#21: Aksa Si Penyelamat

51 21 0
                                    

"Keunggulan tertinggi adalah dengan menghancurkan perlawanan musuh tanpa pertempuran."

---Sun Tzu---

❤️❤️❤️


Siang itu terjadi kehebohan usai daftar siswa yang akan mengikuti acara pekan pers Majalah Teenlit diumumkan. Pasalnya nama Dya tidak tertera sebagai peserta pelatihan kepenulisan dan jurnalistik, tetapi ada di daftar peserta lomba puisi. Padahal waktu seleksi pekan lalu, Bu Indar sendiri yang memilihnya untuk jadi peserta pelatihan.

Beberapa orang mulai berkasak-kusuk di belakang. Kabar jika Dya lolos seleksi sebagai peserta pelatihan sudah tersebar sejak pekan lalu. Namun, yang terjadi kemudian sungguh diluar dugaan. Beberapa orang menganggap Dya sudah tidak dipercaya lagi untuk mewakili sekolah. Apalagi sudah beredar juga kabar soal Dya yang tidak menjalankan tugasnya sebagai perangkat kelas di awal tahun ajaran tempo hari. Beberapa lagi ada yang beranggapan jika Dya ketahuan berbuat curang sehingga didiskualifikasi.

"Ga, kamu saksinya kan waktu itu aku lolos seleksi? Bahkan Bu Indar sendiri yang kasih tahu aku perihal hasilnya waktu selesai jam pelajaran Bahasa Indonesia," ujar Dya sedikit tidak terima.

Bagaimana rasanya jika semua orang sudah tahu ia terpilih, lalu keputusan tiba-tiba berubah secara sepihak? Selain sangat kecewa, Dya juga merasa malu. Seolah citra dirinya selama ini dipertaruhkan.

Bukannya Dya menganggap remeh lomba puisi, tetapi memang ia tidak terlalu berminat di bidang sastra. Ia lebih berminat dengan dunia kepenulisan secara umum seperti jurnalistik yang ditekuni oleh sang mama selama ini.

"I-iya. Tapi, kok, nama kamu bisa pindah tempat?" tanya Ega dengan wajah keheranan.

Dya celingukan melihat tatapan sekitar kepadanya. Rasanya seperti dihakimi dan ia merasa tidak nyaman.

"Ini pasti ada kesalahan," ujar Dya seraya beranjak pergi.

"Dy, kamu mau ke mana?" tanya Ega bingung.

"Mau minta penjelasan sama majalah sekolah kenapa namaku bisa enggak masuk dalam daftar peserta pelatihan. Siapa tahu aja mereka yang keliru makanya namaku enggak masuk," jawab Dya tanpa menghentikan langkahnya.

"Tapi, Dy. Yang buat daftar itu Bu Indar sendiri, bukan majalah sekolah. Kami cuma urus proposal, pasang pengumuman lomba dan mendata siapa yang mau ikut seleksi untuk berpartisipasi. Daftar nama itu udah di luar tanggung jawab kami karena Bu Indar sendiri yang mengurus semuanya." Ega menjelaskan.

"Bu Indar?" tanya Dya tak percaya.

"Ga, kamu denger sendiri kan waktu itu Bu Indar yang kasih tahu kalau aku lolos seleksi peserta pelatihan? Gak mungkin beliau mengubah keputusan tanpa konfirmasi apa-apa."

"Aku, enggak tahu soal itu, Dy."

Dya menghela napasnya kemudian berbalik arah ke ruang guru. Tadinya ia hendak ke ruang ekskul majalah sekolah yang selalu ramai di jam istirahat begitu. Namun, mendengar penuturan Ega tadi, Dya memutuskan untuk pergi menemui Bu Indar di ruang guru.

Saat tiba di pintu ruang guru, ia berpapasan dengan Diaz. Mereka sempat saling bertatapan sejenak sebelum Dya memalingkan wajahnya. Melihat Diaz saat itu membuat emosi semakin naik saja. Pasalnya ada nama pemuda itu di daftar peserta pelatihan.

Setelah melirik sebentar ke arah Dya yang berlalu di hadapannya, Diaz membenahi letak kacamatanya seraya tersenyum simpul. Satu rencana sudah berhasil membuat sang rival terjebak dalam permainannya.

❤️❤️❤️


"Diaz yang bilang begitu, Bu?" tanya Dya tak percaya ketika guru Bahasa Indonesianya itu menjelaskan perihal namanya yang tiba-tiba berubah menjadi peserta lomba puisi.

[END] Dopamin LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang