26

8.5K 523 0
                                    

"Damn! Kamu seperti biasanya, dokter Ella. Seharusnya aku bergerak lebih cepat dari suamimu itu."

"Diamlah selagi aku masih sabar!" ucap Daffin dingin. Terdengar jelas suara tegasnya itu meredam amarah. Pria itu muak mendengar perkataan Ghio.

"Aku tidak tahu kenapa kita selalu saja merebutkan hal yang sama mulai dari dulu." balas Ghio santai.

"Tolong hentikan, tuan Baratte! Kita di sini bukan untuk memecah belah kerja sama yang sudah dijalin sejak lama." U
ucap Vir. Ghio memang selalu membuat masalah di manapun dia berada, beruntung Daffin adalah pria yang tenang dalam menghadapi masalah.

Sementara itu, Ella melihat Daffin yang masih menatap tajam pada Ghio. Dia melingkarkan tangannya di pinggang pria itu berharap dia tidak marah lagi, dia tidak tahu ini akan berhasil atau tidak. Ella sedikit ngeri karena hawanya semakin mencekam.

Acara makan malam itu pun selesai dengan baik dan lancar. Mereka tengah bersalaman dan keluar bersama-sama.

"Akhirnya!" gumam Ella lega dan duduk nyaman di mobil.

Daffin memasang sabuk pengaman Ella dan mulai memajukan mobil.

"Apa kita bisa berhenti di sebuah tempat?" tanya Ella.

Daffin diam tak menjawab. Dia fokus mengemudi dan Ella tahu pria itu pura-pura tidak mendengar.

"Aku tidak memakan apapun sedari tadi dan sekarang aku lapar. Kamu mendengarku, Daffin?" ucap Ella.

"Ahh!" Ella berdecak kesal dan membuang pandangannya. Daffin benar-benar tega mendiaminya.

Perjalanan lima belas menit, mereka berhenti di depan restoran.

Ella menatap Daffin yang melepaskan sabuk pengamannya dan ingin meraih Ella.

"Aku bisa sendiri. Apa susahnya bilang 'iya'?" Ella menggerutu kesal dan membuka sabuk pengamannya.

Daffin langsung turun sendiri. Dia menatap sekilas Ella yang langsung mengikutinya dari belakang.

"Selamat datang, tuan Daffin dan nyonya. Mari ikut saya." Seorang pelayan pria menyambut mereka.

Mereka berdua pun duduk di sebuah meja yang sudah disediakan, tempat yang sedikit tertutup dan sepi. Ini memang sudah tengah malam tapi tidak sedikit orang yang masih di restoran mewah itu.

"Makanlah. Bukannya kamu lapar?" tanya Daffin dingin dan membalas tatapan kesal istrinya.

Ella memutar bola matanya malas dan langsung makan.

Sunyi pun tercipta.

Ella sadar jika Daffin menatapnya mulai dari tadi, dan dia tidak nyaman.

"Bagaimana kamu mengenal orang-orang itu?" Daffin mulai bersuara.

Ella yang baru menyelesaikan makannya menoleh. "Apa dokter tidak boleh mengenali pasiennya?" tanya Ella balik seraya meraih ponselnya untuk melihat jam.

"Apa kamu tahu siapa pria tadi?" ucap Daffin dingin.

"Aku tidak tahu banyak, yang kutahu dia sepupu Aldian." jawab Ella.

"Bagaimana kamu bisa mengenal Aldian dan kenapa kamu tahu tentang rahasia keluarga mereka?"

"Apa yang salah denganmu?" tanya Ella kebingungan. Suaminya benar-benar terlalu banyak bertanya sejak tadi.

Daffin menatap lekat dan tajam manik istrinya. Batinnya penasaran dan marah pada wanita itu. "Mereka bukan orang baik, jangan dekat-dekat dengan mereka!"

"Hah? Kenapa kamu menghakimi mereka?" Ella mengerutkan keningnya.

"Aku tidak menghakimi, aku tahu tentang mereka, Ella. Aku tidak mau kamu bicara pada mereka!" ujar Daffin tegas.

"Baiklah, terserah saja." kata Ella mengalah. Dia takut saja suaminya marah dan kesal, padahal ini sudah cukup larut. Bagaimana jika pria itu merajuk dan tidak mau membawanya pulang? Ya, meskipun sebenarnya pria itu tidak akan meninggalkan dirinya.

Daffin menghela nafas. "Kamu ingin memesan yang lain?" tanya Daffin akhirnya.

"Kita pulang saja. Mm, tapi aku ingin secangkir kopi." jawab Ella.

"Tidak ada kopi. Ayo pulang!" Daffin menarik perlahan Ella untuk berdiri. Dia merangkul pinggang wanita itu dan membawanya keluar dari sana.

--o0o--

"Dokter Ella? Ada yang mencari mu, seseorang menunggu mu di taman rumah sakit." bisik seorang perawat.

"Siapa?" tanya Ella heran.

Ke empat dokter bedah jantung itu sedang melakukan pemeriksaan pasca operasi pada pasien mereka.

"Aku tidak tahu dok, tapi dia sangat tampan." jawab perawat itu pelan.

"Victory?" Batin Ella mengerutkan keningnya. Dia memeriksa ulang selang infus dan oksigen yang terpasang di pasien.

"Dokter Ella, aku serius. Dia menunggu mu mulai dari tadi!" bisik perawat itu pada dokter keras kepala di sampingnya.

"Akan kutemui setelah ini." ucap Ella setuju.

Daffin yang memeriksa data pasien itu sebenarnya mendengar apa yang mereka bicarakan. Dia menutup dokumen itu dan memberikannya pada Bram.

"Kenapa keluarga pasien belum datang, ya? Operasinya sudah selesai sejak dua jam yang lalu." ujar Bram dan akhirnya pergi lebih dahulu.

"Lekas sembuh bu Wira." ujar Ella pada pasien yang masih menutup mata itu dan melengkang keluar.

"Ella!" panggil Daffin menghentikan langkah istrinya.

"Ya?"

"Kamu mau kemana?" tanya Daffin menghampirinya.

"Emm, ada sesuatu yang harus ku lakukan." jawab Ella kikuk.

"Apa?"

"Itu... aku harus menjumpai seseorang. Dia pasienku," jawab Ella.

Daffin menatap istrinya dan mengangguk. "Aku ikut. Dimana kamu akan menemuinya?"

"Ini urusanku Daffin, jangan ikut campur!" ujar Ella kesal.

"Di taman, bukan?" tanya Daffin sambil berjalan lebih dulu.

"Bagaimana jika itu benar-benar Victory dan aku ketahuan? Sebenarnya ada apa dengan Daffin?" kesalnya. Dia khawatir jika Daffin menaruh curiga dan mungkin akan tahu tentang kemampuannya. Dengan cepat dia menyamai langkahnya pada pria dingin itu.



Close Your Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang