Bab 37 : Pulang, yuk!

1.8K 243 86
                                    

Voment yang ramai yaa~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Voment yang ramai yaa~

⚡️⚡️⚡️

Satu kegiatan yang mulai Rili cintai selama menetap di Solo adalah berkebun. Dia suka akan ketenangan yang dia dapat saat bercocok tanam. Pikirannya tidak lagi riuh, jiwanya seakan hadir di dalam tubuhnya secara sadar.

Sendirian, dia bisa fokus memupuk bibit tanaman, bernafas dengan irama yang tenang.

Berkebun membuatnya merasa memiliki waktu dan ruangnya sendiri, tanpa gangguan dari siapapun. Rasa damai selalu menyertai saat kedua tangannya bekerja, membantu merawat sesuatu yang bertumbuh dengan kasih sayang. Kegiatan itu bisa membantunya mengisi sesuatu yang terasa kosong—walau hanya sementara.

Kesabarannya dilatih saat menunggu proses pertumbuhan semua bibit yang dia tanam. Kepuasan dia rasakan saat tanaman-tanaman itu tumbuh dengan hasil yang memuaskan. Rasa bangga dan bahagia bergemuruh di dadanya saat hasil panen melimpah.

Secara tidak langsung, dia seperti sedang menjalankan sebuah terapi gratis yang alam sediakan untuknya.

"Ri.."

Rili menoleh, dia dapati Myra ikut berjongkok di sampingnya saat Rili baru saja memupuk sebidang tanah untuk tanaman tomat dengan tunas yang mulai bermunculan. "Ya, Bude?" Semalam, Myra baru saja pulang dari menjenguk Kirsi yang melahirkan anak keduanya. Kurang lebih dua minggu Myra, Harsa dan Mbok pergi ke Jakarta. Rili tentu tidak ikut, dia masih belum ingin kembali ke kota itu.

"Mba Kirsi itu, lho! Kemarin marah-marah ke Bude sebelum Bude pulang. Katanya Bude sesat! Kurang ajar banget, kan, anak itu? Padahal dia lancar lahiran gara-gara disyaratin sama Pak Sadi mandiin biawak! Eh, malah Pak Sadi dia bully.." sunggut Myra berapi-api.

Rili tersenyum geli, dia tahu sekali betapa kesalnya Kirsi pada Sadi. Ibu dan anak itu memang sering bertengkar belakangan ini. Terutama sejak Kirsi tahu Myra membawanya ke Sadi.

Sekilas, Rili menoleh, "Emangnya Bude ngapain? sampai Mba Kirsi bilang Bude sesat?" Sepupunya itu tidak mungkin mengomel tanpa sebab.

"Itu, lho! Pakaian-pakaian kamu yang di sana.. kan, dulu sama Pak Sadi di suruh buang karena kamu terlalu sering memakai warna hitam. Bukan sering lagi, tapi semua pakaian kamu itu benar-benar mayoritas hitam! Nah, sebelum pulang kemarin Bude beres-beresin. Terus pesan Pak Sadi, itu pakaian baiknya di larung ke laut. Tapi kan, di Jakarta enggak ada laut.. Jadi Bude suruh Baim larung di Sungai."

Gerak tangan Rili terhenti, kepalanya kembali menoleh ke arah Myra. "Hah? Bude buang pakaian-pakaian Rili ke Sungai?" Dia tercengang setengah mati.

Myra mengangguk, "Terusnya Baim di tangkap sama penduduk di sekitar Sungai. Dia dituduh buang sampah sembarangan sampai dibawa ke kantor polisi! Padahal, kan, itu semua baju! bukan sampah! Heran.. kok, ya jaman begini orang enggak bisa bedakan mana sampah mana pakaian?! Tahu Baim ditangkap polisi, Mba Kirsi marah-marah ke Bude. Katanya Bude sesat karena ngikutin perintah Pak Sadi! Kalau Bude dia bilang sesat, artinya Pak Sadi biangnya sesat, dong?! Enggak sopan memang anak itu kadang-kadang."

Chained by Ferris Wheel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang