Daffin mengangkat tubuh Ella yang terlelap pulas dari mobil ke rumah.
"Ssstt!" Dia langsung memotong sapaan dari pelayan dan pengawalnya.
Daffin membawa istrinya menaiki anak tangga dan langsung membaringkan tubuhnya di kasur. Dia membuka sepatu Ella dan memasangkan selimut ke tubuh wanita itu kemudian mengganti pakaiannya sendiri.
Setelah beberapa saat, dia kembali ke kasur.
Daffin menatap Ella yang tertidur pulas dan membuka pelan outer Ella. Dia tahu jika sebenarnya Ella tidak nyaman tidur tanpa piyama, tapi dia tidak mau bertindak terlalu jauh.
"Kakek sudah pulih dan maaf jika aku menutupinya. Sejak awal aku memang terobsesi untuk menjadikanmu istriku tanpa alasan yang jelas. Semoga saja aku bisa mencintaimu, dan kamu juga mencintai ku." Ucap Daffin mengelus wajah Ella.
Bulan ke dua Ella menjadi dokter di rumah sakitnya, membuat Daffin harus meredam emosinya dengan baik-baik. Ella suka sekali bertindak egois dan tidak menerima saran orang lain jika sudah berurusan dengan pasien. Dia selalu melakukan hal berbahaya tanpa peduli dengan keselamatannya sendiri.
Daffin menilai Ella sebagai sosok menarik yang tidak kenal lelah dan takut. Sosok penyemangat bagai papanya yang meninggal dunia sejak dia 18 tahun. Papa Daffin adalah matahari bagi es seperti Daffin, dan orang terkasih yang sudah pergi lebih dulu itu telah digantikan begitu saja olehnya.
Itu yang membuat Daffin berpikir untuk tidak melepaskan matahari keduanya. Hanya Ella satu-satunya orang yang membuat dia merasakan kehangatan kembali. Bahkan dia tidak terlalu peduli dengan keluarganya sejak papanya meninggal, tapi Ella mengubah segalanya. Ella membuat Daffin kembali bersinar.
Ella menggeliat dan memeluk Daffin erat dalam tidurnya.
"Selamat tidur, butterfly. Mimpi indah." ucap Daffin dan memeluk erat tubuh wanita itu.
--o0o--
Ella terbangun dan mendapati suaminya yang masih terlelap.
"Selamat pagi, Daffin." gumamnya seraya mengelus wajah pria itu.
"Desa Niskalawi sangat jauh. Aku bahkan tidak tahu jika kami sudah tiba." ujarnya dan memutuskan untuk bangun.
Ella berjalan malas ke kamar mandi untuk mandi.
Setelah mandi, Ella mendapati Daffin yang masih tertidur.
"Bangun, Daffin. Apa kamu ingin terlambat?" ucap Ella.
Daffin tidak bergeming.
"Daffin?" panggil Ella lembut dan menepuk tangan pria itu.
Daffin langsung menarik Ella untuk kembali berbaring tanpa membuka matanya.
"Bangun! Ini sudah jam delapan," ucap Ella berusaha melepaskan diri.
"Apa kamu sakit?" tanya Ella. Dia meraih kening dan leher Daffin.
"Aku butuh energi, peluk aku dengan erat jika kamu tidak ingin terlambat." ucap Daffin dengan suara khas bangun tidur itu.
Ella membalas peluk pria itu dengan segera. "Sudah. Sekarang lepaskan aku!" balas Ella.
Daffin memutar tubuh Ella dan menindihnya dari atas. Dia meletakkan kepalanya di atas dada Ella dan mendengarkan detak jantung yang kencang itu.
"Nama siapa yang diriakkan jantung mu, Ella? Kenapa dia berdetak cepat pagi ini. Kamu baru olahraga?" tanya Daffin.
"Daffin! Kamu berat, sungguh." ucap Ella kesusahan.
"Tubuh ku memang jauh lebih besar, sayang." balas Daffin santai dan tidak mau bergerak dari posisi nyamannya.
"Kita akan terlambat. Aku sudah memeluk mu, bukan? Sekarang bangun dan mandi!" ucap Ella.
"Rumah sakit itu milikku, kenapa kamu yang jadi bosnya? Apa karena kamu seorang nyonya William? Baiklah jika itu mau mu." ujar Daffin.
"Iya, itu mauku. Sekarang bangun!"
Daffin menahan tubuhnya dengan tangannya dan menatap Ella di kungkungannya.
"Aku mandi dulu dan jangan turun sebelum aku selesai bersiap-siap. Mama pasti sudah datang..." Daffin menatap Ella di bawahnya. "...dengar?" ucap Daffin. Suara klakson mobil terdengar membuat Daffin mengulum senyum.
"Aku ingin memberimu tanda setelah aku mandi dulu." lanjutnya. Dia langsung pergi ke kamar mandi.
"Dasar pria gila!" umpat Ella.
Tidak butuh waktu lama, Daffin langsung menyelesaikan mandinya.
"Kamu benar-benar menunggu ku?" tanyanya pada Ella.
"Cepatlah, Daffin! Aku tidak mau terlambat bekerja." kesal Ella menggerutu.
Daffin tersenyum miring dan duduk di ujung kasur. "Kemari." Daffin menepuk pahanya.
"Dasar gila!" tolak Ella.
"Kemari, sayang." Panggil Daffin lembut. Suaranya yang menghipnotis itu membuat Ella dengan senang hati duduk dipangkuan suaminya.
"Can i kiss you, butterfly?" tanya Daffin meminta izin.
Ella mengangguk pelan.
Daffin pun langsung mencium bibir Ella dengan lembut. Dia menikmati setiap inci mulut Ella dan menikmati aroma wanita itu.
"Mmphhh.. hentikan.. Daffin!" ucap Ella kesusahan saat Daffin mulai mengisap lembut lehernya. Tangan pria itu mengelus sensual punggung Ella.
Daffin mengangkat kepalanya dan menatap Ella.
"Kenapa kamu meminta berhenti saat sudah memberi izin?" tanya Daffin.
"Sudah! Ini sudah merah, cukup!" ucap Ella langsung berdiri namun ditarik kembali.
"Giliran ku." Daffin membuka kancing bajunya dan menunjuk lehernya.
"Aku tidak mau!" tolak Ella dengan segera.
"Satu saja, kalau tidak aku akan membuat seluruh tubuhmu menjadi milikku!" ancam Daffin.
"Dasar pria brengsek!" umpat Ella. Dia mencium leher Daffin dan mengisapnya sampai meninggalkan bekas merah disana.
"Jangan digigit, sayang." ucap Daffin saat Ella menggigitnya gemas.
"Beruntunglah aku tidak mematahkan lehermu dan menghisap darahmu juga." ujar Ella membuat Daffin langsung mencium bibir Ella sekilas.
"Istri Daffin William, nyonya Ella William. Mama sudah menunggu lama, haruskah kita membuatnya menunggu lebih lama?" tanya Daffin tersenyum nakal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Close Your Eyes
Horror(akan direvisi) Terlibat dalam sebuah pernikahan dengan Daffin William, dokter dingin yang memiliki hawa mencekam sekaligus membuat Ella merasa aman. Ella Chesa adalah wanita yang mampu melihat mereka yang tak kasat mata, hidupnya yang selalu saja...