25

8.8K 557 3
                                    

Ella menunggu Daffin di ruang kerja suaminya, ruang kerja yang luas dan selalu bersih itu. Dia suka ruangan privat Daffin yang memberikan rasa  nyaman, semua tentang Daffin selalu membuatnya aman.

"Sudah menunggu lama?" ucap Daffin yang baru tiba. Dia langsung menutup pintu kembali.

"Lima belas menit. Apa urusanmu sudah selesai?" tanya Ella balik.

Daffin mengangguk dan kemudian berjalan menuju di kursinya. "Sudah. Kakek dan tante Fajumi sedang menjamu mereka." jawab Daffin dan seraya di kursinya.

"Kenapa kamu tidak ikut?" tanya Ella lagi.

Daffin menatap istrinya. "Karena kamu."

"Oh, benar juga. Kenapa memanggilku ke sini?" tanya Ella.

"Aku ingin kamu berhenti mengacau. j
Jika dekat denganmu aku bisa mengawasi mu." jawab Daffin santai.

"Hanya itu? Aku tidak akan mengacau, ayolah!" kesal Ella.

"Ella, aku ingin kamu tidak dekat-dekat dengan pria lain." ucap Daffin.

"Hah?"

Daffin masih menatap wanita itu. "Jangan terlalu dekat dengan pasien mu juga."

"Apa? Kamu sakit?" tanya Ella menghampiri Daffin. Dia memeriksa kening Daffin yang tidak panas itu. Dia mengendusnya dan tidak mencium alkohol.  Ella terkejut dengan ucapan dokter ambisius yang sensitif jika membahas dunia medis itu. Jangan dekat dengan pasien? Pria ini pasti sedang kesurupan!

Daffin meraih tekuk leher  Ella dan menarik wanita itu dengan tangan lainnya agar duduk di pangkuannya.

"Apa aku terlihat seperti sedang sakit, hm?" tanya Daffin menatap manik Ella dalam.

"Tidak, tapi terdengar sedang sakit."

"Apa yang salah dengan suara ku?" ucap Daffin lembut tepat di telinga Ella. Dia meniupnya pelan dan kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Ella.

Ella menegang. Sekujur tubuhnya seolah merasakan sengatan listrik. "Apa kamu tahu aku jago bela diri?" tanyanya panik. Deru nafas Daffin di lehernya bisa-bisa membuatnya menggila.

"Benarkah?" Daffin menyeringai tanpa mengangkat kepalanya. Dia masih ingin bersandar di bahu istrinya yang wangi itu. "Coba lepaskan pelukanku."

"Tapi kamu memelukku terlalu erat, Daffin." balas Ella.

"Berarti aku jauh lebih kuat darimu, kan? Jangan memberontak, sayang."

"Daffin! Kamu curang!" kesal Ella tidak terima.

Daffin terkekeh. "Curang?"

Ella terdiam. Dia memejamkan matanya dan menggigit bibirnya. Dia menahan tangannya yang ingin sekali mengelus rambut wangi pria itu.

Akhirnya dia menyerah. Daffin tersenyum miring saat Ella mulai mengelus kepalanya. Dia semakin memeluk Ella dengan erat.

Tidak berselang lama, terdengar suara ketukan pintu yang membuat Ella menghentikan tangannya. Dia ingin berdiri namun Daffin masih tetap dengan posisinya dan mendekapnya erat.

"Masuk," ucap Daffin dingin.

"Itu tante dan mama," ujar Ella panik setelah menoleh pada mereka.

Daffin mengangkat kepalanya dan menatap ke pintu. "Ada apa?" tanyanya santai sembari tidak membiarkan Ella pergi. Dia masih mendekap istrinya agar tidak pergi darinya.

"Maaf harus mengganggu waktu kalian. Tidak kah kalian butuh mengatur cuti saja?" tanya Fina tersenyum gemas.

"Tidak, ma!" Ella langsung berdiri.

"Jangan pergi, sayang." ucap Daffin terdengar manja dan lembut. Dia menarik Ella ke pelukannya.

Ella membelalakkan matanya dan langsung menutup wajahnya malu. "Daffin apa yang kamu lakukan?" bisik wanita itu.

"Istrimu itu tidak akan pergi kemana-mana, Daffin. Kami akan menunda malam ini, kita akan pergi besok saja." ucap Fajumi dan hendak pergi ke luar sambil mengulum senyum.

"Kemana?" tanya Daffin.

"Jamuan makan malam dengan keluarga Vir Auriga, kalian harus pergi karena kakek tidak bisa ikut." jawab Fina tersenyum nakal menggoda Ella dengan wajah yang sudah bersemu merah itu.

"Mama pulang, ya." Dia pun menutup pintu kembali.

"Mereka sudah pergi, lepaskan." ucap Ella saat pintu sudah kembali tertutup.

"Ella?"

"Iya, kenapa?" Ella menengadah menatap suaminya yang hanya diam dan memandanginya.

--o0o--

"Kalian terlihat sangat serasi." Puji Vir pada Ella dan Daffin. Mereka tengah menikmati makan malam di hotel bersama banyak orang-orang penting.

"Terimakasih, pak." gumam Ella tersenyum manis.

"Aku suka anting mu, dimana kamu membelinya?" tanya istri Vir. Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu sangat ramah dan sangat menyukai perhiasan.

Ella tersenyum. "Mm... Daffin yang membelinya, bu."

"Dia pasti sangat romantis," bisik istri Vir yang tersenyum manis menatap Ella lekat.

Ella mengangguk saja.

Ella menoleh saat Daffin melingkarkan tangannya di pinggangnya dan mengelusnya dengan pelan. Pria itu asik mengobrol dengan orang-orang di depannya, sementara tangannya tidak berhenti mengelus pinggang dan perut Ella.

"Hentikan! Geli," bisik Ella namun pria itu tidak menggubris.

"Apa kamu menyukai hadiah yang kami kirimkan?" tanya istri Vir setelah beberapa saat.

"Aku menyukainya, bu. Maaf merepotkan anda," jawab Ella ramah.

Wanita itu menggeleng. "Tidak sama sekali. Aku berharap semoga pernikahan kalian bahagia sampai maut memisahkan, dan semoga kalian segera punya anak."

"Terimakasih, bu." balas Ella tersenyum manis.

Tidak berselang lama, perhatian Ella teralihkan. Ella menatap salah satu tamu yang baru datang.

"Maaf terlambat semuanya. Aku sedang mengurus sesuatu." ujar Ghio. Dia langsung duduk nyaman di kursinya.

"Kamu selalu saja terlambat. Kenapa tidak datang bersama Aldian?" tanya salah satu dari mereka.

"Dia masih dalam proses pemulihan, nona." jawabnya.

Ghio terkejut karena keberadaan Ella. "Dokter Ella?" Ghio memastikan apa yang dilihatnya.

"Mm, hai!" sapa Ella.

"Aku tidak tahu kenapa kamu, emm..."

"Dia datang bersamaku, dia istriku." ucap Daffin memotong  pembicaraan pria itu.

Ghio tersenyum miring dan menatap kedekatan mereka. "Shit! Aku terlambat!" gumamnya.

Ella merasakan genggaman tangan Daffin semakin erat di pinggangnya.

"Sepertinya nyonya William punya banyak kenalan." ujar salah satu wanita di sana.

Ella menoleh dan membalas dengan senyuman pada pengusaha muda itu.

"Kenapa kamu tidak memberitahu jika kamu sering menjenguk Aldian? Kurasa dia melupakan mu, kalian tidak sungguh-sungguh berteman, kan?" tanya Ghio.

Ella menahan tangan Daffin yang mengencang, dia menatap pria dengan rahang yang mengeras itu.

"Kami memang tidak saling mengenal, aku mengatakan kami saling kenal agar aku bisa memeriksanya. Kurasa kamu lebih tahu tentang semuanya. Maksud ku sesuatu yang seharusnya kamu sembunyikan itu." ucap Ella.

Ghio tertawa kecil.

"Damn! Kamu seperti biasanya, dokter Ella! Seharusnya aku bergerak lebih cepat dari suamimu itu."

Close Your Eyes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang