"Buat musuh kelelahan sambil menghemat tenaga."
- Sun Tzu-
❤️❤️❤️
"Siapa yang kira-kira cocok untuk jadi ketua kelas?" tanya Bu Trias---wali kelas XII IPA 1---di depan kelas. Matanya sibuk menatap seisi kelas sementara tangannya sibuk menimang-nimang spidol.
"Jonas, Bu. Jonas!" celetuk Rudi dengan suaranya yang luar biasa melengking sampai Dhea yang duduk di bangku depannya harus menutup telinga.
"Eh, enggak woy! Gue masih punya amanah OSIS. Berat, berat," tolak Jonas seraya mendelik ke arah Rudi.
"Alesan aja lo, Jon!" ledek Rudi.
"Kenapa gak kamu aja ngajuin diri, Rud?" sindir Bu Trias seraya membenahi letak kacamatanya.
"Mampus lo! Weee." Jonas menjulurkan lidahnya ke arah Rudi dengan puas.
Bisa ditebak, setelahnya Rudi langsung bungkam. Namun, selang beberapa detik kemudian, suasana kelas menjadi gaduh. Berebutan menyebut kandidat pilihan masing-masing.
"Tolong yang mau ngomong angkat tangan dulu!" teriak Bu Trias yang suaranya tenggelam.
Suasana hening kembali karena teriakan Bu Trias. Namun, kembali menjadi riuh ketika mereka berebutan mengangkat tangan. Bu Trias langsung meringis sembari memegangi telinganya.
"Angkat tangan, satu-satu ngomongnya!" teriak Bu Trias lagi.
Kelas yang luar biasa, pikirnya. Kelas IPA, tetapi rasa IPS.
Mata Bu Trias terpaku ke arah Dya yang mengangkat tangannya tinggi-tinggi tanpa suara. Segera saja ia menginterupsi teriakan seisi kelas.
"Ya, Dya?"
"Saya mau ngusulin Diaz sebagai ketua kelas, Bu!" ujarnya lantang.
Suasana seketika menjadi hening. Semua mata tertuju ke arah bangku paling depan dan nomor tiga itu bergantian. Bu Trias pun melakukan hal yang sama.
Dya menurunkan tangannya lagi kemudian melirik ke arah Diaz yang sedang menatapnya tajam. Iya, ini memang pernyataan perang dingin Dya kepada pemuda itu setelah pembicaraan mereka di perpustakaan jam istirahat tadi.
Dengan membuat Diaz mengemban tugas di luar kegiatan belajar tentu akan memecah konsentrasinya. Pikirannya akan bercabang, tenaganya akan terkuras, waktunya akan terbagi. Ia tidak akan bisa fokus belajar. Itulah tujuan Dya mengajukan Diaz sebagai ketua kelas.
Seperti yang telah diketahui bersama, tugas ketua kelas itu lumayan banyak. Mengatur seisi kelas dengan berbagai rupanya. Belum lagi menjadi penyambung lidah antara para guru dan penghuni kelas. Belum lagi jika ada siswa yang bermasalah. Belum lagi jika ada guru yang berhalangan hadir. Belum lagi yang lain-lain. Membayangkannya saja membuat Dya bergidik ngeri.
"Wah, itu bagus, tuh!" celetuk Jonas. "Diaz kandidat yang cocok. Juara umum kita."
Kini giliran Jonas yang menerima tatapan tajam dari Diaz. Sementara Dya langsung tersenyum penuh kemenangan karena ada yang mendukung usulannya.
"Wah, bener juga. Udah Diaz aja. Cocok!" teriak Dhea dari bangku belakang.
"Iya, bener."
"Diaz, Diaz, Diaz."
"Go Diaz, go Diaz!"
"Diaz, aku padamu."
"Jangan galak-galak, ya, kalau jadi ketua kelas nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dopamin Love
Roman pour AdolescentsAnindya Milena dan Ardiaz Miryando selalu bersaing untuk menyandang predikat siswa terbaik di sekolahnya. Persaingan seolah manjadi dopamin yang membuat mereka ketagihan karena bagi keduanya, juara itu hanya ada satu. Segala macam cara mereka lakuk...