21

8.9K 533 0
                                    

Daffin menatap sekilas istrinya yang diam membisu, kemudian kembali fokus mengemudi. Sejak tadi wanita itu hanya diam sampai tibalah mereka di rumah.

Ella berjalan mendahului Daffin dan langsung masuk ke kamar.

"Ella?"

Ella menoleh. "Mm?"

"Siapa yang kamu ikuti itu? Hal sepenting apa yang membuatmu sampai tidak fokus begitu?" tanya Daffin melangkah mendekatinya.

Ella menatap Daffin dan tidak tahu harus menjawab apa. Dia pun tidak tahu mengapa pria misterius itu menarik perhatiannya. Dia juga tidak tahu mengapa dia begitu penasaran Samapi tidak bisa menahan dirinya.

Daffin langsung memeluk erat tubuh wanita itu. "Jangan melakukan hal berbahaya lagi, Ella."

Ella merasa sekujur tubuhnya menegang. Kenapa Daffin tiba-tiba memeluknya?

"Kamu mendengarku, hm?" Daffin mengelus punggung Ella dengan lembut.

"Aku mendengar mu." jawab Ella seraya mendorong tubuh pria itu pelan.

Ella melipat tangannya dan menatap Daffin "Apa kamu khawatir?"

"Iya, aku khawatir. Aku tidak mau istriku kenapa-napa." jawab Daffin membalas tatapan Ella tajam.

"Istrimu? Jangan membuat lelucon lagi, Daffin. Mood ku sedang tidak baik."

Daffin mengerutkan keningnya. Wanita itu memang istrinya, kan? "Tapi kamu kan memang istriku Ella, istriku." Daffin menarik Ella kedalam dekapannya dan memeluknya erat.

"Baiklah, aku memang istrimu." ucap Ella. Dia melepaskan pelukan Daffin dan berjalan malas ke sofa.

Daffin menatapnya kesal dan khawatir sekaligus.

"Cincin dari Leihut?" batin Ella sembari menatap jemarinya.

Kepalanya tiba-tiba pusing dan telinganya berdenging. Ella meringis dan memijat pelipisnya.

Daffin yang mendengarnya, langsung menghampiri wanita itu. "Ada apa? Kamu baik-baik saja?" tanya Daffin langsung memeriksa Ella.

Ella menatap Daffin yang begitu dekat padanya dengan wajah yang sedikit memerah. Bahkan jarak mereka sudah sangat dekat.

"Apa sakit?" tanya Daffin ulang sambil menatap Ella.

Ella menggeleng pelan dan langsung membenarkan posisi duduknya.

Daffin menghela nafas kasar dan bersandar di sofa. "Apa kamu sedang mengujiku?" tanyanya dingin.

"Apa?" Ella menautkan alisnya karena tidak mengerti..

"Kamu selalu saja membuat ku kesal, Ella." ucap Daffin dingin. Dia langsung pergi meninggalkan Ella yang kebingungan.

Ella menatap Daffin yang pergi dan memutuskan untuk mandi saja.

Pukul sebelas malam.

Ella menatap pintu kamar yang tertutup dan berharap Daffin datang. Pria itu kesal dan Ella tidak tahu kenapa.

Seharusnya Ella tidak berharap jauh pada perhatian-perhatian Daffin. Pria dingin memang bukan hal yang mudah untuk dimengerti dan dipercaya, apalagi langsung memberi hati padanya.

Ella menghela nafasnya dan berbaring di kasur. "Selamat malam, Daffin." gumamnya dan memejamkan mata.

--o0o--

"Tuan Daffin sudah pergi lebih dulu, nyonya."

Ella mengerutkan keningnya mendengar perkataan bi Tia.

"Dasar menyebalkan." Ella menggerutu kesal. Bagaimana bisa pria itu meninggalkannya? Dia menghentakkan kakinya untuk pergi sebelum terlambat pagi ini.

"Nyonya Ella, anda harus sarapan dulu." Para pelayan itu berusaha menahan Ella namun wanita keras kepala itu tidak peduli.

Sejurus kemudian Ella tiba di ruma sakit.

"Alex? Sedang apa?" tanya Ella menghampiri pria yang baru selesai mengobrol di telepon itu.

Alex menoleh dan memasang senyuman manisnya. "Lama tidak melihatmu, Ella. Bagaimana kabarmu?" tanya Alex ramah.

"Aku baik-baik saja seperti biasa. Tapi sedang apa di sini?" balas Ella.

"Temanku sedang sakit jadi aku ingin menjenguknya." jawab Alex. Doa menatap wanita itu yang mengangguk dan ber-oh ria.

"Kamu pasti sedang sibuk. Apa ada kasus yang ingin aku bantu? Aku ingin sekali berkelahi saat ini." ujar Ella membuat polisi muda itu terkekeh.

Alex menggeleng. "Tidak ada. Sekalipun ada, aku tidak ingin kamu terlibat." jawabnya.

"Aku lapar. Kamu sudah sarapan?" tanya Ella kemudian.

"Sudah, sarapan lah terlebih dahulu. Aku ada urusan dan akan datang lagi nanti." jawab Alex dan akhirnya pamit pergi.

Ella tersenyum dan melambaikan tangannya.

Tak berselang lama, Adrian datang menghampirinya. "Ella, aku baru melihatnya. Apa temanmu?" tanya Adrian sambil menatap Alex sampai pria itu masuk ke mobilnya.

"Iya, teman lamaku." jawab Ella.

"Apa Daffin mengenalnya juga?" tanya Adrian lagi.

"Mana ku tahu." jawab Ella sembari mengerutkan keningnya.

Adrian memanyunkan bibirnya sambil mengangguk. "Aku hanya ingin tahu kenapa kamu terlihat dekat dengannya, padahal Daffin adalah pria yang sangat pecemburu." ujarnya sembari melangkah bersama Ella menuju resepsionis untuk absen pagi.

"Dia tidak akan cemburu, kami menikah bukan karena cinta." batin Ella.

"Tapi itu berarti jika Daffin pernah menjalin hubungan kan, sampai Adrian tahu? Kenapa malah aku yang cemburu?" hatinya mulai memberontak kesal.

"Aku duluan," ujar Adrian dan pergi ke arah lain.

"Dokter Ella!" Panggil seorang perawat.

"Iya?"

"Pasien di ruang 3 lantai 6 tiba-tiba kejang-kejang setelah meminum obat yang dokter resepkan." ucapnya sontak membuat Ella panik.

Mereka langsung memasuki lift dan berlari menuju kamar pasien.

Ella menatap pasiennya yang sudah terkulai lemas itu.

"Aku sudah menanganinya. Apa kamu memberinya kortikosteroid berdosis tinggi?" tanya Vino.

Ella langsung menatap istri pasien.

"Kenapa dokter menatap ku begitu? Dokter ingin membunuh suami ku, kan?" wanita dengan rambut ikal itu menatap Ella dengan sorot marah .

"Aku selalu membuat salinan resep obat yang kuberi pada semua pasien ku, bu. Sebenarnya apa mau mu?" selidik Ella.

Wanita itu mencoba menutupi kepanikannya. Dia memalingkan wajahnya dan bergerak gelisah.

"Obatnya sesuai dengan resep yang dokter Ella beri." ucap perawat itu.

"Tunjukkan padaku. Perlukah aku mengambil salinan itu?" balas Ella menatap tajam wanita di depannya.

"Kamu sedang tidak bermain-main dengan nyawa, kan?" Ella langsung pada intinya. Dia pernah mendengar wanita itu mengeluh soal biaya pengobatan di dalam telpon.

"Apa kamu memfitnah ku?" marah wanita itu.

Ella menyipitkan matanya. "Suamimu bisa mati." tegasnya.

"Ella!" Vino mencoba menahan rekannya yang keras kepala itu. Ella sering bertindak gegabah tanpa memikirkannya dua kali.

Sementara wanita itu mulai gemetar. Dia salah. Sekujur tubuhnya keringat dingin, dia tidak percaya bahwa dirinya dengan tega mencoba membunuh pria yang dia cintai karena keuangan.

"Kamu berurusan dengan ku setelah ini." ujar Ella. Dia pun langsung memeriksa pasiennya.

"Aku sudah memeriksanya, Ella. Kortikosteroid berdosis tinggi itu membuatnya kejang-kejang. Dia akan baik-baik saja setelah ini." ucap Vino. Namun meski dijelaskan, Ella tetap memeriksa pasiennya karena itulah tanggung jawabnya.

Close Your Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang