40

8.2K 491 2
                                    

Ella menatap Daffin yang berlalu dan langsung masuk ke lift. Pria itu sangat sibuk setelah trip mereka kemarin.

"Ella!" panggil Hana membuat Ella terkejut.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Hana menggandeng tangan sahabatnya itu.

"Mm, soal kemampuan ku." gumam Ella.

"Apa? Kita bicarakan sambil makan siang saja." ajak Hana. Dia memutuskan mengajak wanita itu mengobrol di kantin saja.

Mereka pun duduk di kantin seraya menikmati makan siangnya.

"Apa yang ingin kamu katakan tadi?" tanya Hana mengingatkan.

"Daffin sudah tahu tentang kemampuan ku," ucap Ella pelan tanpa menoleh.

"Benarkah? Itu bagus! Lantas kenapa kamu terlihat sedih? Apa dokter Daffin tidak percaya?" respon Hana bersemangat.

Ella menggeleng pelan. "Dia sudah tahu sejak lama, dan bukan aku yang memberitahunya." ujar Ella.

"Apa?" pekik Hana. "Jadi siapa?" tanyanya serius.

"Daffin bilang dia selalu mengawasi ku, dan dia semakin yakin saat nenek Arumi bercerita padanya sebelum kami pulang dari Niskalawi. Dia selalu mengawasi ku dari jauh dan tidak jarang melihatku mengobrol dengan mereka." jawab Ella. Dia mengacak-acak rambutnya dan menutup wajahnya kesal.

"Aku tidak tahu jika dia menunggu ku untuk jujur." gumamnya frustasi.

Hana mengangguk-angguk. "Sungguh aku tidak tahu harus apa, Ella. Sudah kubilang untuk jujur sebelumnya, kan? Sekarang begini, apa dokter Daffin ada masalah dengan kemampuan mu itu?" kata Hana dan wanita di depannya menggeleng pelan.

Hana mengerutkan keningnya. "Terus masalahnya dimana?" tanya Hana.

"Dia biasanya memelukku jika tidur, dia bahkan membelakangi ku semalam." cicit Ella membuat Hana tertawa terbahak-bahak.

"Jangan tertawa begitu!" kesal Ella.

"Mungkin saja suamimu sedang lelah. Kalian kan baru pulang semalam?" kekeh Hana.

"Kamu harus tahu jika dia tidak pernah melepaskan ku walau sedang lelah sekalipun, bahkan dalam tidurnya dia tidak pernah melepaskan pelukannya!" ucap Ella.

"Minta maaf, lah. Mungkin dokter Daffin memang menunggu mu jujur." ujar Hana setelah tawanya reda.

"Dokter Daffin!" bisik Hana pada Ella.

Ella menoleh dan melihat Daffin yang datang bersama Adrian. Daffin duduk di samping Ella dan membalas tatapan Ella.

"Ada apa? Masih lapar?" tanya Daffin lembut pada istrinya.

Hana menatap Ella yang menggeleng, sahabatnya itu pasti berbohong. Dokter Daffin tidak terlihat marah atau kesal, justru terlihat sangat lembut padanya. Marah dari mana?

"Dokter Ella, bukan?" tanya seorang siswa SMA menghampiri mereka.

Ella menoleh dan mengangguk. "Iya, ada apa?" tanya Ella ramah.

"Mm... ini untuk anda." Siswa itu memberikan sekuntum mawar pada Ella. "Terimakasih sudah menyembuhkan ibu ku." ucapnya malu-malu.

"Sama-sama, itu memang tugas dokter. Kamu sangat manis." balas Ella dengan senang hati menerima bunga itu.

"Terimakasih sudah memberinya bunga, tapi kamu harus tahu jika dia sudah menikah. Dan wanita ini adalah istri ku," ucap Daffin dingin seraya meraih tangan Ella.

"Dia memberinya sebagai tanda terimakasih, kan? Apa yang salah?" busik Ella pada suaminya.

"Tidak apa-apa. Belajar lah yang giat dan jaga ibumu dengan baik." ucap Ella ramah pada siswa itu.

Siswa itu tersenyum manis dan pamit pergi.

"Dia sangat menggemaskan." kata Ella seraya mencium mawar itu.

"Aku mengerti sekarang. Dokter Daffin kecewa karena Ella terlalu ramah pada semua orang tanpa menjaga perasaannya." kekeh Hana pada Adrian. Pria disampingnya yang mengerti kemana arah pembicaraan wanita itu mengangguk.

--o0o--

Ella menatap punggung Daffin yang menaiki tangga di depannya.

"Daffin? Apa kamu marah padaku?" tanya Ella pelan menghentikan langkah suaminya itu.

Daffin berbalik dan menggendong Ella. "Kenapa kamu berpikir begitu?" ucap Daffin lembut.

Ella semakin menunduk. "Kamu terlihat kesal dan kecewa," gumam Ella.

Daffin menurunkan Ella saat mereka tiba di kamar. "Apa aku terlihat begitu? Menurut mu kenapa?" tanya Daffin.

Ella menengadah menatap pria tinggi itu. "Apa kamu percaya aku bisa melihat hantu? Kamu kecewa karena aku tidak jujur lebih awal, kan?" kata Ella.

Daffin mengangguk dan menunggu wanita itu melanjutkan perkataannya.

"Aku bisa melihat mereka, dan dulunya aku juga tidak bisa menyentuh mu. Cincin ini yang menolongku, itu alasannya mengapa aku tidak pernah melepaskan ini. Seperti yang sudah kamu tahu dari nenek Arumi, semua itu benar." ucap Ella pelan.

Daffin mengangguk lagi.

"Aku takut kamu membenciku dan menganggap ku gila." lirih Ella menundukkan kepalanya.

"Tidak, tidak! Itu bakat, siapa yang akan menganggap mu gila?" balas Daffin.

"Lihat aku," ujar Daffin lembut. Ella mengangkat kepalanya dan menatap Daffin.

"Hari-hari mu pasti sangat melelahkan. Aku tidak marah atau kesal padamu, aku hanya menunggu mu jujur." Ucap Daffin.

"Maaf membuatmu kecewa, Daffin." gumam wanita itu.

"Tidak apa-apa, sayang. Aku mengerti." Daffin langsung memeluk erat tubuh istrinya. Wanita itu menghela nafas lega membuatnya ikut merasa tenang.

Close Your Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang