Keping 11 : Lil Party

30 3 0
                                    

"Empat puluh lima ..."

"Empat puluh enam ..."

"Empat puluh tiga ..."

"Pak, gimana, sih, Bapak nggak lulus SD, ya, berhitung aja nggak bisa. Gimana ceritanya bisa jadi guru, sih?" Mizun protes sambil tergagap karena kehabisan napas dan tenaga. Badannya mengudara dengan tumpuan kaki dan tangan yang meregang menapak tanah.

Pagi-pagi sudah disuruh push up. Lima puluh kali. Mana yang ngehitung agak soak. Rasanya, nasi liwet, menu sarapan Mizun hari ini pengin keluar lagi. Emang nggak punya hati banget Pak Didik ini.

"Bapak ini jadi guru jalur orang dalam pasti," tebak Bobi asal.

"Kenal sama Bapaknya Zayn, ya? Makanya hoki jadi guru di sini." Jay ikut nyahut.

"Bestie kali," celetuk Naufal.

Pak Didik memukul pantat kelima muridnya itu dengan kayu kebanggaannya. "Ngomong nggak benar lagi, saya hukum kalian ngepel lapangan voli, sepodium penontonnya sekalian."

"Bapak ini pasti ponakannya Pennywise. Nggak punya hati, mukanya juga mirip." Mizun terbahak. Membuat teman-temannya yang lagi dihukum di posisi yang sama juga nggak bisa nahan ketawa. Padahal ketawa dalam posisi ini susah banget. Capek.

"Mizun!" Pak Didik memukul pantat Mizun. "Kamu ini nggak sopan sekali sama guru kamu. Saya ngehukum kalian karena kalian telat. Kalau kalian disiplin dan nggak suka bikin onar, Bapak juga nggak akan ngehukum kalian."

"Iya, deh, Pak, percaya. Bapak Didik yang terhormat emang manusia paling disiplin seantero SMA bapaknya Zayn ini," sindir Mizun, lagi-lagi membuat teman-temannya tertawa.

Pak Didik rasanya mau mengeluarkan asap dari kepalanya kalau bisa. Saking eneknya sama kelakuan anak didiknya sendiri. "Yang lain bubar, kecuali Mizun."

"Ehhh? Kok gitu, sih?" Mizun yang merasa terdzolimi, menatap teman-temannya yang lagi berdiri sambil menertawakannya, lalu menatap Pak Didik yang lagi bersiap memukul pantatnya lagi. "Bapak membully murid Bapak sendiri. Saya bisa laporin Bapak ke polisi supaya Bapak digantung hidup-hidup."

"Apa?" Urat-urat leher Pak Didik rasanya mau putus.

"Kagak papa, Bapak budek, sih."

"Mizun!" Pak Didik bukannya memukul Mizun pakai tongkat, kali ini Mizun dipukul pakai tangan. Panas benar pantatnya.

Tubuh Mizun limbung ke tanah karena tangannya udah nggak kuat nahan gravitasi yang seolah menariknya dua kali lipat lebih kuat dari biasanya.

"Pak, Mizun yang polos ini sudah nggak kuat, Pak. Tolonglah lepasin Mizun. Bapak nggak kasihan kalau saya pingsan nanti?"

"Nggak usah dilepasin, Pak, Mizun itu tenaganya kayak kuda. Kemarin aja dia habis push up seribu kali di markas. Dia emang master push up, Pak, percaya sama saya." Bhas menghasut Pak Didik.

"Master push up ndasmu!"

Bhas terbahak. "Selamat menikmati hukuman, Master Mizun." Bhas dan yang lain pun berjalan ke kelas. Meninggalkan Mizun berduaan sama Pak Didik.

Rombongan Jay pergi ke kelasnya masing-masing. Jay langsung disambut teman sekelasnya begitu masuk.

"Pagi, Jay," sapa seorang cewek, yang Jay bahkan nggak tahu siapa namanya.

"Pagi," sapa yang lain.

Jay balas melambaikan tangan. Duduk di kursinya dan menaruh tasnya di atas meja.

"Lo tahu geng motor yang kemarin tawuran? Itu gengnya Raka." Seorang siswa yang suka ikut-ikutan kalau ada acara tawuran, mendekati Jay dan memulai pergibahan pagi hari itu. "Ada yang mati."

Hi, Amberlyyn! (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang