Hari Ketigapuluh Lima

4.1K 306 20
                                    

Satu sesi selesai. Napas Nana dan Winzy masih terengah. Pria itu masih ada di atas Winzy dengan bagian bawah masih menyatu sempurna. Wajah Nana tersembunyi di lekukan leher Winzy, dan gadis itu membiarkannya saja karena belum punya tenaga untuk sekedar protes bahwa tubuh Nana cukup berat.

"Gak ada niatan buat lepas pak?" tanya Winzy setelah dirasa posisi mereka sudah terlalu lama.

Nana tertawa, membuat merinding sekujur tubuh karena napas pria itu menyapu daerah lehernya.

"Can I get one more round?"

Mata Winzy membulat, "what's wrong with u?" tanyanya.

"Gak tahu nih. Feromon gue lagi tinggi-tingginya," ujar Nana, dia bangun dari tubuh Winzy, memberi jarak agar matanya bisa melihat wajah gadis itu, "morning sex is so good by the way."

"It's not morning anymore." Winzy berkata sambil merotasikan bola mata.

Nana melepas tautan mereka di bawah sana. Lalu terbaring terlentang di sebelah Winzy. Keduanya saling diam dengan mata menatap ke langit-langit ruangan. Pikiran Nana sibuk sendiri begitu juga dengan Winzy.

Kalimatnya tentang dia dan Nana tidak punya masalah, tapi kerap berhubungan selama ini, adalah konfilik tersendiri. Siapa Nana baginya? Dan siapa pula Winzy bagi Nana? Dua-duanya belum terikat hubungan yang pasti. Perasaan Nana memang sudah jelas kelihatannya, Winzy bisa merasakan pria itu mencintainya. Perasaan Winzy selama ini tidak sepihak, pria itu membalasnya.

Hanya saja ... Apa yang Nana tunggu? Kenapa hubungan mereka belum juga jelas?

Nana menutup mata. Ketakutan terbesarnya adalah ditinggalkan Winzy. Sudah cukup dia menderita ketika berjauhan dengan Winzy, meski hanya beberapa saat. Akan tetapi, jika itu terjadi lagi, entah Nana akan bertahan atau tidak. Pria itu sejujurnya sudah memperhatikan Winzy dari lama. Jika dulu Nana masih denial akan perasaannya, tapi saat ini Nana jelas sadar bahwa dirinya mencintai Winzy.

Sebenarnya, bukan keraguan Winzy yang tak membalas perasaannya, atau penolakkan gadis itu yang membuatnya takut. Bukan pula perasaan Nana yang masih abu-abu, tapi Nana belum siap jika Winzy akan meninggalkannya ketika kelak gadis itu tahu sifat aslinya. Mengingat respon tidak suka Winzy terhadap kemarahan Jean pada Karin, adalah hal yang membuat Nana menyimpulkan bahwa Winzy tak suka dikekang.

Pertanyaannya, bagaimana bisa Nana tak posesif pada Winzy? Bagaimana bisa dirinya menahan sifat teritorial-nya terhadap Winzy? Nana menoleh ke arah Winzy dan bersamaan dengan itu Winzy juga tengah memperhatikan Nana di sampingnya.

Keduanya terdiam dengan mata saling bertemu. Sejatinya suasana hening, tapi kepala keduanya riuh di tengah sepi.

Tak disangka, Winzy maju, gadis itu menempelkan bibir mereka tanpa berniat menggerakkannya. Nana tentu tidak bisa mendiamkan gadis ini begitu saja. Dia tekan belakang kepala Winzy, dan mulai mencecap bibir merah muda gadis itu. Ciuman yang mulanya berjalan biasa saja, berubah jadi semakin panas. Suara decapan terdengar, tangan Winzy meremat rambut belakang Nana, meminta menyudahi ciuman itu atau dia akan kehabisan napas.

"Astaga ..." Keluh Winzy dengan tangan mengusap bibir Nana yang basah akan saliva keduanya, "kamu udah kayak penyedot debu, tahu ga?"

Nana tak menjawab. Hanya tersenyum tipis saja, lalu membalik posisi mereka. Pria itu tak sepenuhnya menindih Winzy karena kedua tangannya menahan berat tubuhnya sendiri.

"Can I?"

"Will you stop if I say no?" tanya gadis itu balik.

Nana tertawa, "definitely not."

Nana mencium bibir gadis itu lagi. Tangannya mulai beraksi. Dia meremas payudara Winzy pelan hingga suara lenguhan dari gadis itu keluar. Bibir pria itu turun ke bawah, menghisap puncak dada Winzy dengan lembut. Memainkannya dengan lidah, dan hisapan-hisapan kuat. Tangan kirinya turun, mengusap sejenak paha Winzy, lalu melakukan fingering pada pusat tubuh gadis itu.

One Month Trip (Nct Dream x Aespa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang