"Bukankah akting terbaik manusia adalah berpura-pura tidak tahu?"
~Vini Sadewa~
❤️❤️❤️
Jam pelajaran terakhir. Guru Kimia mereka berhalangan hadir dan meninggalkan tugas yang harus dikumpul pulang sekolah. Dya, Aksa, Ega, dan Jonas sibuk berdiskusi mengerjakan soal, sementara beberapa orang yang lain sibuk menyalin hasilnya.
"Gila nih, Pak Pur ngasih tugas Kimia susah bener. Mumet gue liat soalnya aja. Apalagi ngerjainnya," komentar Rudi. Sementara mulutnya terus mengoceh, tangannya dengan lihai menyalin.
"Terus apa guna lo masuk IPA, Rud? Masuk IPS lo gak bakalan ketemu beginian." Dodi menimpali.
"Guna gue masuk IPA? Ya buat barengan sama Dya. Ya gak, Dy?" tanya Rudi sambil menatap Dya kemudian menaikturunkan alisnya.
Kalau gadis lain diberi ekspresi seperti itu mungkin akan membalas dengan ekspresi jijik atau jenis ekspresi ketidaksukaan lainnya. Namun, Dya menyikapinya dengan berbeda.
"Thanks, Rud. Jadi tersanjung akunya." Dya menanggapi dengan senyum manis.
Aksa yang berada dalam kerumunan itu langsung menampakkan wajah cemberutnya.
"Gak mandang gue, Rud? Berani-beraninya lo ngalusin Dya di depan gue," gerutunya sambil mencibir.
"Bodyguard-nya marah, bro!" kelakar Dodi yang langsung disambut tawa oleh yang lain.
"Biarin, Dya aja gak marah." Rudi balas mencibir.
"Kamu kalo mau ngalusin aku kayak Rudi juga gak apa-apa kali, Sa. Jangan ngambek gitu, sih."
Dya menampakkan senyum termanisnya untuk Aksa yang langsung memegangi tengkuknya salah tingkah.
"Beuh, Aksa cair! Kenapa gak jadian aja kalian, sih? Udah cocok, loh!" Ega mengomentari interaksi antara Aksa dan Dya yang kadang membuat orang lain iri.
"Gua sih mau aja. Dyanya gak respons." Aksa menanggapi.
Dya melirik sekilas ke arah Aksa yang masih menatapnya, kemudian tertunduk seraya mengulum senyum. Kalau pemuda itu bukan Aksa, tentu sudah terbang sampai langit angan-angannya.
"Kalo sama gue, mau gak, Dy?" tanya Rudi dengan senyum menggoda.
"Tanya Aksa, deh. Boleh, gak?" sahut Dya seraya mengerling ke arah Aksa yang langsung melayangkan tatapan super sinisnya kepada Rudi.
"Iya, iya, gue tau. Jangan bunuh gue pake tatapan lo," ujar Rudi dengan ekspresi wajah pura-pura ketakutan. Aksa hanya terkekeh.
"Udah lagi buruan salin, tuh, tugasnya! Keburu bel pulang!" Aksa mengingatkan.
"Iya, berisik aja dari tadi!" timpal Alita. Murid perempuan yang terdampar di kerumunan itu, selain Ega dan Dya tentu saja.
"Berisik gak apa-apa. Yang penting Dya seneng dan bakalan ngasih kita contekan dan senyumnya yang manis lagi," sahut Rudi kembali berceloteh.
"Huu, maunya. Awas diabetes lo!" kelakar Jonas.
"Lah, lo sendiri gak ngaca, Jones? Udahlah sesama spesies pendamba senyum manis Dya, gak boleh saling mencela."
"Reseh lo ngatain gue Jones," gerutu Jonas tak terima.
"Kan emang kenyataan hidup." Rudi membela diri.
"Asem lo!"
Tawa mereka kembali menggema di jam terakhir yang biasanya menimbulkan kantuk itu. Dya pun hanya tersenyum menanggapinya karena sejak di kelas sebelas mereka memang seperti itu jika sedang berkumpul di jam istirahat atau jam kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dopamin Love
Fiksi RemajaAnindya Milena dan Ardiaz Miryando selalu bersaing untuk menyandang predikat siswa terbaik di sekolahnya. Persaingan seolah manjadi dopamin yang membuat mereka ketagihan karena bagi keduanya, juara itu hanya ada satu. Segala macam cara mereka lakuk...