#28: Pelatihan

40 16 2
                                    

"Selalu ada kejutan yang tidak pernah kita duga. Mungkin dengan orang yang tidak pernah kita duga juga."

Boy Chandra


❤️❤️❤️


Semua siswa yang akan mengikuti acara Pekan Pers Majalah Teenlit sudah berkumpul di halaman depan sekolah. Mereka akan berangkat bersama menggunakan sebuah bus mini. Total peserta yang ikut dua puluh orang ditambah beberapa guru yang akan mendampingi mereka mengikuti kegiatan itu.

Sebagian peserta diambil dari ekskul majalah sekolah dan pengurus OSIS. Hanya beberapa siswa yang tidak mengikuti ekskul keduanya. Termasuk Dya.

Seharian ini mereka tidak akan mengikuti kegiatan belajar di sekolah, tetapi akan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan pekan pers yang diselenggarakan di gedung serba guna sebuah universitas swasta ternama ibukota.

"Kamu udah nyiapin bahan puisinya?" tanya Dya ketika melihat Aksa berjalan tidak jauh dari tempatnya.

"Udah," jawab Aksa seadanya seraya menggendong tas ranselnya di pundak.

"Apa judulnya? Kamu ambil tema tentang apa?" tanya Dya penasaran.

Sejak kejadian majalah sekolah dan pernyataan cinta epiknya di lapangan sekolah, mereka belum pernah mengobrol lagi. Aksa selalu terlihat menghindar. Dya membiarkan saja karena, toh, memang itu kan tujuannya.

Namun, kali ini Dya ingin sekali mengobrol dengan pemuda itu. Bagaimana pun juga ia masih merasa bersalah karena dengan tidak sengaja sudah menjebloskan Aksa dalam lomba itu.

Aksa mengambil lipatan kertas yang ada di saku baju seragam OSIS-nya. Ia menyerahkan kertas itu kepada Dya.

"Baca aja sendiri," ujarnya.

Mata Dya membesar ketika melihat deretan huruf itu. Apa-apaan, puisinya hanya berisi nama Dya sebanyak puluhan baris.

"Lagi kesambet apa kamu, Sa? Kenapa puisinya kayak gini? Nama aku semua lagi." Dya menatap Aksa dengan wajah melongo.

"Kamu 'kan tahu aku enggak bisa bikin puisi, Dy." Aksa memasukkan tangannya ke dalam saku celana seraya tersenyum manis.

"Kenapa kamu malah ngajuin diri buat gantiin aku?" tanya Dya keheranan.

"Emang kamu bisa buat puisi yang lebih bagus dari punyaku?"

"Paling enggak isinya bukan namaku aja, Sa."

"Ya udah, nanti aku tambahin nama Jonas, Dodi, Rudi, Ega, namaku sendiri juga. Oh, ketinggalan. Nama Diaz juga."

Ketika mengucapkan nama terakhir, raut wajah Aksa berubah. Intonasi bicaranya juga berbeda. Seketika suasana menjadi canggung. Keduanya berjalan dalam diam hingga tiba di depan bus yang akan mereka naiki.

"Sa, udah ada penjaganya. Ngapain Lo Pepet terus?" goda Amel ketika melewati mereka. Ia lebih dulu naik ke bus.

Aksa hanya menghembuskan napas sebelum ia mendahului Dya naik ke bus. Sementara Dya terlihat cemberut karena Aksa menjauhinya lagi. Di belakang Dya ada Diaz. Ia juga sempat mendengar ucapan Amel tadi.

Dya pun naik ke bus. Matanya memindai ke seluruh sudut bus untuk mencari kursi yang kosong, terutama yang di dekat jendela. Namun, kursi kosong dekat jendelanya sudah terisi semua kecuali kursi yang berada tepat di belakang sopir. Segera saja ia menduduki kursi itu. Tak lama, Diaz pun duduk di sebelahnya.

"Ngapain kamu duduk di sini?" tanya Dya dengan suara pelan.

"Kita kan punya hubungan spesial walaupun cuma kamuflase. Kamu lupa?"

[END] Dopamin LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang