Perjalanan selama tujuh jam itu akhirnya hampir selesai. Sang supir dan pemandu yang berasal dari desa Niskalawi itu menjelaskan bahwa mereka akan tiba lima belas menit lagi setelah melewati hutan belantara.
Gardu depan yang sudah ditumbuhi rumput liar dan dengan cat yang luntur menyambut mereka.
"Kita akan memperbaiki ini juga," ucap Vero.
Ella mengangguk menyetujuinya, namun mata Ella langsung menoleh ke ponselnya. Banyak sekali hantu di sana, mungkin karena sudah tengah malam. Tapi hawa di desa ini benar-benar menakutkan.
"Ella, apa banyak hantu?" bisik Hana. Hanya Evans dan Hana yang tahu kemampuan Ella itu.
Ella menggeleng dan tersenyum. "Tidak." jawabnya berbohong karena tidak mau sahabatnya itu ketakutan.
Mereka pun tiba.
Para dokter itu turun dari bus di depan penginapan yang sudah disediakan oleh kepala desa. Meski sudah larut mereka masih berbondong-bondong menyambut kedatangan dokter dari rumah sakit William itu.
Dengan ramah kepala desa dan beberapa perwakilan masyarakat di sana menyalami mereka dan membantu mereka menurunkan barang-barang.
Pukul dua dini hari.
Rombongan itu benar-benar sudah kelelahan. Hanya Ella, Hana dan Vero lah yang masih terjaga. Ketiganya tipekal orang yang harus beradaptasi dulu sebelum memejamkan matanya, mungkin setelah beberapa hari baru bisa tidur tenang di tempat baru.
Ella meraih ponselnya yang berdering karena panggilan Daffin, seharusnya dia memasang mode pesawat saja tadi.
"Kenapa tidak menelpon ku dan mengabari ku jika kalian sudah sampai?" tanya Daffin terdengar kesal dari seberang.
"Maaf. Kami sudah sampai pukul tengah dua belas tadi, kami baik-baik saja." ujar Ella membalas.
"Kalau begitu istirahatlah dan jangan lepaskan cincin mu!"
"Iya." dengus Ella.
"Hubungi aku besok!"
"Iya, Daffin! Aku akan menelepon mu 24/7, oke?" kesal Ella. Dia memutar bola matanya malas.
"Selamat malam, bye!" Ella pun memutuskan untuk menutup panggilan mereka.
"Kalian sangat manis," goda Hana senyam-senyum.
"Sepertinya dokter Daffin benar-benar tidak ingin terjadi sesuatu pada istrinya." kekeh Vero menggoda.
Ella menyeruput tehnya dengan tenang. "Terkadang dia sangat menyebalkan," ujarnya.
"Tapi tetap cinta, kan?" goda mereka bersamaan. Ella hanya bisa mengulum senyum dan mengangguk.
--o0o--
Pagi-pagi sekali, rombongan rumah sakit W itu langsung melakukan pemeriksaan pagi terhadap orang tua di puskesmas terdekat.
Para dokter itu dengan telaten memeriksa mereka dan menerima dengan baik keluhan kesehatan mereka.
Meski banyak hantu disana, Ella berusaha semaksimal mungkin untuk fokus. Terkadang dia bergidik ngeri karena ada saja hantu yang penasaran akan kedatangan mereka.
"Ibu akan baik-baik saja. Istirahat yang cukup, ya bu. Kalau bisa ibu memasang obat nyamuknya di sore hari saja agar batuk ibu tidak semakin parah. Ini resep obatnya." ucap Ella pada pasien ketiganya. Keluhan mereka berbeda-beda, dimulai dari yang biasa saja dan penyakit yang seharusnya di tangani dengan serius.
Pasien keempatnya datang, seorang wanita tua renta yang langsung memberikan rasa takut bagi Ella. Hawanya sangat berbeda.
"Selamat pagi, nek. Apa yang bisa saya bantu?" tanya Ella sembari langsung memeriksa tekanan darahnya.
"Aku selalu pusing dan tidak nafsu makan." jawab nenek tua itu.
"Begitu, ya? Tekanan darah nenek juga sangat rendah, apa nenek tidak bisa tidur?" tanya Ella ramah dan menuliskan sesuatu di kertasnya.
"Aku biasanya tidur di siang hari dan berjaga di malam hari." jawabnya. Mungkin terdengar aneh, tapi Ella mengerti karena keadaan terbengkalai desa itu.
"Nenek harus mengurangi jam tidur siang agar bisa tidur dimalam hari, apa ada keluhan lain nek?" tanya Ella sembari tersenyum manis.
"Tidak." Nenek itu tidak pernah mengalihkan perhatiannya dari Ella.
"Baiklah, ini resep obatnya. Obat herbal alami akan lebih baik sebenarnya," ujar Ella seraya menyerahkan kertas tadi.
Perhatian nenek itu tertuju pada tangan Ella. "Aku suka gelang mu, dari mana kamu mendapatkannya?"
"Ini? Aku mendapatkannya dari toko cidera mata saat berkunjung ke pantai bulan lalu." jawab Ella.
"Oh. Itu bersinar dan menjaga, seharusnya begitu." ujarnya berlalu. Ella menatap bingung wanita tua itu.
Pagi yang melelahkan itu akhirnya selesai, mereka mengadakan makan siang bersama di sana.
"Ella! Ponselmu!" ucap Farel berteriak dari dalam tenda.
Ella pun segera masuk dan meraih ponselnya yang berdering, dia mengangkat telepon dari suaminya.
"Iya? Ada apa?" ucap Ella.
"Kamu sudah makan?"
"Sudah. Kami sedang makan bersama saat ini," jawab Ella.
"Kamu tidak mengacau, kan?"
"Tidak! Kenapa kamu berfikir seperti itu?" balas Ella kesal.
"Bagus. Aku hanya takut kamu mengacau. Kamu baik-baik saja kan, sayang?"
Ella terdiam. Mungkin Daffin sedang bersama kakek, atau mamanya disana sampai memanggilnya 'sayang' begitu.
"Aku baik-baik saja. Apa kamu sudah makan juga?" tanya Ella balik.
"Hmm."
"Bisa ku matikan?" tanya Ella kemudian.
"Hmm. Aku juga ada urusan setelah ini."
"Baiklah. Ekkhm.. semangat, sayang," ucap Ella dan langsung mematikan telepon mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Close Your Eyes
Horror(akan direvisi) Terlibat dalam sebuah pernikahan dengan Daffin William, dokter dingin yang memiliki hawa mencekam sekaligus membuat Ella merasa aman. Ella Chesa adalah wanita yang mampu melihat mereka yang tak kasat mata, hidupnya yang selalu saja...