33

8.7K 512 2
                                    

"Pagi, sayang." sapa Fina pada anak dan menantunya.

"Mama pagi-pagi begini sedang apa?" tanya Daffin.

"Aku tidak boleh berkunjung ke rumah anakku? Baiklah jika itu mau mu, Daffin. Aku akan berkunjung ke rumah menantuku saja!" ujar Fina membuat Ella hanya bisa mengulum senyum.

"Kalian pasti kelelahan, aku membawa makanan. Kemari," ucapnya.

Ella dan Daffin menatap semua makanan yang tersedia itu.

"Ini adalah makanan dengan rempah alami yang bagus untuk program hamil. Selain itu makanan sehat dan enak akan membuat mood baik, kamu menyukainya, Ella sayang?" kata Fina dan Ella mengangguk.

"Mama mau berapa? Ini Daffin dan Ella lagi berusaha." ucap Daffin santai. Ella langsung mencubit perut Daffin sampai pria itu meringis.

"Sebenarnya mama mau banyak. Tapi itu terserah kalian, terserah pada Ella juga," jawab Fina tersenyum manis.

"Ayo makan, sayang. Mama juga sudah menyiapkan jus kiwi untuk mu. Para pelayan bilang, kamu sangat suka dengan makanan pedas, kurangi, ya? Mama tidak mau menantu kesayangan mama sakit perut. Mama mau Ella bahagia selamanya dengan Daffin." ucap Fina.

"I-iya, ma.  Maaf ya Ella buat mama khawatir, Ella akan makan dan minum sehat mulai hari ini." ucap Ella dan memeluk mertuanya. Dia selalu diperlakukan baik oleh keluarga suaminya.

"Ma! Dia istriku, lepaskan." ucap Daffin dingin.

"Apa kamu cemburu pada mamamu sendiri, Daffin?" tanya Fina tidak mau melepaskan pelukannya pada Ella.

"Daffin cemburu? Apa dia hanya sedang berakting?" batin Ella.

"Ma! Lepaskan Ella!" pinta Daffin melepaskan tangan Fina dan langsung memeluk istrinya.

Ella mengangkat kepalanya dan menatap Daffin.

"Aku istrimu, Daffin. Dan aku juga menantu mama. Apa aku bisa makan sekarang?" tanya Ella pada suaminya yang bertingkah seperti anak kecil itu.

Daffin pun melepaskan Ella dan menatap istrinya yang langsung makan.

"Kamu mau daging, sayang?" tanya Fina dan memberikannya pada Ella.

Daffin menyeka ujung bibir Ella dan menatapnya terus-terusan.

Ella memutar bola matanya malas dan langsung menyuap Daffin. "Makan dan jangan melihatku terus!" ucap Ella.

Fina tertawa kecil.

"Mama sudah makan?" tanya Ella.

"Sudah. Tadi mama..."

"Mama sudah makan, aku yang belum." kata Daffin. Dia menarik Ella agar melihatnya lagi.

--o0o--

Daffin membuka sabuk pengaman Ella dan langsung menggandengnya keluar mobil.

"Kurasa kamu sangat berlebihan, Daffin." ucap Ella menatap Daffin.

"Dimana cincinmu?" tanya Daffin. Saat sarapan tadi Ella memakainya dan sekarang wanita itu tidak mengenakannya.

"Mm, di tas. Aku melepaskannya saat mencuci tangan tadi," jawab Ella meraih tasnya.

"Jangan di lepas, ya? Apalagi jika aku tidak sedang bersama mu." ucap Daffin memasangkan cincin itu di jemari Ella.

"Dari mana kamu mendapatkan ini? Cincin kita sangat indah." tanya Ella. Dia penasaran darimana cincin Leihut itu berasal.

Daffin menyisihkan rambut Ella kebelakang. "Aku senang kamu menyukainya." ucap Daffin sambil mengelus kepala istrinya.

Ella terdiam menatap Daffin yang tersenyum manis itu. Jantungnya berdetak kencang dan dia merasa darahnya berdesir hebat.

"Arah jam sembilan, mereka melihat kita." ucap Daffin.

