18

9.5K 566 2
                                    

Ella menatap Daffin yang sibuk bekerja. Pria itu membawanya keruangan kerjanya di rumah sakit W dan tidak membiarkan Ella keluar jika bukan karena keadaan darurat. Dia benar-benar khawatir dengan keadaan wanita yang terlalu pemberani itu.

"Daffin, bisakah aku keluar sekarang?" tanyanya namun pria itu langsung menatapnya tajam.

"Mungkin saja mereka membutuhkan bantuanku." pinta Ella berharap Daffin mengizinkannya.

"Mereka bisa mengatasinya sendiri, jangan keluar!" Tolak Daffin.

"Tapi..."

"Ella! Kabar itu pasti sudah sampai pada kakek. Aku benar-benar tidak mau terjadi sesuatu pada mu," ucap Daffin segera.

"Kamu tidak perlu khawatir." Ella menatapnya dengan serius, menandakan bahwa kejadian tadi bisa dia tangani dengan baik.

"Kenapa aku tidak perlu khawatir?" tanya Daffin kesal.

"Aku bisa mengatasinya sendiri." jawab Ella cepat.

"Ella! Sekali lagi kamu berbuat hal seperti itu, aku akan ..."

"Apa?" potong Ella tidak suka diancam.

"Menurut mu apa yang akan kulakukan?" tanya Daffin balik.

"Mencium ku? Cium saja, aku tidak takut!" kesal Ella. Dia ingin pria itu berhenti mengancamnya seperti itu karena sebenarnya dia tidak bisa mengendalikan jantungnya dengan baik apabila Daffin menciumnya.

"Kamu yakin?"

"Aku tidak takut dengan ancaman mu!" Ella berharap nyali pria itu menciut dan tidak menatapnya begitu.

Daffin langsung berdiri dari kursinya membuat Ella benar-benar panik. "Aku tidak akan keluar dan tidak akan melakukan hal berbahaya lagi, janji!" ujar Ella buru-buru.

"Baiklah, tapi biarkan aku memastikan sesuatu." ucap Daffin menyeringai. Dia menghampiri wanita itu.

"Apa?" tanya Ella takut-takut.

"Istriku yang pemberani sebenarnya seorang penakut," ucap Daffin. Dia menarik tubuh Ella agar berdiri.

"Aku sudah berjanji, kan?" tanya Ella takut dan berusaha melepaskan diri.

"Tapi kamu selalu mengingkarinya, sayang." Daffin mendongakkan kepala Ella dan menatapnya lekat.

"Daffin! Apa Ella baik-baik saj..."

Ella langsung melepaskan diri dan duduk di sofa sembari menutup wajahnya karena malu.

Daffin mengehela nafasnya dan melipat kedua tangannya. Dia menatap kedua orang itu yang masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Kenapa, kakek? Ella baik-baik saja, dan kakek datang di waktu yang salah." ucapnya.

"Owh, maaf. Lanjutkan, lanjutkan!" ucap Crish melengkang pergi dan sekretarisnya menutup pintu kembali.

Daffin menatap Ella yang mencoba menyembunyikan wajahnya. "Jangan keluar!" ujarnya sembari kembali ke kursinya.

--o0o--

Hana bingung melihat Ella yang masih tiduran di ranjangnya, di kamar asrama para dokter.

"Ini sudah jam sembilan. Pulang, Ella!" ujarnya pada sahabatnya itu.

Ella menguap dan memeluk bantal kemudian menggulingkan tubuhnya ke pinggir. "Aku ingin tidur di sini, masih muat." gumam Ella, kemudian memainkan ponselnya.

"Aku tahu kamu tidak shift malam, kenapa kamu disini? Apa kamu bertengkar dengan dokter Daffin?" tanya Hana menyelidik. Dia cukup curiga karena tiba-tiba saja wanita keras kepala itu bermalas-malasan di kamarnya.

