31

8.4K 510 7
                                    

Ella menatap bingung wanita tua yang tertawa itu.

"Begini, nak. Kamu bisa menyentuhnya sejak kamu menikah dengannya, cincin itu hanya akan menjagamu dari beberapa ancaman saja. Suamimu tentu bukan ancaman bagimu. Dan tentang asap kuning itu, aku tidak yakin." ucap nenek Arumi.

"Maksud nenek?"

"Aku pernah mendengar seseorang dengan hawa yang mampu membuat para hantu melebur begitu saja, dan kamu memang menikahi orang yang tepat. Tapi tidak mungkin cincin Leihut itu hanya sebuah kebetulan." jelasnya.

Nenek Arumi menatap Ella yang mengangguk.

"Dahulu kala, manusia dan para makhluk tidak pernah akur. Tidak ada hantu yang baik dan mereka dengan terang-terangan mengusik kehidupan manusia. Sejak saat itu, beberapa orang membentuk kelompok yang disebut sebagai pemburu hantu, mereka membantu manusia yang diganggu para makhluk. Organisasi itu punah dari waktu ke waktu, tidak ada yang tahu tentang organisasi pemburu hantu itu lagi selain cincin yang diwariskan ketua Leihut pada keturunannya. Organisasi itu benar-benar tidak meninggalkan jejak apapun, dan itu masih menjadi misteri." jelasnya.

"Apa maksud nenek jika cincin ini adalah..."

"Aku tidak pernah melihatnya sebelumnya, tapi aku bisa merasakannya. Mungkin suamimu juga keturunan Leihut." ucap wanita tua itu.

"Tapi dia tidak bisa melihat hantu, nek" ucap Ella menyanggah.

"Itu yang membuatku tidak mengerti juga. Bisa jadi keturunan kalian adalah pemburu makhluk yang sudah dijanjikan itu." balas nenek Arumi.

"Sudah dijanjikan? Ramalan maksud anda? Tidak! Aku tidak mau anakku harus menderita karena mata yang mungkin saja ku warisi padanya." ucap Ella.

Nenek tua itu tersenyum manis. "Kamu tidak perlu khawatir tentang itu. Jika kamu mewarisi penglihatan mu pada anakmu, maka kemampuan suamimu akan diwariskan juga pada anak kalian." jelasnya. Sebenarnya dia berharap jika memang ramalan itu akan terjadi, maka alangkah baiknya keturunan Leihut yang sudah dijanjikan juga lahir ke dunia. Dia menaruh harapan pada Ella.

"Cincin ini hanya melindungi mu dari ancaman seperti orang-orang yang mungkin akan melukaimu dengan kekuatan dalam, tapi ini..." Nenek Arumi beralih ke jari manis Ella, tempat cincin pernikahan mereka.

"... ini cincin Leihut." ucapnya.

Ella terbelalak. Sungguh dia mengira cincin yang dimaksud itu adalah cincin neneknya dan ternyata dia salah.

"Sebuah ikatan membuat kalian aman, hal yang sama juga terjadi padaku. Dulu aku dijodohkan dengan kakek Arumi agar aku terhindar dari gangguan mereka. Ikatan pernikahan kami membuat ku dan dia aman. Cinta kami semakin bertumbuh, dan disinilah kami sekarang, merawat cucu kami yang sangat ingin menjadi dokter seperti mu." ujarnya.

Ella akhirnya tersenyum mendengar penuturan wanita tua itu.

"Kamu sangat mencintai suami mu, bukan? Aku tahu dari matamu yang jujur itu. Jaga pernikahan kalian," ucapnya dan Ella mengangguk.

"Terimakasih, nek. Aku akan selalu mengingat semuanya, aku bersyukur bisa mengenal nenek." ucap Ella tersenyum manis.

"Sama-sama. Suatu hari kamu akan menyadari betapa berharganya kemampuan mu itu, jangan menolaknya lagi."

Sementara itu, Daffin sudah berdiri di depan halaman. "Permisi. Apa kamu yang namanya Arumi?" tanya Daffin.

"Iya, kak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Arumi yang berhenti dari kesibukannya bermain.

"Apa dia suamimu? Dia benar-benar menyapu bersih sekitarnya." tanya nenek Arumi dan Ella mengangguk.

"Oh! Halo, selamat siang, nek. Saya datang kemari untuk menjemput Ella." ujar Daffin dan menghampiri mereka.

"Terimakasih, nak. Tapi maaf aku tidak bisa menyentuh anda." ucap nenek Arumi menolak uluran tangan Daffin. Sama halnya dengan Ella dulu, dia akan kehilangan kesadarannya jika menyentuh Daffin.

"Mm, baik." ucap Daffin. Dia sudah mencoba untuk tidak dingin, dan hal itu terjadi. Dia kesal sendiri.

"Terimakasih untuk semuanya, nek. Aku akan berkunjung lagi kapan-kapan." ujar Ella.

"Sama-sama. Semoga pernikahan kalian bahagia sampai maut memisahkan, dan semoga kalian segera punya anak." ucap nenek Arumi.

"Terimakasih untuk doanya, nek. Semoga nenek menyukai apa yang ku bawa." balas Ella sembari meletakkan kantongan besar yang sudah dia sediakan kemarin.

"Arumi! Kak Ella mau pulang." ucap Ella memeluk Arumi dengan erat.

"Buku yang kakak bawa di pelajari, ya! Kamu harus rajin belajar." lanjutnya.

Mereka pun berpamitan dan kembali pulang menuju rumah kepala desa.

"Desa ini indah, kan?" tanya Ella.

"Indah," jawab Daffin seraya menatap wajah istrinya yang bahagia itu.

"Terimakasih sudah mengatakan jika kamu akan membantu pendidikan Arumi tadi." ucap Ella pada suaminya.

"Aku yakin dia akan menjadi dokter yang hebat seperti mu." lanjut Ella.

Ella menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Daffin yang juga menatapnya lekat. "Ada apa?" tanya Ella menghampirinya.

"Aku kehabisan energi, tolong peluk aku!" Ucap Daffin.

Ella menatapnya bingung dan kemudian tersenyum. "Aku tidak mau. Aku lelah dan ingin tidur sepanjang perjalanan pulang nanti." ucap Ella. Dia melanjutkan langkahnya.

Daffin langsung mengejarnya dan menyamai langkahnya dengan Ella.

Waktu pulang sudah tiba.

Kini mereka sudah berada di dalam bus perjalanan pulang.

"Daffin, aku haus." ucap Ella.

"Cium aku, baru akan ku berikan pada mu." balas Daffin menjauhkan air yang dia pegang.

"Sstt!" Ella dengan panik menutup mulut suaminya. Dia langsung melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap kosong ke luar kaca dengan kesal.

Daffin meraih tekuk Ella dan mendorong air yang dia masukkan ke mulutnya ke dalam mulut Ella.

"Masih haus, sayang?" tanyanya pada wanita yang langsung bersemu merah itu.

"Sialan! Aku tidak memin..."

Daffin langsung mencium sekilas bibir Ella. "Jangan pernah melepaskan cincinmu, oke?"

Close Your Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang