Ella yang baru masuk ke rumah sakit langsung berlari menghampiri kakaknya. Dia memeluk erat Evans penuh rindu.
"Kenapa kak Evans jarang menemui ku?" tanyanya marah.
"Adik ku ternyata merindukan ku. Kupikir kamu tidak akan mengingat ku setelah menikah," kekeh Evans. Dia mengacak-acak rambut adiknya.
"Jangan bercanda begitu! Kamu tetap kakak ku walaupun aku sudah menikah. Kamu tidak berkunjung selama empat bulan? Kakak seperti apa kamu?" marah Ella tidak terima. Kakaknya benar-benar tidak pernah berkunjung atau menghubunginya.
"Kan sudah ada Daffin," ucap Evans menepuk punggung adiknya yang manja itu.
Evan melepaskan pelukannya. "Bagaimana kabarmu dan keluarga kecilmu?"
"Semua baik-baik saja. Apa kakak sudah makan siang? Ayo kita keluar!" ajak Ella semangat.
"Izin sama Daffin dulu, kamu harus jadi istri yang baik." Evans memberi saran pada adiknya yang keras kepala itu.
"Iya. Aku mau cerita banyak sama kak Evans, tunggu ya!" balas Ella semangat. Dia pun langsung pergi meninggalkan pria itu.
"Daffin!" Panggil Ella pada Daffin yang sedang mengurus sesuatu di tabletnya sambil memperhatikan ulang keadaan pasien yang dia tangani.
"Kak Evans berkunjung, kami akan keluar makan siang, ya." ujar Ella.
Daffin membuka maskernya dan memanyunkan bibirnya.
Ella menghampiri Daffin dan berjinjit. "Terimakasih," ucap Ella setelah memberikan ciuman singkat di bibir Daffin.
"Jangan lama-lama, jangan melakukan hal berbahaya dan jangan melepaskan cincinmu! Hati-hati," ujar Daffin memberi izin.
Pasien Daffin menatap jijik pasangan itu. Bisa-bisanya mereka melakukan hal seperti itu didepan orang yang sedang berjuang melawan penyakitnya, dan didepan orang yang baru patah hati.
Ella pun keluar dan langsung bersandar di tembok. Dia memegang dadanya yang memberontak tidak karuan itu sambil mengulum senyum. "Aku mencintaimu, Daffin," gumamnya kemudian kembali melangkahkan kakinya.
..
Di sebuah restoran Prancis terdekat, terlihat adik kakak yang makan siang sambil mengobrol bersama. Terkadang mereka memperdebatkan hal yang tidak penting juga.
Setelah tawanya reda, Ella teringat mimpinya. "Mimpi aneh itu selalu saja terbayang-bayang." ujar Ella.
"Apa kamu sedang khawatir? Biasanya kamu akan memimpikan itu jika sedang banyak pikiran." Kakak dari Ella itu bertanya, pasalnya Ella memang sering memimpikan itu jika sedang khawatir.
"Daffin selalu membuatku aman dan nyaman. Aku tidak mengkhawatirkan apapun saat ini," ujar Ella menyanggah.
"Aku mengerti, kalian berdua butuh liburan lagi." kata Evans memberi saran.
Ella menggeleng. "Kami tidak butuh liburan. Aku hanya berpikir jika mungkin saja mimpiku berhubungan dengan sesuatu, tidak mungkin jika aku sering memimpikan hal yang sama bukan?" tanya Ella.
Evans terdiam dan mengangguk. "Jangan terlalu dipikirkan. Jaga baik dirimu dan jangan keluar sendiri, maraknya tingkat kriminal akhir-akhir ini harus membuat mu hati-hati juga. Jangan terlalu penasaran dengan sesuatu, oke?" kata Evans dan adiknya yang manis mengangguk.
Kerinduan kedua adik kakak itu pun akhirnya terobati.
Evans memeluk erat tubuh Ella sebelum membiarkan Ella kembali masuk ke rumah sakit sore itu.
"Hati-hati kak Evans, berkunjung lah lagi." ujar Ella tidak berhenti melambai sampai mobil Evans benar-benar tidak terlihat lagi.
"Sedang apa, Ella?" tanya Fajumi.
"Tidak ada, tan. Kak Evans baru saja pulang dan aku menunggu mobilnya sampai tidak terlihat lagi." jawab Ella.
"Oh, begitu. Tadi tante sudah mengobrol dengan Evans juga. Kamu nanti pulangnya sama Daffin, yah," ucap Fajumi.
"Iya, tan. Tante mau pulang?" tanya Ella dan wanita itu mengangguk.
"Semoga baby William segera hadir di perutmu, sayang." ucap Fajumi tersenyum manis.
"Hati-hati, tante." ujar Ella melambai pada wanita itu. Fajumi tersenyum dan akhirnya pergi.
"Baby William?" gumam Ella tertawa kecil sembari mengelus perutnya.
"Perutku isinya makanan semua," kekehnya.
Ella berjalan masuk menuju resepsionis. "Hay Alex! Sedang apa?" sapa Ella pada Alex saat sedang berpapasan dengan pria itu.
Alex menoleh dan tersenyum. "Aku sedang mengurus sebuah kasus, dan korban sedang ditangani di sini." jawab pria itu.
"Benarkah?"
"Iya. Kamu harus hati-hati jika keluar, yah?" ujar Alex seraya mematikan ponselnya dan memasukkannya kembali ke saku celananya.
"Baiklah. Tapi bagaimana dengan kasus pembunuhan berantai itu?" bisik Ella pelan.
"Kami sedang menanganinya, sayang tidak ada tanda-tanda mengenai kasus itu. Pokoknya kamu harus hati-hati!" ucap Alex serius.
"Kamu meragukan kemampuan ku?" kekeh Ella.
Alex tersenyum manis. "Bukannya aku meragukan kemampuan mu, tapi kita tidak tahu kemampuan mereka." ujarnya.
"Ella! Daffin memanggil mu." ucap Adrian menghampiri mereka.
"Dimana?" tanya Ella pada sahabat suaminya itu.
"Di ruangan kalian. Sepertinya membahas sesuatu yang penting bersama yang lainnya." jawab Adrian.
"Baiklah. Terimakasih, Adrian." Ella melambai pada Adrian yang langsung pergi itu.
"Aku harus pergi, sampai jumpa, Alex!" kata Ella dan pergi memasuki lift.
KAMU SEDANG MEMBACA
Close Your Eyes
Horror(akan direvisi) Terlibat dalam sebuah pernikahan dengan Daffin William, dokter dingin yang memiliki hawa mencekam sekaligus membuat Ella merasa aman. Ella Chesa adalah wanita yang mampu melihat mereka yang tak kasat mata, hidupnya yang selalu saja...