"Apa akhir kisah cerita yang kamu benci? Jika ditanya seperti itu aku akan menjawab akhir kisah cinta ku sendiri lah hal yang paling kamu benci."
-Liana Alvender Ruby.
*********
Lia mencoba memberanikan diri membuka surat yang terselip di bunga yang Raveno berikan kepadanya saat itu, kepergiannya masih membekas di benaknya hingga saat ini.
Teruntuk kamu, perempuan yang paling aku sayangi
From Raveno Cakrawala
Saat kamu baca surat ini, aku cuman pengen bilang aku udah gak tau mengutarakan rasa ini lewat kata-kata atau apapun itu.
Aku, iya, Raveno yang kamu kenal ini rela menulis surat ini tengah malam semua ini tiba-tiba saja teride didalam pikiran ku sangat lelet, seharusnya sejak lama namun semua ini baru muncul.
Aku gak tau berapa lama lagi aku bakalan disamping kamu, aku gak bisa mastiin besok aku masih bernafas dengan baik, aku mau kamu terus bahagia terus cantik.... Cantiknya Aven jangan sedih terus yah? Sini peluk aku aku akan selalu ada buat kamu, Aven gak sekuat yang kamu kira juga.
Aku belum tentu juga bisa nepatin semua janji aku, kamu jaga diri kamu baik-baik aku juga belum tentu jadi jodoh kamu, kalo aku bukan jodoh kamu maka kamu harus cari lelaki yang lebih baik dari aku dan tulus sama aku harus lembut juga jangan kaya aku tukang emosi dan marah-marah parahnya suka bentak-bentak kamu lagi.
Kamu emang cinta pertama aku
Liana, sampai kapanpun sampai
detik terakhir akupun kamu adalah perempuan yang paling aku cintai didunia ini.Cuman bunga dan tulisan ini yang bisa aku kasih buat kamu memang benar, aku tidak sepandai menulis kata-kata layaknya kamu sang penulis, aku hanya berharap kamu suka dengan semua ini.
Buat perempuan yang paling aku cintai, harus sambil senyum bacanya cantik.
Namun, kenyataannya berbeda dengan kata-kata terakhir dituliskan itu Lia menangis sesenggukan sambil memeluk kertas itu.
"Yang aku mau cuman kamu Raveno, cuman kamu, aku gak butuh semua kata-kata manis ini." Isaknya.
"Lia, lo kenapa?" Tanya Revan yang baru masuk kamarnya itu.
Revan langsung memeluk tubuhnya menenangi adiknya itu. "Lo harus bisa ikhlasin dia Li, sampai kapanpun dia gak akan pernah kembali cuman kenangannya yang akan bersama lo terus Li,"
"Kenapa Van? Dia pergi gitu aja? Dia meninggal setelah ngobrol sama Lia,"
"Artinya orang yang spesial bagi dia itu lo, jangan gini. Biarin dunia yang jahat jangan sampe lo jahatin diri lo sendiri Lia,"
"Gue cuman mau dia Van, cuman dia yang bisa ada buat gue...."
*******Lia mengusap nisan di hadapannya itu, waktu demi waktu telah berlalu kepergian laki-laki itu terus saja ada dibenaknya.
Raveno Cakrawala
Lahir : 15, 04, 2001
Wafat : 03, 12, 2023"Ven, aku kangen sama kamu, kamu gak mau jemput aku? Kamu udah ketemu bidadari surga yah disana? Ven, jemput aku ... Dunia terlalu jahat buat aku yang gampang nangis." Ucapnya dihadapan makam itu.
Lia berdiri dari posisi jongkok itu dan mengibas-ngibaskan celana nya yang sedikit kotor, banyak yang perubahan terjadi kepadanya Lia yang sekarang bukanlah Lia yang dikenal orang saat dulu ia telah berubah.
Lia saat ini mudah sekali tersentuh dan menangi, ia juga sudah tidak lagi menjadi seseorang pemarah dan tukang ngegas seperti dulu, ia juga sudah menurunkan keegoisan nya dan keras kepala nya. Ia tersadar keegoisannya hanya akan menyelakai orang lain.
"Ven, jangan lupain aku disana plis... Walaupun kamu udah jadi ubi." Ujar Lia lalu meninggalkan tempat itu.
Seseorang dengan pakaian jas dan kacamata hitam yang serasi tanpa, ia sadari menatapnya dengan tajam dari kejauhan.
"Jadi lo, Liana Alvender Ruby," Ujarnya.
********
Lia mampir sebentar berkunjung ke tempat pedagang kaki lima karena merasa lapar setelah sekian lama tidak mengunjungi makam itu, siapa tau juga ia bisa melupakan masalah itu sejenak.
Namun, pandangannya beralih ke seorang lelaki yang mirip dengan almarhum kekasihnya itu, Raveno Cakrawala.
Lia langsung berlari mengejar nya sekencang mungkin, melewati kerumunan namun sayangnya orang itu telah hilang tanpa jejak.
"Raveno...." Lirih Lia.
Malamnya ia bertemu dengan Revan yang sekarang menjabat sebagai pengusaha yang cukup sukses ia berbicara soal hal tadi yang ia lihat.
"What? Lo gak bohong kan? Tapi, Raveno udah mati Li... Gimana bisa hidup lagi coba? Udahlah li, sadar lo terapi berapa lama tapi lo masih aja terus-menerus dalam bayangan dia."
"Tapi apa Van? Psikolog dari dulu salah! Gue gak skizofrenia! Semuanya nyata! Gue gak gila juga! Lo sama aja Van kaya psikolog itu! Sama-sama gak bisa ngertiin gue! Cuman Raveno yang bisa ngertiin gue!" Pekik Lia.
Lia langsung berlari masuk ke dalam kamarnya menenangi dirinya yang dipenuhi amarah, semua orang menganggapnya gila padahal ia masih waras. Ia beralih duduk di meja belajarnya yang dulu ia pakai itu, sekarang perempuan itu telah sukses menjadi penulis terkenal dan best seller, dengan cerita nya dan Raveno namun, ia bilang semua itu fiksi karena mereka akan mencintai laki-laki sehebat Raveno.
Ia membaca lembar demi lembaran dibuku itu sungguh, ia rindu semuanya ia rindu kata-kata laki-laki yang membuatnya tenang setelah menangis, sekarang tidak ada yang menyadarkan kepadanya semua akan baik-baik saja malah semuanya menanggapi bahwa ia gila.
"Apa aku haru ngeluapain kamu? Aku memang harus sembuh, aku akan mencoba sembuh dari semua bayang-bayang kamu, kamu telah abadi dalam karya aku Raveno Cakrawala,"
Dalam kata itu, Lia mencoba sembuh dan sadar akan semuanya, ia harus mencoba merelakan kepergian laki-laki itu dan menerima dengan lapang dada lelaki yang ia sangat cintai itu sudah tiada.
[End]
Makasih buat semuanya yang mau membaca cerita ini, maaf kalo ending-nya gak sesuai sama ekspetasi atau semua alurnya kurang bagus.
Author sudah berusaha semaksimal mungkin, banyak yang author ingin tambahkan sebenarnya.
Thanks buat kalian, sehat selalu jaga diri baik-baik oke?
Ada titipan kata-kata dari Raveno yang nyata.
Kalian jangan terus-menerus yah kalo lagi sedih, gua gak suka kasian matanya kalo nangis terus kasian lo nya juga. -Raveno
Semoga bisa bertemu lagi.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Raveno Cakrawala [End]
Teen FictionLiana Alvender Ruby, seorang perempuan yang dikenal sebagai perempuan angkuh, keras kepala, egois dan sombong. Namun, semua pandangan itu berbalik dengan kenyataannya, Lia ia mempunyai banyak luka dan trauma. Ia punya seribu alasan mengapa ia bers...