"Bertengkar? Keluarga kami terlalu harmonis, jadi aku butuh ruang sendiri." jawab Ella.

Hana mengerutkan keningnya. "Ruang sendiri? Jangan bilang kamu belum memberitahu dokter Daffin tentang kemampuan mu?"

"Memang belum." jawab Ella santai.

Hana menggeleng. Wanita dengan rambut coklat itu melipat kakinya diatas kursi. "Kamu harus terbuka pada suami mu, Ella." ujar Hana.

"Yang belum menikah tidak boleh memberi saran," kekeh Ella membuat sahabatnya itu langsung melemparkan boneka padanya.

"Tapi aku sungguh-sungguh, Ella. Kamu harus terbuka pada dokter Daffin. Kalian harus saling bercerita agar tidak kecewa." ujar Hana.

"Aku akan menjadi janda perawan, Han!" batin Ella terkikik geli.

"Kamu mendengar ku, kucing garong?" kesal Hana lantaran sahabatnya itu hanya tertawa.

"Iya! Bagaimana caraku memberitahunya? Dia pasti tidak akan percaya."

"Jujur saja dengan apa adanya, urusan dia percaya dan tidak percaya itu terakhir. Kalian saling mencintai jadi semua akan baik-baik saja." saran Hana.

"Arrrkhh! Tahu apa kamu soal cinta, Hana?" Ella tertawa pasalnya mereka adalah jomblo akut mulai dari semester pertama di perkuliahan, dan sampai Ella tiba-tiba menyebar undangan.

"Wahh, Ella! Ingat bahwa kamu bahkan belum pernah pacaran? Itu yang membuatku serangan jantung saat kamu tiba-tiba menyebar undangan." kesal Hana.

Mereka berdua tertawa bersama meratapi nasibnya dulu. Mereka hanya penonton kisah romansa orang yang hanya bisa melongo dan mengutuk sang dewi cinta karena tidak adil pada mereka.

Kini keduanya sudah menjalin hubungan dengan pasangannya masing-masing. Mungkin hanya Hana, karena Ella dan Daffin sebenarnya tidak memiliki perasaan satu sama lain, mungkin.

Ella langsung meletakkan ponselnya saat telepon dari Daffin masuk.

"Kenapa? Suamimu menelpon?" goda Hana.

"Dia tidak mengizinkan ku kemana-mana." gumam Ella menutup wajahnya dengan bantal.

"Itu bagus, artinya dokter Daffin sangat mencintai mu. Dia tidak ingin istrinya yang liar bagai macan ini berkelana dan mencari masalah ke kandang buaya."

Hana menggeleng saat Ella tidak peduli. "Angkat, Ella! Aku tidak mau kehilangan pekerjaan ku karena menyembunyikan nyonya William di kamar asrama ku!" ujar Hana.

Dengan malas Ella mengangkat telepon dari Daffin itu.

"Ada apa?" tanyanya malas.

"Kamu dimana? Ini sudah jam sembilan, Ella."

"Aku ada urusan. Sesuatu yang sangat penting, aku akan pulang besok." jawab Ella.

"Pulang, sayang."

Ella memutar bola matanya malas. Mungkin mertuanya sedang duduk bersama Daffin saat ini.

"Aku ada pekerjaan, sayang." yjar Ella langsung mendapatkan tawa pelan dari Hana.

"Pekerjaan apa?"

"Emm..."

"Aku menunggu mu di mobil. Cepat!" Daffin langsung mematikan telepon mereka.

"Daffin sangat menyebalkan, sumpah!" kesal Ella menggerutu.

"Awwh! Kalian sangat romantis! Pulang sana kesayangannya dokter Daffin!" goda Hana.

"Jangan lupa jujur padanya, yah!" ucap Hana sembari memberesi barang Ella. Wanita itu tidak akan pergi jika tidak dipaksa dan diusir.

Close Your Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang