4 Berkat Keran Mati

115 11 0
                                    

Zayn Malik, eh, Zayn ketua OSIS mendadak panik. Ada apa gerangan sampai Nayla memanggilnya untuk datang jam segini? Nayla pasti tahu kalau Zayn lagi di sekolah. Kalau nggak genting amat, Nayla nggak mungkin nyuruh dia pergi di jam sekolah begini, 'kan?

Apa Nayla kena masalah? Jangan-jangan, sakitnya tambah parah.

Tanpa meminta izin kepada siapa pun, Zayn meninggalkan sekolah bersama motor kesayangannya. Tas dan barang-barangnya yang lain masih berada di kelas. Zayn nggak sempat ngambil. Dia harus cepat-cepat sampai di rumah Nayla. Kali aja Nayla kedinginan dan butuh penghangat.

Zayn nekan-nekan bel pintu rumah Nayla dengan nggak sabar. Digedor-gedor pula, tuh, pintu nggak bersalah. "La? Nayla?"

Pintu terbuka. Zayn gelagapan megangin bahu Nayla. Ngecek keadaan Nayla dari ujung ubun-ubun sampai ujung sendal yang dipakainya. "Lo nggak papa?"

Nayla geleng-geleng. "Gue baik-baik aja," balasnya lemas. "Lo kok di sini?"

Lah, apa pula maksudnya? "Kan lo yang nyuruh gue ke sini." Jangan-jangan Nayla amnesia lagi.

"Gue bilang nanti kalau lo udah pulang sekolah. Emang sekolah udah kelar?"

Zayn plonga-plongo. Emang Nayla bilang gitu? Zayn meriksa ponselnya. Lah, emang dasar nggak sabaran. Baca pesan setengah-setengah.

Karena nggak mau dipermalukan oleh kebodohannya sendiri, Zayn pun berusaha mengubah topik pembicaraan. "Lo kenapa nyuruh gue ke sini? Pengin dianter ke rumah sakit?"

"Enggak, keran wastafel di kamar gue mati. Kali aja lo bisa benerin." Nayla berkata enteng.

Zayn menghela napas dalam. Kehangatan nggak jadi terjalin. Zayn malah basah kuyup gegara benerin keran wastafel. Emang dasar hidup. Suka banget ngasih angan-angan indah, nyatanya yang terjadi malah sebaliknya.

Nayla ngecek Zayn di kamar mandinya setelah naruh teh hangat di atas nakas. "Gimana? Bisa?"

Zayn nggak menjawab. Dia nyoba nyalain keran yang udah diotak-atiknya tadi. Dan keran itu nyala. Zayn mengacungkan jempol seraya tersenyum manis. Saking manisnya sampai membuat penunggu rumah Nayla terpesona. Orangnya emang suka tebar pesona, sih, makanya ketemplokan terus.

"Beres," ujar Zayn, saat keluar menemui Nayla yang masih anteng di ambang pintu.

"Baju lo basah semua. Ganti pakai baju gue aja. Gue punya kaus oblong gede." Tanpa menunggu persetujuan Zayn, Nayla mengobrak-abrik isi lemarinya. Saat dirasa barang yang dicarinya sudah ketemu, Nayla menyerahkannya pada Zayn.

Zayn masuk lagi ke kamar mandi. Mengganti seragamnya. Waktu keluar, Zayn ditatap lama banget sama Nayla yang lagi duduk di ranjang. Membikin Zayn kikuk sendiri.

Penampilan Zayn sekarang nggak buruk-buruk amat. Masih mending ketimbang banci di pojok kompleks rumah Nayla. Kaus putih yang tengahnya terdapat gambar harimau itu tampak macho disandingkan dengan tubuh Zayn yang kekar. Cuma celananya aja yang ketat banget.

Nayla terkekeh. "Lumayan, sini duduk. Gue udah buatin teh."

Tunggu dulu. Duduk di mana? Di karpet samping ranjang? Atau di atas nakas?

Soalnya, kamar Nayla ini isinya cuma ranjang ukuran sedang sama nakas di kedua sisinya, juga lemari pakaian yang ukurannya dua kali lipat lebih gede dari lemari biasa.

Nayla nggak bermaksud nyuruh Zayn duduk di kasur sebelahnya, 'kan?

Masa Zayn harus nangkring di lemari?

"Sini duduk." Nayla menepuk kasur di sebelah dudukannya. Seriusan? Nggak ngerasa aneh dikit gitu, nyuruh Zayn duduk di sampingnya?

Nayla ini emang extraordinary banget, deh, orangnya.

Hi, Amberlyyn! (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang