09

10.4K 597 1
                                    

Dengan diam-diam Ella memasuki ruangan Aldian. Sebenarnya dia sudah memiliki akses dan izin masuk dari Daffin, tapi tidak dengan penjagaan ketat oleh keluarga paman Aldian. Pria kejam yang sudah mereka curigai sejak lama.

Para pengawal sering berjaga di depan ruangan itu untuk beberapa waktu tertentu. Ini yang membuat Ella sedikit curiga.

"Aku tidak mengerti kenapa kamu masih belum sadar." gumam Ella saat melakukan pemeriksaan.

"Ini aneh." ujarnya lagi.

"Aku tidak tahu apa yang mereka suntikkan, tapi tolong percaya jika mereka dengan sengaja melakukan hal itu padaku." ucap roh Aldian.

Ella menatap wujud tidak tersentuh itu, lalu menatap tubuh yang terbaring tak berdaya di depannya. "Aku punya ide, kita tidak boleh bertindak jauh tanpa bukti."

Ella terdiam sejenak dan mengamati kembali pasien koma itu, dan tersadar saat seseorang masuk.

"Siapa kamu?" Seorang pria bertubuh besar menghampiri Ella, pria itu adalah sepupu Aldian yang bernama Ghio.

"Aku dokter di sini, Ella Chesa. Aku juga teman Dian." jawab Ella. Dia menatap Ghio, tonjolan di balik jasnya menandakan jika pria itu membawa senjata api. Rasa takut menyelimuti dirinya, tapi dia adalah Ella. Takutnya akan terkalahkan oleh sikapnya yang keras kepala dan kesabaran setipis tissue, ditambah dia sudah sering melihat makhluk tak kasat mata.

"Dan kamu bukan dokter yang biasanya melakukan pemeriksaan." selidik Ghio. Matanya tajam seolah-olah ingin membunuh.

Ella melipat tangannya dan membalas tatapan itu. "Sudah kubilang jika aku temannya, bukan?"

Ghio menatap tajam wanita pemberani itu. Dia sadar jika Ella mengamatinya dengan teliti. "Melihat ketenangan mu, sepertinya kamu memang dekat dengan pria brengsek itu." ujarnya seraya langsung duduk di sofa.

Ella menoleh ke roh Aldian dan mengangkat alisnya tidak mengerti, Adian hanya menggeleng.

"Aku jadi ragu siapa yang sebenarnya brengsek disini." batinnya.

"Aku sepupu Aldian, namaku Ghio." ucap Ghio.

"Pria itu brengsek, Ella. Jangan dekat dengannya!" ucap Aldian memperingati.

"Oh, hay!" balas Ella pada sapaan Ghio.

"Jadi bagaimana kamu mengenal dia? Maksudku pria itu memang selalu bermain dengan banyak wanita, aku hanya ingin tahu apa dia membangun komitmen dengan mu sampai-sampai kamu bisa memasuki ruangan yang dijaga ketat ini." ujar Ghio seraya mencari sesuatu di saku celananya.

"Dasar brengsek!" kesal Aldian.

"Kami berteman karena sebuah kejadian, anggap saja begitu." jawab Ella.

"Bisakah kamu tidak merokok di sini? Jika kamu ingin mati cepat, setidaknya jangan buat orang disekitar mu tersiksa." ujar Ella.

Ghio menyeringai. Dia menghisap cerutunya dan menghembuskannya sehingga menghasilkan asap mengepul, kemudian mematikan rokoknya. Dia tidak pernah patuh pada siapapun, wanita itu menarik perhatiannya.

"Duduklah, aku ingin mengobrol lebih dekat." ucapnya.

"Maaf, aku tidak bisa. Aku sibuk." tolak Ella.

"Permisi, aku keluar dulu. Cepat sembuh, Aldian." ujarnya dan melengkang pergi.

"Sebaiknya dia tidak masuk dalam masalah ini." gumam Ghio sembari menatap tubuh lemah Aldian.

Ella keluar dari lift dan tidak sengaja menabrak Evans kakaknya.

"Kak Evans! Aku merindukanmu!" pekiknya langsung memeluk erat tubuh kakaknya.

"Kamu merindukan ku?" tanya Evans terkekeh gemas.

"Tentu saja tidak." Ella menyanggah dan langsung mendorong kakaknya itu.

Evans mengangguk. "Jadi bagaimana kabar mu? Apa semua baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja." jawab Ella sembari menunjukkan senyuman manisnya.

"Kabar keluarga kecilmu?"

"Kami baik-baik saja." jawab Ella lagi.

"Rasanya masih tidak percaya jika adikku yang sangat manja ini sudah menikah." ucap Evans terharu dan memeluk Ella. Dia ingat betul jika Ella selalu saja mengganggunya dengan alasan bosan dan tidak tahu harus apa.

Ella mendorong kakaknya dan ingin memukulnya, Evans menangkisnya dan memutar tubuh Ella kemudian memeluknya. Begitulah kakak adik yang bagai minyak dan air itu setiap berjumpa.

"Dia adalah orang yang tepat untukmu, semoga pernikahan kalian bahagia sampai maut memisahkan." ucap Evans membuat Ella hanya bisa mengangguk.

"Tapi kenapa kakak di sini?" tanya Ella saat sang kakak sudah melepas pelukannya.

"Aku ada rapat besar, ku putuskan untuk menyapa mu sebelum pulang." jawab Evans. "Haruskah kita makan di luar?" tanya Evans dan adiknya mengangguk cepat.

"Satu jam lagi, bisa menunggu dulu?" tanya Ella dan Evans mengangguk.

"Baiklah, akan ku tunggu di luar. Izin dulu sama Daffin." jawabnya.

Ella mengangguk dan meninggalkan kakaknya.

Tidak jauh dari pandangan Evans, dia bertemu dengan Daffin yang sibuk membawa berkas.

Daffin menatap Ella dan langsung mencium keningnya, dia sadar keberadaan Evans yang menatap mereka.

"Maaf," ujarnya pada wanita yang langsung mematung karena perbuatannya itu.

Daffin pun menghampiri Evans yang melambai, mereka langsung mengobrol akrab.

Sementara itu Ella masih sulit untuk menyerna perbuatan Daffin yang terlalu berani itu. Wajahnya memerah dan jantungnya berdebar tak karuan.

"Pria brengsek!" umpatnya seraya pergi dengan buru-buru, seluruh mata tertuju padanya saat ini. Bagaimana tidak? Daffin tanpa aba-aba menciumnya di depan umum.

Close Your Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang