Bab 17 : Status Baru

1.9K 207 87
                                    

Haiii

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haiii.. maaf banget lama ngga update 🙏🏻😣.

Lagi mulai usaha kecil2an dan alhamdulillah dpt order ratusan jd sibuk ngurusin dagangan. Lalu berlanjut jd panitia 17an, disisi lain minggu kemarim itu anak2 sakit. Dalam seminggu 2x bawa anak2 ke igd. Dan beberapa hari ini aku yg gantian tumbang 😵‍💫.

Nasib seorang Ibu, Pasti jadi yang terakhir tumbang 😓. Ini udah enakan kok, jd bisa balik nulis lagii.. sehat2 ya semuaaa 💕.

Makasi ya yang selalu komen buat ingetin update cerita ini!!. Jd semangat aku karena ditungguin hehe.

Tadinya mau update Tirta Kirsi dulu, tp yang nungguin cerita ini lbh gencar ngejar2 🤪.

Voment yang ramai ya!.

⚡️⚡️⚡️

Thora menginjak rem, menetralkan perseneling kemudian menekan tombol handrem saat lampu merah menyala di depan sana. Sedari tadi dia tenggelam dalam pikirannya, masih terus bertanya-tanya mengapa dia bisa semarah tadi? hingga nyaris hilang kendali. Jika kakak-kakaknya yang di perlakukan seperti tadi, wajar jika Thora semarah itu. Tapi, ini Rili. Perempuan yang baru dia kenal. Sentuhan dan perintah perempuan itu bahkan bisa menyurutkan amarahnya dalam hitungan detik. Aneh.

Apa rasa suka memang bisa memberi efek seaneh ini ya?, Thora membatin.

Tekanan di tulang pipi kirinya memberi rasa nyeri yang membuat Thora mendesis sakit. Dia jauhkan wajahnya dari tekanan itu.

"Sakit?" Suara Rili memecah kesunyian.

"Sakit, karena kamu pencet!." Jawab Thora sambil bercermin pada kaca spion tengah. Rili ini, menekan pipinya seperti sedang menekan tombol lift yang macet!.

Dan-ah.. sialan. Pukulan Abiyasa ternyata meninggalkan memar yang cukup besar pada tulang pipinya.

"Kamu... dari tadi diam saja."

"Kamu juga diam." Thora membalas.

"Aku memang pendiam. Tapi kamu? sakit banget ya?. Sampai berhenti ngomong?" Rili menenglengkan kepalanya. Satu sisi bagian rambut sepanjang bahu itu menjuntai ke arah bawah.

Astaga, lucu sekali wajah perempuan ini jika sedang khawatir. Thora membuang wajahnya ke arah jendela kanan. Dia berdeham, menghilangkan rasa gugupnya. "Aku juga, pendiam.." Thora kan sejak tadi sedang sibuk meneliti tindakannya yang aneh, mudah tersulut tapi juga mudah padam dalam satu waktu.

"Maaf.." Ujar Rili tiba-tiba dengan suara lirih. Nada bicaranya terdengar penuh penyesalan.

Thora menoleh, keningnya berkerut, "Kenapa minta maaf?"

"Karena aku, kamu jadi terluka."

Thora berdecak kesal, "Gini doang, bukan masalah.." Jika tidak ketahuan oleh Mami dan kakak-kakaknya!, lanjut Thora dalam hati. Dia harus menghindari keempat perempuan itu sampai memarnya hilang. Jika tidak, bisa rumit urusannya dengan keluarga Pramana nanti.

Chained by Ferris Wheel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang