"Jika kamu mengungkapkan rahasiamu kepada angin, kamu tidak boleh menyalahkan angin karena mengungkapkannya ke pepohonan."
- Kahlil Gibran
❤️❤️❤️
Aksa menghentikan sepeda motornya di halaman rumah Dya setelah Mbak Ivy membukakan pintu pagar. Pemuda itu langsung membuka helmnya dan berjalan menuju teras. Menghempaskan tubuhnya di sebuah kursi besi yang memang sengaja disediakan untuk tamu. Aksa sudah sering berkunjung ke rumah Dya, tetapi tidak lantas berbuat semaunya masuk ke rumah seperti rumahnya sendiri. Lagipula, ia tahu mamanya Dya tidak berada di rumah.
"Aku ganti baju dulu, ya. Kamu mau minum apa? Biar Mbak Ivy buatin," ujar Dya.
"Aku cuma mau bentar aja, Dy," ujar Aksa dengan wajah serius.
Dya mengerjap kemudian balas menatap pemuda itu tanpa kata. Penasaran dengan hal penting apa sehingga membuat Aksa tidak berbasa-basi lagi.
"Kamu suka sama Diaz?" tanya Aksa dengan tatapan terluka.
"Maksud kamu?" Dya balas bertanya dengan wajah syok. Meskipun beberapa saat lalu Aksa sempat melihat Dya duduk berdua dengan Diaz di halte bus, tetapi tidak lantas membuat pemuda itu berpikir aneh, kan? Bagaimana bisa kesimpulan itu ada di dalam kepala Aksa?
"Aku denger dari anak-anak tadi. Bahkan dari Diaz sendiri."
Tunggu sebentar. Dya rasanya ingin tertawa sampai perutnya terasa mulas. Lelucon apalagi ini? Maka gadis itu pun duduk di samping Aksa lalu menatap pemuda yang sedang asyik menatap lantai itu.
"Emang Diaz bilang apa?" tanya Dya penasaran.
"Kamu kasih dia surat cinta?"
"Enggak!" sangkal Dya.
"Dia senyum-senyum baca surat itu. Jonas bilang kamu yang kasih kertas itu ke Diaz. Diaz sendiri enggak menyangkal waktu dibilang itu surat cinta dan itu dari kamu."
Kali ini meledaklah tawa Dya hingga gadis itu memegangi perutnya. Astaga, bisa-bisanya Diaz berkamuflase begitu. Baginya hal itu sungguh lucu. Dasar besar kepala. Memangnya siapa yang memberi surat cinta?
"Kok malah ketawa, sih? Aku serius nanya. Kamu beneran suka sama Diaz?" sungut Aksa.
"Kamu mau tau apa isi kertas itu?" tanya Dya setelah tawanya reda.
"Apa memangnya?"
"Definisi playgirl yang aku cari dari kamus, internet, dan hasil tanya-tanya sama orang buat aku kasih ke Diaz karena dia bilang aku kayak playgirl. Tukang baperin cowok-cowok yang suka sama aku," jawab Dya dengan wajah polos.
"Serius dia bilang gitu ke kamu, Dy?" tanya Aksa tak percaya. Setahunya Diaz bukan tipe orang yang suka usil dengan kehidupan orang lain.
"Enggak, Sa. Aku lagi main-main. Ya aku seriuslah!" Dya berkata dengan wajah cemberut karena Aksa tidak percaya kepadanya.
Pemuda itu lalu tertunduk seraya mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Ia sudah mulai mengerti dengan apa yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dopamin Love
Teen FictionAnindya Milena dan Ardiaz Miryando selalu bersaing untuk menyandang predikat siswa terbaik di sekolahnya. Persaingan seolah manjadi dopamin yang membuat mereka ketagihan karena bagi keduanya, juara itu hanya ada satu. Segala macam cara mereka lakuk...