"Strategi tanpa taktik adalah jalan paling lambat menuju kemenangan. Taktik tanpa strategi, adalah kebisingan sebelum kekalahan."
Sun Tzu
❤️❤️❤️
"Teganya kamu, Dy. Kamu lupa kalau aku juga lolos pelatihan. Aku ikut kan karena dijeblosin kamu," gerutu Aksa ketika mereka sedang berjalan meninggalkan ruang guru."Kamu juga bisa-bisanya bohong sama Bu Indar kalau kamu ke kantor guru buat nyerahin data calon ketua ekskul sepakbola ke Pak Heri. Kamu kan udah ngumpulin datanya bareng aku dua hari yang lalu," balas Dya tidak mau kalah.
Aksa hanya nyengir sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Salah tingkah karena ketahuan berbohong.
"Aku kan bohong demi nyelametin kamu, Dy." Aksa membela dirinya.
"Aku gak minta, ya. Kamu selametin dengan cara berbohong. Udah itu pakai ngancem-ngancem gurunya sendiri lagi."
"Ya udah, deh, kalau kamu enggak suka aku selametin. Tahu gitu tadi aku enggak ke kantor guru. Mending nongkrong aja sama anak-anak di kantin."
"Tumben ke kantin. Biasanya panas-panasan mandi keringet di lapangan bikin adek-adek kelas yang cewek pada histeris," cibir Dya.
Aksa tertawa senang mendengarnya. Ia lalu menatap Dya dengan intens. "Kamu cemburu, ya, sama mereka?"
Melihat wajah sok ganteng tebar pesona Aksa yang menyebalkan itu membuat Dya langsung meringis pura-pura jijik.
"Ngapain cemburu sama pecinta keringat bercucuran? Belum tahu aja mereka gimana baunya badan kamu tiap abis maen bola." Dya melengos kemudian meninggalkan Aksa yang sedang celingukan ke sana kemari untuk memastikan tidak ada yang mendengar ucapan Dya tentang bau badannya. Bisa turun pamornya di mata para penggemar.
"Kamu enggak kayak biasanya," ujar Aksa lagi ketika menyejajari langkah Dya yang bergema di lorong gedung kelas XII.
"Aku emang lagi kesel banget."
Aksa menghitung dengan jarinya. Terlihat berpikir keras.
"Perasaan baru Minggu kemaren kamu PMS. Apa kamu PMS lagi?" tanya Aksa dengan wajah keheranan.
"Memangnya kesel itu harus nunggu PMS dulu?" semprot Dya yang perasaannya benar-benar sedang kacau. Sudah pasti Diaz penyebabnya.
"Terus, kamu kesel sama siapa? Enggak biasa-biasanya kamu ngomong sama aku dengan nada tinggi gitu."
Dya menghentikan langkahnya ketika melihat Diaz berjalan dari ujung koridor yang berlawanan arah. Tidak jauh di belakangnya ada Ega yang berjalan dengan penuh semangat. Seolah usai mendapat jackpot yang menguntungkan.
Namun, wajahnya langsung berubah ketika netranya bertemu tatap dengan milik Dya. Gadis itu langsung menunduk dan berjalan seperti biasa.
"Kamu ngerasa ada yang aneh enggak sama mereka berdua?" tanya Aksa setelah menelusuri ke mana arah pandangan Dya.
Diaz berbelok ke kelas mereka, tetapi Ega tidak mengikutinya. Ia justru berjalan lurus untuk menghampiri Dya dan Aksa. Wajahnya terlihat penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dopamin Love
Teen FictionAnindya Milena dan Ardiaz Miryando selalu bersaing untuk menyandang predikat siswa terbaik di sekolahnya. Persaingan seolah manjadi dopamin yang membuat mereka ketagihan karena bagi keduanya, juara itu hanya ada satu. Segala macam cara mereka lakuk...