35

8.8K 537 8
                                    

Ella menatap Daffin yang memijat pergelangan kakinya. Dia terjatuh dari tangga sore tadi karena ceroboh.

"Kamu terlihat khawatir. Padahal aku tidak akan mati jika hanya terjatuh dari tangga saja. Kamu harus tahu bahwa aku punya banyak nyawa." ucap Ella.

"Diamlah!" kesal Daffin dingin seraya mengolesi krim ke kaki Ella yang memerah itu. Sebenarnya Ella memang tidak apa-apa, tapi Daffin bertindak berlebihan.

Ella menatap suaminya yang serius itu. Dia terkejut dengan respon Daffin yang memarahi para pelayan karena tidak langsung mengeringkan lantai dengan benar tadi. Dia menaruh harapan besar pada perhatian Daffin itu.

"Daffin?" panggil Ella lembut membuat pria itu menoleh. "Kakiku tidak sakit lagi, terimakasih." ujar Ella.

Daffin diam dan langsung pergi ke kamar mandi.

"Apa yang terjadi padanya?" batin Ella menatap pria itu.

Setelah beberapa saat, Daffin keluar dari kamar mandi. "Ingin memakan sesuatu? Akan ku masakkan untukmu." katanya pada istrinya yang sedang memainkan ponselnya.

Ella terdiam dan menatap Daffin. Dia berpikir sejenak sebelum berkata, "emm... bisakah aku memelukmu?" Dia tidak tahu kenapa mulutnya berani berkata seperti itu.

Daffin menatap Ella dan mengangguk. Dia meraih Ella dan memeluknya dengan erat.

"Sudah. Aku hanya ingin memakan salad buah." ucap Ella melepaskan pelukannya, namun suaminya masih setia memeluknya.

"Daffin? Sudah, lepaskan aku sekarang." ucap Ella. Dia mendorong pelan tubuh suaminya itu.

"Daffin?" Ella menatap suaminya dengan serius.

"Can i kiss you?" tanya Daffin tiba-tiba.

Ella melotot dan menggeleng cepat. "Tidak, aku tidak mau!"

"Oke." Daffin langsung mencium bibir Ella sekilas lalu menatap istrinya.

"Aku bilang tidak, Daffin!"

Daffin tersenyum tipis. "Tidak, berarti aku bisa mencium, iya, berarti aku bisa menciumi mu lebih." ucap Daffin tanpa rasa bersalah.

"Dasar psikopat!" umpat Ella.

Daffin tertawa kecil. "Maaf, sayang. Aku bercanda. Tapi jangan menolak jika aku meminta cium, oke?" ucap Daffin terdengar lembut.

"Tidak! Aku tidak mau!"

Daffin mendekatkan wajahnya pada wanita itu. "Kenapa? Kamu juga menikmatinya." ucap Daffin membuat Ella salah tingkah.

"Aku akan membuat salad buahnya, kamu mau buah apa?" tanya Daffin. Ella nampak membuang pandangan karena tidak tahan ditatap lekat seperti itu.

"Mangga di taman belakang sudah berbuah, aku mau mangga itu dan dua jenis mangga lainnya. Membandingkan rasa dan menikmatinya sekaligus pasti menyenangkan." jawab Ella setelah diam sejenak.

"Bahkan sedang tidak hamil saja permintaan mu aneh, apalagi jika aku sudah mengisi rahimmu nanti?" ujar Daffin mencium pucuk kepala istrinya.

Ella terdiam seribu bahasa. Matanya membulat sempurna dengan jantungnya yang dipacu tidak karuan.

"Tenanglah, aku tidak akan melakukannya jika kamu tidak memberi izin." ucap Daffin. "Kecuali jika..."

"Diamlah, Daffin!" potong Ella membuat Daffin tersenyum miring.

Tiga puluh menit berlalu.

Ella menoleh pada Daffin yang datang dengan sekotak salad buah.

"Itu terlihat enak." ucap Ella semangat. Dia mencoba meraih kotak itu, namun suaminya menjauhkannya.

"Cium aku baru kamu bisa memakannya," ujar Daffin.

Ella langsung mencium pipi Daffin dan mengambil kotak itu. Dia begitu tergiur dengan makanan itu sampai tidak sempat memikirkan perbuatannya.

"Mm, enak! Dari mana mangga yang segar dan asam ini? Rasanya menjadi lebih enak." tanya Ella.

"Dari belakang," jawab Daffin.

Ella menatap suaminya. "Kenapa bisa asam? Pohonnya terlihat sehat." gumam Ella.

"Mangganya asam karena manisnya sudah sama kamu semua." Ujar Daffin.

Ella tersedak dan menatap Daffin. Apa pria dingin itu baru saja menggodanya?

"Kenapa? Kamu tidak suka? Kalau begitu kamu gatal seperti ulat bulu." ujar Daffin membalas tatapan istrinya.

"Apa? Sejak kapan aku menggatal seperti ulat bulu?" kesal Ella tidak terima. Ayolah, siapa yang akan terima jika disamakan dengan binatang bernama ulat dengan bulu yang gatal itu?

Daffin menaikkan tali piyama istrinya yang melorot itu. "Sejak tiba-tiba tidur bersama ku dulu. Kamu selalu saja menarik perhatian bahkan tanpa melakukan apapun. Dan apa ini?" ujar Daffin menatap istrinya.

"Dasar! Awas saja jika kamu melakukan itu padaku! Ingat kita menikah karena apa?" ucap Ella tegas.

"Maaf, aku tidak ingat." ujar Daffin. Dia pun mengecup bahu Ella.

Ella menatap Daffin serius karena perbuatan dan perkataan suaminya itu.

"Kenapa? Kamu pikir aku akan melepaskan mu begitu saja?" tanya Daffin.

"Apa?" Ella kebingungan.

"Maaf, Ella. Tapi kamu perlu tahu jika sebenarnya aku adalah pria egois. Aku tidak akan melepaskan sesuatu yang sudah menjadi milikku." ucap Daffin.

Ella mengerutkan alisnya dan semakin melotot. "Sejak kapan aku milikmu?"

"Sejak kita menikah." jawab Daffin cepat.

"Baiklah, Daffin. Pertunjukan yang bagu," ujar Ella menggeleng seraya melanjutkan makannya.

Daffin tersenyum menatap Ella. Setidaknya dia sudah mengatakan itu, dia tidak akan melepaskan Ella.

"Ella, aku mau juga." ucap Daffin.

  Ella pun menyuap suaminya.  "Dunia harus tahu Daffin William yang arogan dan dingin ini sebenarnya seperti apa," kekeh Ella.

"Mereka tidak perlu tahu, cukup kamu yang tahu." kata Daffin. Dia membuka mulutnya menunggu suapan selanjutnya.

"Apa kamu berpikir aku orang yang baik?" tanya Ella kemudian. Dia kembali memakan saladnya lalu menatap pria itu.

"Kamu bukan orang baik menurut ku. Orang yang baik adalah orang yang peduli pada dirinya sendiri sebelum orang lain." jawab Daffin seraya menyeka bibir Ella.

"Tahu apa kamu tentang ku?" tanya Ella menatap suaminya dengan serius.

"Apa yang tidak ku tahu tentang mu?" tanya Daffin balik.

Ella tersenyum dan menggeleng. Pria itu tidak sungguh-sungguh tahu tentang dirinya.

Close Your Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang