"Kakak beradik itu, ketika bersama tidak pernah akur. Ketika jauh, saling rindu."
Anonim
❤️❤️❤️
"Ngapain Kakak ke sini?" tanya Diaz begitu sudah berpapasan langsung dengan sang kakak di depan pos keamanan sekolah.
"Ya, ketemu kamulah."
"Kan nanti bisa sepulang aku sekolah. Kita ketemu di rumah."
"Kan Kakak udah bilang tadi, tiga jam lagi mau ikut Papa ke Manado. Ada meeting dengan investor baru di sana. Kamu, nih, enggak perhatian banget ada orang ngomong."
"Pulang dari sana, kan, bisa."
"Kamu gak seneng liat Kakak di sini? Padahal kita udah lama banget gak ketemu."
"Ya, enggak gitu juga."
"Udah banyak berubah, ya, gedungnya. Dulu waktu Kakak sekolah, pohon itu masih kecil banget. Baru aja ditanem," tunjuk Rion ke sebuah pohon pinus di salah satu sudut halaman depan sekolah.
"Ya, kan Kakak lulusnya udah bertahun-tahun yang lalu. Udah pasti banyak yang berubah."
"Terus, mana dia?"
Dahi Diaz berkerut keheranan. Dia siapa? Sejenak tadi, ia sempat berpikir kalau orang yang dimaksud kakaknya adalah Dya. Namun, ia berpikir lagi tidak mungkin gadis itu. Sang kakak tidak mengenalnya.
"Dia siapa?" tanya Diaz keheranan seraya membetulkan letak kacamatanya.
"Cewek itu. Yang di majalah sekolah."
Diaz tercengang. Cepat sekali berita itu sampai ke telinga sang kakak yang berada jauh di seberang benua. Hebat sekali pikirnya.
"Dari mana Kakak tau?"
"Kamu lupa, kalau Kakak perintis majalah sekolah? Segala aktivitas dan majalah keluaran terbaru, bisa Kakak pantau dari group alumni."
Benar juga. Diaz hampir lupa kalau kakaknya itu yang menjadi penggagas adanya majalah sekolah.
"Kayaknya Kakak terlalu sibuk, deh, buat cari tahu tentang kehidupanku."
Diaz tak ingin banyak berbasa-basi. Lagipula, semua itu hanya kamuflase. Kenapa jadi terkesan serius begitu? Untuk apa juga kakaknya ingin tahu. Sepemahamannya, sang kakak bukanlah orang yang terlalu peduli pada hidupnya. Apalagi sebelumnya hubungan mereka memang tidak begitu akrab walaupun tidak seburuk seperti hubungannya dengan sang ayah.
"Cuma penasaran aja, loh. Soalnya baru kali ini papa cerita tentang kamu panjang lebar. Cuma gara-gara masalah ini."
Diaz tertegun. Hal yang mengherankan memang jika sang papa sampai membahas tentang dirinya yang selama ini selalu disembunyikan keberadaannya. Namun, Diaz berusaha untuk berpikir positif jika sang papa sebenarnya sayang kepadanya, hanya dengan cara yang berbeda. Cara yang tidak biasa dan tidak dapat dipahami oleh orang kebanyakan.
"Papa cerita juga soal itu?" tanya Diaz seraya duduk di semen pembatas taman halaman depan sekolah yang memanjang dari ujung kanan ke ujung kiri. Rion pun melakukan hal yang sama.
"Iya. Papa mencak-mencak di telepon. Coba bayangin, udah lama enggak nelepon karena sibuk, begitu nelepon marah-marah. Soal kamu yang lagi tergila-gila sama cewek."
"Ah, itu mah, papa aja yang berlebihan. Kayak enggak pernah muda aja," gerutu Diaz.
"Jadi, gak mau ngenalin ke Kakak orangnya? Udah jauh-jauh ke sini juga," gerutu Rion seraya bangkit dari duduknya. Kepalanya celingukan ke bagian dalam sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dopamin Love
Teen FictionAnindya Milena dan Ardiaz Miryando selalu bersaing untuk menyandang predikat siswa terbaik di sekolahnya. Persaingan seolah manjadi dopamin yang membuat mereka ketagihan karena bagi keduanya, juara itu hanya ada satu. Segala macam cara mereka lakuk...