Ella menoleh perlahan dan melihat Crish bersama dengan Fajumi dan asistennya.

"Seharusnya aku tidak bawa perasaan." batin Ella terkekeh.

Kedua orang itu meraih ponselnya yang berdering bersamaan.

Mereka saling menoleh sejenak kemudian berlari buru-buru menuju IGD.

"Dokter Daffin, disini!" panggil dokter pemagang baru. Daffin berlari menghampirinya dan pasien itu.

"Dokter Ella, di sini!" panggil seorang perawat.

Terjadi kecelakaan besar tidak jauh dari rumah sakit William. Empat orang mengalami luka ringan dan kedua supir luka parah.

Daffin dengan buru-buru memeriksa keadaan pasien dengan banyak darah yang tidak berhenti mengalir dari kepalanya itu.

"Benturan keras mengenai jantungnya. Ada gumpalan darah di sana. Tidak! Itu tumor!" ucap Daffin teliti.

"Kabari keluarga pasien dengan segera. Biarkan dokter Bram menangani ini." ucap Daffin.

"Baik, dok." Dokter pemagang itu langsung menelpon Bram.

"Itu tumor jinak. Tapi lebih baik diangkat dengan segera." jelas Daffin dan dokter didepannya mengulangi perkataan Daffin pada Bram.

Suara nyaring mesin di ruang sebelah menandakan jika pasien sudah selesai berjuang. Tangis keluarga terdengar melengking menangisi kepergiannya.

Ella mundur perlahan dan menjatuhkan tubuhnya ke lantai. Dia menatap tangannya dengan air mata yang mulai mengalir deras.

"Dokter Ella, anda baik-baik saja?" tanya salah satu dokter yang sibuk di ruangan itu.

Ella menggeleng berulangkali.

"Maafkan aku, sayang. Jaga anak kita baik-baik. Seharusnya aku mendengar mu untuk tidak keluar hari ini." Roh yang terpisah dari tubuhnya itu menangis mencoba memeluk istri dan anak-anaknya.

Ella mengangkat kepalanya, dia menatap roh yang semakin memudar itu.

"Terimakasih atas usahamu, dok." ucapnya pada Ella dan langsung menghilang begitu saja.

Suara tangis pecah saat sang ibu ikut pingsan. Wanita itu sudah kehilangan belahan jiwanya. Mereka semua panik dan langsung menolong wanita yang ambruk itu.

Ella tidak bergeming menatap kesibukan di ruangan itu. Para perawat langsung menutup jenazah dan membawanya keluar dari sana, sementara beberapa lainnya membawa si ibu ke ruangan lain.

"Dokter Ella!" panggil dokter tadi.

"Anda harus profesional. Kematian ini bukan salah siapapun, kita sudah berusaha dan takdir berkata lain." ucap pria itu berusaha menenangkan Ella.

Ini adalah kali pertama bagi Ella kehilangan nyawa pasiennya. Dia selalu berharap agar pekerjaannya sebagai dokter selalu berjalan mulus.

"Ella!" Panggil Daffin panik. Dia langsung memeluk tubuh Ella yang gemetar itu.

"Kamu baik-baik saja, sayang? Semua akan baik-baik saja. Tenanglah," ucap Daffin mengelus lembut kepala Ella.

"Aku bukan dokter yang profesional. Maaf, Daffin." lirih Ella.

"Kematian itu misteri, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri. Itu adalah resiko menjadi dokter, kita melihat yang selamat dan melihat yang meregang nyawa juga. Tenanglah, Ella." ujar Daffin menenangkan.

Ella mengangkat kepalanya dan menatap Daffin.

"Semua akan baik-baik saja, oke? Sekarang berhenti menangis dan tatap mataku." ucap Daffin meraih tekuk leher istrinya.

"Istriku tidak boleh lemah. Dimana Ella yang keras kepala dan pemberani itu?

Kamu istirahat di ruangan ku, aku akan melakukan operasi tiga puluh menit lagi. Aku akan mengantarmu." ucap Daffin mengajak Ella bangun.

Close Your Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang