejelasin pelajaran adalah lagu penghantar tidur paling ampuh. Jay nggak bisa nahan diri buat nggak nutup mata.

Lihat saja, Jay nggak bakalan pernah nyerah. Akan dia gunakan segala cara untuk membuat Mimi jatuh hati padanya. Seorang Jay, nyerah? Mimpi aja.

Namun, sekeras kepala apa pun Jay, nyatanya, Mimi tetaplah Mimi.

"Sialan!"

"Gue bilang juga apa? Kagak bakalan dateng. Tu cewek culunnya kebangetan. Cari yang lain ajalah, Jay. Kayak nggak ada cewek yang lebih cantik dari Mimi aja." Mizun duduk bersila di atas meja depan gudang. Menyaksikan Jay yang lagi mondar-mandir nungguin pujaan hatinya.

Yang lebih cantik? Banyak. Saking banyaknya, Jay sampai nggak bisa ngehitung. Mungkin, sebagian besar cewek yang pernah dia bawa pulang, bahkan jauh lebih cantik dari Mimi.

"Tu anak harus dikasih pelajaran." Jay berbalik, menghadap Mizun.

"Serius lo? Bukannya lo paling nggak suka kalau ada yang ganggu dia?"

"Gue pengecualian." Jay berkacak pinggang, kepalanya nunduk, dan dia terkekeh. "Gue nggak mau diem aja nunggu lulus terus kehilangan tu cewek." Jay menegakkan kepalanya lagi. "Kita harus lakuin sesuatu."

.
.
.

***
.
.
.

"Kalau bukan lo, terus siapa?" Zayn menenteng buket mawar ke depan wajah Nayla. Memperlihatkan benda yang ia temukan di jok motornya itu.

Hi, Amberlyyn! (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang