"Jangan bercanda!" Ucap Daffin dingin dan mematikan ponselnya. Dia yakin jika kakeknya hanya berpura-pura sakit agar Daffin mengabulkan permintaan mereka.
"Daffin!" panggil Ella dengan nafas yang tersengal. Dia lelah mencari pria itu di seluruh rumah sakit.
"Kakek... dia sedang sekarat. Mereka tidak mau memberitahu ku dimana kakek dirawat!" ujar Ella khawatir.
"Itu hanya drama, Ella. Mereka pasti akan membuat kita menikah dengan cara apapun." Kata Daffin dingin membuat Ella langsung menjatuhkan tubuhnya lemas ke lantai. Sia-sialah dirinya berlarian kesana kemari untuk mencari Daffin.
"Kenapa mereka tidak percaya jika kita tidak punya hubungan apapun?" kesal Ella. Dia langsung berdiri dan menggerutu.
Kedua orang itu meraih ponselnya dan mendapatkan panggilan yang sama dari IGD. Mereka harus mengurus keadaan darurat itu lebih dulu dari pada memperdulikan drama kakeknya.
Beberapa jam setelah mengatasi keadaan darurat itu, Ella langsung menghampiri Hana dan Adrian di kantin rumah sakit.
"Aku lapar." Dia langsung duduk lemas menunggu pesanannya.
"Ella, tolong lah untuk menjaga sikap atau aku akan melaporkan mu pada kak Evans." ucap Hana memperingati.
"Apa yang salah dari sikap ku?" tanya Ella cengir kuda yang membuat Hana hanya bisa menggeleng.
"Daffin!" panggil Adrian pada sahabatnya yang baru datang itu, agar mereka makan bersama.
Ella langsung memutar bola matanya malas dan menjauh agar mereka tidak duduk berdekatan.
Setelah beberapa saat, pesanan Ella pun datang. Dia menyantap makan siangnya dan meminum kopinya. Dia sangat kelelahan hari ini.
"Kamu terobsesi sekali dengan kopi!" Ujar Hana langsung menarik kopi Ella. Ini kopi kelimanya hari ini.
"Kopi ku, Han!" kesal Ella.
Dia langsung menyandarkan kepalanya di meja dengan kesal. Lalu kemudian menatap Daffin dan Adrian yang sibuk membahas sesuatu.
Pandangan Ella teralihkan pada sosok yang langsung melebur ketika mencoba memasuki kantin. Hawa mencekam Daffin lagi-lagi membuat para hantu itu menghilang begitu saja. Jujur, Ella merasa aman bersama Daffin.
"Dokter Daffin, ketua yayasan ingin anda mendatanginya di ruang pasien." ucap sekretaris Crish.
Ella mengangkat kepalanya dan menguping.
"Kakak anda juga di sini, dokter Ella." lanjutnya.
"Apa? Kenapa kak Evans di sini?" tanya Ella kebingungan.
Daffin bertumpu kepala dengan tangannya dan menatap Ella.
"Drama?" bisik Ella dan dia mengangguk.
"Jantung ketua yayasan kumat lagi dari kemarin." jelas wanita itu membuat mereka panik. Kakeknya sering menjadikan penyakitnya sebagai alasan agar Daffin menikahi Ella dengan segera.
"Kalian tidak sedang mengatur skenario, kan?" tanya Daffin dingin.
"Sebaiknya anda melihat dan menyimpulkannya sendiri." jawab Airi.
"Pergilah," ucap Ella pada Daffin.
"Tapi ketua yayasan ingin dokter Ella ikut juga. Pak Evans juga sedang menjenguk beliau." pinta Airi membuat Ella ternganga. Dia mulai curiga tentunya. "Kenapa dia di sana, sih?"
"Kalian membuatku curiga," ucap Daffin dan pergi lebih dahulu.
"Ella, pergilah." ujar Hana lantaran sahabatnya yang keras kepala itu hanya diam.
"Aku takut kehilangan pekerjaan ku karena terlalu sering membantah." cicit Ella, akhirnya dia mengekor dibelakang Daffin dengan langkah yang berat.
Langkah Ella terhenti sejenak ketika melihat ruangan Aldian, roh itu tersenyum menyapanya di sana.
Ella hanya mengangguk, kemudian mengikuti Daffin dan Airi.
Mereka pun tiba di ruangan pasien. Ella dan Daffin melihat tubuh renta yang sedang terbaring lemah itu.
"Kakek kenapa? Apa tidak meminum obatnya?" tanya Daffin mencoba menyembunyikan cemasnya.
"Ella," sapa Evans langsung memeluk adiknya itu, dia tidak berkunjung selama hampir satu bulan.
"Apa yang kakak lakukan? Lepas!" kesal Ella. Meskipun mereka berdua memang jarang akur, Evans tetap saja berlebihan dalam memanjakannya.
Daffin menatap selang infus yang terpasang di tangan Crish, kakeknya memang sedang tidak berpura-pura kali ini.
"Daffin,” ujar Crish memanggil cucunya terdengar rapuh. "Aku sudah melihat nenek dan papamu, sepertinya mereka menunggu ku." Dia menatap cucunya itu.
"Jangan begitu, kakek. Ini sama sekali tidak lucu." balas Daffin dingin. Sebenarnya dia cukup khawatir dengan keadaan kakeknya itu.
"Menikahlah sebelum aku mati. Aku ingin kehadiran William baru di keluarga kita sebelum aku mati, Daffin. Aku ingin melihatmu menjadi seorang ayah!"
Daffin berdecak kesal. Diumur 28 tahun itu dia memang belum berpikir untuk membangun rumah tangga.
"Aku ingin kamu menikah dengan Ella, aku dan Romi kakeknya dulu berencana untuk menjodohkan keturunan kami."
"Kakek, kamu akan baik-baik saja, dan jangan banyak bicara." tolak Daffin. Dia segera duduk di samping kakeknya itu.
"Awas saja kalau kamu setuju! Kakak tahu kan kalau aku tidak bisa menyentuhnya? Kami tidak ada hubungan!" bisik Ella marah pada kakaknya.
"Kan ada cincin itu," balas Evans santai. Sebenarnya dia berniat melindungi Ella dari para makhluk yang menghantuinya dengan keberadaan Daffin. Kakeknya pun terlibat dengan janji yang akan menjodohkan keturunan mereka demi bisnis keduanya. Evans sangat setuju dengan rencana keluarga William itu.
"Daffin," lirih Crish dengan dadanya yang terasa semakin sesak.
Daffin benar-benar khawatir. "Kakek, jangan membuatku panik."
"Ella," panggil Crish terdengar lemah.
"Maaf kakek, tapi kami tidak..."
"Kami akan menikah. Aku dan Ella akan menikah." ucap Daffin tiba-tiba, membuat mereka semua senang, kecuali Ella yang terbelalak tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Close Your Eyes
Horror(akan direvisi) Terlibat dalam sebuah pernikahan dengan Daffin William, dokter dingin yang memiliki hawa mencekam sekaligus membuat Ella merasa aman. Ella Chesa adalah wanita yang mampu melihat mereka yang tak kasat mata, hidupnya yang selalu saja...