#11: Labirin Friendzone

198 66 38
                                    

"Tidak ada persahabatan antara pria dan wanita yang benar-benar murni.
Karena fitrah dengan lawan jenis adalah saling menyukai."

❤️❤️❤️


Sejak mendapat informasi dari Ega tentang Diaz, Dya merasa gelisah selama beberapa hari belakangan ini. Jelas ada sesuatu yang merasa terusik di dalam dirinya. Rasanya seperti tidak terima.

Ketika sang mama pergi, ia bahkan berhenti uring-uringan dan lebih banyak diam. Ia bahkan sampai lupa sudah berapa hari mamanya pergi dan tidak ingat kapan mamanya akan kembali.

Di dalam kelas, ketika pelajaran sedang berlangsung pun, secara tidak sengaja ia sering mencuri pandang ke arah punggung Diaz sambil bertanya-tanya dalam hati. Suka? Di balik sikapnya yang dingin itu? Bagaimana bisa? Semuanya terasa tidak masuk akal di otak Dya yang selalu berpikir logis itu.

Setiap kali teringat akan hal itu rasanya seperti ada yang berjungkat-jungkit di dalam perut sana. Terasa tidak nyaman dan kadang membuat sebal.

Seperti yang terjadi siang itu, saat Dya sedang makan di kantin sekolah bersama Aksa. Tiba-tiba ia melihat Diaz datang di pintu kantin sekolah. Jantungnya langsung bereaksi dengan berlebihan. Apalagi saat secara tidak sengaja tatapan mereka bertemu. Bukannya langsung mengalihkan pandangan, Dya justru terpaku pada sosok itu. Seolah ada sihir tak kasat mata yang sedang menaungi kesadarannya.

Sebuah lambaian tangan di depan wajahnya berhasil membawa kembali kesadarannya. Ia pun tersadar dan segera merutuki dirinya sendiri.

Astaga, dirinya kenapa, sih?

"Dy, Dy?!" tegur Aksa seraya terus melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Dya. Pemuda itu sedikit kesal karena pertanyaannya tak diacuhkan oleh gadis itu.

Alih-alih menjawab, Dya malah terdiam dengan tatapan mata kosong menatap ke arah pintu masuk kantin. Ini bukan pertama kalinya di Minggu ini Aksa menemukan Dya sering bengong begitu.

"Eh, iya? Kenapa?" tanya Dya gelagapan. Ia segera menyeruput es jeruknya untuk menghilangkan kegugupan.

"Seharusnya aku yang tanya kamu kenapa? Akhir-akhir ini aku makin sering nemuin kamu lagi bengong. Kamu sedih karena mama kamu belum pulang?" tanya Aksa kemudian menghela napas.

"Eh, enggak, kok. Aku enggak lagi mikirin mama. Emang kamu tanya apa tadi?" tanya Dya kembali memusatkan atensinya kepada pemuda yang duduk di hadapannya itu. Walaupun sudut matanya masih sempat menangkap Diaz berlalu dengan dua bungkus roti isi abon dan sekotak susu yang dibelinya.

Pemuda itu memang jarang terlihat makan di kantin. Ia lebih suka menyendiri di dalam kelas sembari membaca buku dan menikmati makanan yang ia beli itu. Paling tidak itulah hasil pengamatan sementara Dya beberapa hari belakangan ini.

"Kapan mama kamu pulang dari luar kota? Kata kamu tempo hari kamu cuma berdua sama Mbak Ivy di rumah." Aksa mengulangi lagi pertanyaannya.

"Oh, hm, hari ini kayaknya pulang," jawab Dya ragu. Ia benar-benar lupa kapan mamanya pulang akibat belakangan ini otaknya dipenuhi oleh makhluk adam bernama Diaz.

"Kalau kamu kesepian, kasih tau aku. Aku bisa nemenin kamu seenggaknya sampe hari gelap. Kita bisa ngerjain PR bareng atau diskusi bareng soal pelajaran."

[END] Dopamin LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang