Halo!! Aku kembali!!
Kangen banget update cerita ini!!
Maaf bulan puasa kemarin aku sibuk banget ngurusin orderan hampers lebaran dan orderan jualan lainnya. Lalu lanjut di tinggal ART pulkam. Bener2 nggak ada waktu buat nulis 😢.Udah hampir 1 bulan aku nggak up Oya Rili, tp vote di bab lalu masih belum sampai diangka 150 😢 sedih banget huhu. Yang baca 800an padahal.
Satu bab lagi menuju tamat! Mari ramaikan voment! Ku kasih panjang, 86000 kata biar pada puassss!
⚡️⚡️⚡️
Seluruh anggota tubuh Thora tidak dapat berhenti bergerak sejak setengah jam yang lalu. Dia merasa gugup, sangat! Saat menyadari waktunya tersisa lima belas menit lagi untuk melangsungkan acara pertunangan mereka. Thora mengenakan kemeja batik lengan panjang berwarna dasar hitam berbahan sutra. Motif daun dan bunga berwarna abu-abu dan putih dibuat secara khusus untuknya. Dia tidak suka pakaian yang terlalu mencolok dengan banyak warna. Hitam adalah pilihan terbaik untuk menonjolkan kharismanya-menurut Thora.
"Oya! Bisa duduk, enggak? Jangan kayak cacing kepanasan begitu..." Tegur Martha yang menatapnya dengan galak.
"Nggak bisa, Mi! Aduh... kenapa musti ada acara pidato lamaran segala, sih? Kenapa nggak langsung tukar cincin aja?" Ini gila! Thora baru diberitahu setengah jam yang lalu kalau dia harus bicara di depan pihak keluarga Rili untuk melamar langsung kekasihnya. Kepalanya langsung pusing merangkai kata-kata yang tak kunjung membentuk kalimat.
Martha menggeleng dengan decak keras, "Haduh.. Ini anak... Makanya, kalau datang ke acara lamaran atau tunangan itu kamu fokus ke acara! Jangan malah sibuk absen stand makanan! Atau icip-icip sana-sini. Lihat, kan? Kamu bahkan nggak tahu agenda acaranya ngapain aja dan gimana cara melamar dengan baik dan benar! Sini, duduk!"
Thora duduk di kursi samping Martha dengan kedua kaki yang menghentak-hentak ke atas permukaan karpet. Saat ini mereka berada di dalam ruang rias khusus dirinya, menanti berlangsungnya acara. "Gimana, dong, Mi Oya ngomongnya? Nanti salah-salah pasti diledekin trio macan seumur hidup!!"
"Ayo, sini, latihan. Udah setengah jam kamu mondar-mandir, masa nggak ada kata-kata yang terangkai?"
Thora tegakkan punggungnya, memasang wajah serius, dia berdeham. Rangkaian kata-kata itu perlahan keluar dari bibirnya, "Selamat pagi. Pertama-tama saya ucapkan syukur atas kehadirat Tuhan yang maha esa atas rahmat dan karunianya yang membuat kita semua dapat berkumpul pagi hari ini. Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh keluarga besar Wiyata, keluarga besar Galendra, Nanggala, juga para sahabat yang telah hadir dan berkenan meluangkan waktunya untuk acara pertunangan kami. Dengan ini, saya ingin melamar Rili sebagai tunangan saya, calon istri saya yang secara resmi saya pinang dengan disaksikan langsung oleh pihak keluarga dan sahabat."
Martha tak berkedip. Tangan kanannya mengusap wajahnya kasar dengan gerak frustasi, "Nggak banget, Ya, kata-kata kamu. Biasa banget! Nggak ada bikin hati terenyuh, bosan dengarnya dan ngantuk! Mami jadi ingat pidato camat yang baru dilantik minggu lalu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chained by Ferris Wheel (END)
ChickLitThora sangat berusaha menghindari segala urusan dengan mahluk bernama perempuan. Oma, Mami dan ketiga kakak perempuannya sudah cukup membuat hidupnya hiruk pikuk dan penuh drama. Agar bisa lepas dari hukuman yang Mami berikan, Thora diwajibkan ikut...