40. How Do You Feel

38K 3.9K 2.2K
                                    

Selamat hari Kemerdekaan semuanya, saudara sebangsa dan setanah air. Mari jadikan perbedaan sebagai sebuah keunikan dalam berbangsa dan bernegara, dan jangan jadikan sebuah perbedaan sebagai kesombongan 🇲🇨

Sebelum baca tolong VOTE dulu ya ‼️

Selamat membaca!
────────────────────────────────────────────

Kai masuk ke dalam kamar dengan kedua tangan yang memegang nampan berisi makanan dan secangkir cokelat panas untuk Elena. Karena kedua tangannya tidak menganggur, Kai menggunakan kakinya untuk menutup pintu. Lalu setelah meletakkan nampan ke atas meja nakas yang berada di samping ranjang, Kai duduk di tepi ranjang mengamati Elena yang berbaring memunggunginya.

Selimut yang menutupi tubuh Elena melorot sampai ke pinggang, mengekspos kulit punggungnya yang halus dan berhasil mengundang minatnya untuk menyentuh. Jemarinya bergerak seringan bulu membelai permukaan kulit punggung Elena, menelusuri sepanjang garis tulang belakangnya. Perbuatannya berhasil mengusik tidur Elena, posisi perempuan itu beralih menghadapnya sambil bibirnya mengeluarkan lenguhan kecil. Hanya sebatas itu karena mata Elena tetap terpejam rapat.

Kai belum berniat membangunkan Elena, ia justru terdiam mengamati tubuh bagian depan Elena yang terpampang indah akibat selimut yang melorot. Netra Kai juga menangkap banyak jejak percintaan yang ia tinggalkan di kulit Elena. Kai mereguk ludah, darahnya langsung berdesir, bola matanya berkilat panas, dan yang mengejutkan, tubuhnya mengeras saat otaknya mengingat percintaan intim mereka sebelumnya.

Kai tidak membual saat mengatakan, bercinta dengan Elena merupakan pengalaman terbaiknya. Bagaimana tidak, ini kali pertamanya ia memerawani wanita. Elena masih murni dan belum ternoda sebelumnya. Kenyataan tersebut membuat batin Kai menggelegak oleh kepuasan yang tidak berperi. Pun jiwa posesifnya menyeruak kuat, akan ia pastikan tubuh Elena hanya tersentuh olehnya. Tidak akan ia biarkan tubuh Elena terkontaminasi oleh pria lain.

Sebelum otaknya semakin dirasuki setan mesum, dan ia kehilangan kontrol untuk menyentuh Elena lagi, Kai menaikkan selimut hingga menutupi leher Elena. Lalu telapak tangannya menyentuh pipi Elena, menepuknya pelan.

"Ele." Kai terus memanggil hingga tidur perempuan itu terusik sepenuhnya.

Mata Elena mengerjap beberapa kali, menyesuaikan cahaya lampu kamar yang menusuk bola matanya yang berwarna seindah lautan. Lalu menatap wajah Kai dengan mata menyipit. "Apa?" gumamnya.

"Makan. Kau harus makan."

Kening Elena berkerut seolah sedang menelisik kondisi perutnya apakah perlu diisi. Dan ya, sekarang ia merasa lapar. Bertumpu menggunakan kedua tangannya, Elena mengubah posisinya menjadi duduk dan Kai juga membantunya. Lalu satu tangannya memegang erat-erat selimut yang menutupi tubuh telanjangnya.

"Seharusnya efek obat yang membuat tubuhmu kehilangan energi sudah menghilang. Kenapa kau masih tidak berdaya?" Sebab menurut pengamatan Kai, tubuh Elena saat ini masih lemas dan tidak bertenaga.

"Aku lelah, tubuhku remuk redam karena kau gempur habis-habisan." Untuk melampiaskan kekesalannya, Elena menjambak rambut Kai sekuat tenaga.

"Ele," protes Kai karena jambakan Elena cukup menyakitkan hingga kepalanya bergerak kekanan dan kiri.

Elena melepaskan jambakannya seraya mendengus kesal. Lelaki ini memang sinting karena telah menyuntikkan obat yang membuat tubuhnya lemas. Sehingga dalam kondisi tidak berdaya, Kai menculiknya dan membawanya kemari. Tidak cukup sampai di situ, Kai memberinya obat perangsang, berniat menyetubuhinya tapi tidak ingin disebut pemerkosa, berpikir bahwa efek dari obat perangsang akan mematahkan anggapan jika Kai memerkosa. Sebab mereka melakukannya karena sama-sama saling menginginkannya. Sinting, kan?

PREDESTINATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang