"Luka paling sakit adalah ketika kamu dilukai oleh seseorang yang kamu kira tidak akan melukaimu."
Anonim
❤️❤️❤️
Dya berjalan di belakang Diaz dalam diam. Sesekali menunduk, sesekali menatap punggung tegap pemuda itu dengan penuh tanda tanya di dalam benak.
Bagaimana kabar dirinya?
Sekacau apa kondisi hatinya?
Sehancur apa perasaannya?Lalu Dya akan tertunduk lagi membayangkan luka batin yang dialami oleh Diaz.
Mereka tiba di lorong ruang laboratorium yang sepi saat jam pulang sekolah. Diaz sengaja mengajak Dya untuk berbicara empat mata. Dya tahu apa yang akan mereka bahas. Gadis itu pun sudah menyiapkan hatinya untuk menerima segala tuduhan.
"Jadi, begini cara kamu hancurin aku, Dy?" tanya Diaz dengan suara berat dan dalamnya. Membuat bulu kuduk Dya meremang seketika.
"Ini di luar kuasa aku, Yaz." Dya berusaha menjelaskan. Namun, Diaz seolah tak peduli. Ia bahkan berteriak-teriak seraya menuding wajah Dya. Pemuda itu seperti bukan Diaz yang Dya kenal.
"Kamu boleh hancurin aku dengan apa pun. Kamu boleh rebut predikat juara satu angkatan. Kamu nyatain cinta di lapangan sekolah juga, it's oke. Bahkan sampai papaku tahu soal itu aku pun enggak masalah. Apa pun, Dy. Apa pun! Tapi, kenapa kamu pakai cara yang satu ini? Kamu picik banget, Dy! Aku pikir kamu beneran manusia cerdas yang bisa pakai otaknya untuk berpikir logis dan rasional. Tapi, ternyata aku salah!"
"Yaz, dengerin dulu!" balas Dya dengan suara yang agak keras.
"Apa lagi? Mau menyangkal? Memangnya kamu pikir aku ini bodoh? Cuma kamu di sekolah ini yang tau soal aku anak selingkuhan papaku. Enggak ada lagi yang lain, Dy!"
"Ada, Yaz! Ada!" Kali ini Dya sudah berteriak untuk memotong kalimat Diaz.
"Siapa, Dy? Enggak ada yang tahu rahasiaku yang satu ini kecuali kamu!"
"Aku juga enggak tahu siapa yang nyebarin. Aku lagi berusaha cari tahu dan ternyata aku kalah cepet dari mereka."
"Lagi berusaha cari tahu?" tanya Diaz dengan mata yang berkaca. Pemuda itu sungguh terlihat kacau.
"Iya. Aku udah tau informasi ini bocor sebelum majalah sekolah terbit," jawab Dya lirih. Ia jadi merasa bersalah. Seharusnya ia memberitahu Diaz lebih dulu, tetapi ia memilih untuk diam dan berusaha menyelesaikan semuanya seorang diri. Tanpa sadar kalau masalah itu adalah masalahnya Diaz.
"Dan kamu enggak kasih tahu aku apa-apa soal itu? Kamu biarin aja mereka? Keterlaluan kamu, Dy."
Dya sudah tahu dan sudah terbiasa dengan mulut ketus Diaz sejak pertama kali mereka berada di kelas yang sama. Namun, baru kali ini ia merasa sakit sedalam-dalamnya karena perkataan Diaz.
"Yaz, aku cuma enggak mau kamu sedih. Makanya aku enggak kasih tahu. Lagipula, aku enggak tahu bakalan masuk ke majalah sekolah kayak gini, walaupun aku sempet khawatir hal itu bakalan terjadi. Padahal aku udah coba larang mereka untuk gak ekspos itu, tapi kenyataannya ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dopamin Love
Roman pour AdolescentsAnindya Milena dan Ardiaz Miryando selalu bersaing untuk menyandang predikat siswa terbaik di sekolahnya. Persaingan seolah manjadi dopamin yang membuat mereka ketagihan karena bagi keduanya, juara itu hanya ada satu. Segala macam cara mereka lakuk...