Hari Ketigapuluh Sembilan (2)

3.1K 278 27
                                    

Hari keempat setelah berada di Indonesia, Karin kini berpakaian rapih untuk pergi ke apartemen Jean. Kemeja putih polos oversize dibalut Vest warna biru muda yang bercorak garis-garis halus jadi yang dikenakannya hari ini. Gadis itu melengkapi penampilannya menggunakan Jeans dan juga sepasang sneakers putih. Rambutnya di cepol ke atas. Karin memang tengah menunggu supir Jean menjemput. Janjinya untuk ke apartemen Jean waktu itu harus tertunda selama empat hari, karena nyatanya Karin, pun terkena jet lag dan sempat demam beberapa hari. Alhasil, dia dan Jean hanya saling bertukar kabar lewat voice note atau video call.

Sooya sedang tidak ada di rumah hari ini. Kakaknya itu harus bekerja dan biasanya baru kembali di jam-jam makan malam. Sooya bukanlah karyawan korporat sekarang--dia baru tahu hal itu kemarin--saudarinya itu sudah membuka Pet Cafe di kawasan Jakarta Selatan. Nama Kafenya Sooteryling. Terdengar aneh memang, tapi katanya itu adalah singkatan dari Sooya's Eatery and Healing. Jarak usianya dengan sang Kakak hanya terpaut tiga tahun, dan Karin bangga sang Kakak bisa mandiri di usianya yang ke 26 sekarang.

Sepuluh menit sudah Karin menunggu, mobil Alphard putih yang Jean jelaskan di chat terlihat berhenti di depan pagar rumahnya. Karin buru-buru keluar rumah, mengunci pintu untuk kemudian keluar pagar. Kaca mobil diturunkan, seorang pria paruh baya dengan kacamata, terlihat tersenyum tipis. Dia hendak turun, tapi Karin tergesa mencegahnya.

"Gak usah turun Pak. Saya bisa naik sendiri, kok."

Akhirnya, si supir hanya menurut saja. Karin membuka pintu kemudi di samping supir, dia mulai memasang seatbelt.

"Duh, padahal kalo mau di belakang juga gapapa, loh Kak." Bapak itu berkata sungkan.

Karin tertawa pelan sambil mengibaskan tangannya, "gapapa, Pak. Biar gampang turun juga," ucapnya beralasan meski tidak nyambung sama sekali. Dirinya hanya ingin sekedar menghargai. Meski bapak ini sebenarnya memang benar-benar supir, tapi Karin tidak ingin kentara bersikap begitu.

Mobil, pun berjalan perlahan meninggalkan kompleks rumah Karin. Gadis itu tidak sepenuhnya diam selama perjalanan. Kepribadiannya yang Ekstrovert, membuat Karin tak bisa diam saja tanpa membangun percakapan sekalipun yang di sebelahnya ini sebenarnya tidak masalah jika Karin ingin mendiamkannya hingga sampai tujuan.

Usai bertukar beberapa kalimat, barulah Karin tahu supir ini bernama Pak Han, lengkapnya Handrea Widjayanto katanya, tapi Jean dari kecil malas menyebut nama lengkap bapak ini. Sedikit kisah di masa lalu, Pak Han sebenarnya adalah anak dari Tanto Widjayanto, supir pribadi keluarga Jean yang sebelumnya. Hanya saja, karena satu dan lain hal, Pak Tanto meninggal dan Pak Han merasa bahwa keluarga Jean sangat berjasa. Akhirnya, beliau memutuskam resign dari pekerjaan sebelumnya, untuk menjadi karyawan keluarga Jean. Meski sekarang Pak Han lebih sering mengantar Jean ke mana-mana dibanding anggota keluarga yang lain.

"Kak Rina ini pacarnya Dek Jean?" tanya Pak Han.

Kenyataan yang baru diketahui Karin hari ini adalah betapa humblenya keluarga Jean. Biasanya Karin menemukan supir atau asisten rumah tangga menyebut anak majikannya sebagai Den, atau Nona. Tapi di keluarga Jean, Pak Hen menjeaskan bahwa Jean dipanggil 'Dek' karena anak terakhir di keluarga, jadilah Pak Hen juga wajib memanggil begitu. Itulah alasan kenapa Karin dipanggil 'Kak' sekarang.

"Iya Pak. Hehe," jawab Karin.

Pak Hen tersenyum, "semoga langgeng ya. Soalnya Dek Jean belum pernah bawa perempuan ke apartemennya, apalagi sampe dijemput gini."

"Jean pernah deket sama orang lain gak pak?"

"Paling ya, mba Selena aja. Itu, pun gak pernah diajak ke apartemen, Kak. Biasanya ke rumah, ketemu Ibu langsung."

One Month Trip (Nct Dream x Aespa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang