BAB 51 ~ 🏃‍♀️ HENGKANG 🏃‍♀️

12 1 0
                                    

Bab baru sudah update... Yuks, langsung otewe baca....

Happy reading....


🏃‍♀️🏃‍♀️🏃‍♀️


Debby berusaha keras untuk bersabar dan menahan kemarahan. Namun, dalam hati ia sudah menjerit kesal. 'Argh! Selalu aja memaksakan kehendak!'

"Kalau aku nggak mau?" tantang Debby dengan dagu terangkat. Kedua lengannya dilipat di depan dada.

"Debby!" panggil Papi tegas. Tatapan tajam lelaki berumur itu mengarah pada lengan Debby lalu beralih ke wajahnya dan kembali lagi menatap ke bawah.

Lagi-lagi Debby mengembuskan napas. Namun, diturunkannya juga kedua lengannya ke atas pangkuan. Postur tubuhnya yang semula duduk dengan kaku pun ikut melemas. "Maaf, Pi."

"Jangan sama Papi," tolak Gunawan yang kembali melembut.

"Maaf, Mi. Tapi aku benar-benar nggak mau kenalan sama orang asing atau bahkan dijodoh-jodohkan," protes Debby. "Buat apa sih, Mi? Kalau aku mau aku bakal cari sendiri."

"Kalau tunggu kamu cari sendiri, Mami bisa lumutan nanti! Pokoknya besok kamu harus menemui Ferdinand! Sudah! Mana ini Bi Siti? Kenapa gak muncul-muncul?" Liliana menoleh ke arah pintu yang menuju dapur.

"Jelaslah! Ada singa mengamuk siapa yang berani mendekat?" gumam Debby sangat lirih.

"Kamu bilang apa?" tanya Gunawan.

"Eh, bukan apa-apa, Pi," elak Debby. Wanita itu lantas mengalihkan tatapannya pada sang mami. "Kita lihat aja besok, Mi," imbuhnya kemudian sembari bangkit berdiri dengan cepat dan meninggalkan ruang makan dengan langkah panjang-panjang.

"Sudah biarkan saja dulu," ucap sang papi di balik punggung Debby yang masih bisa ditangkap oleh indra pendengarannya.

Debby melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur sampai melenting. Belakang lututnya tepat berada di tepi pembaringan. Kedua telapak kakinya yang tak memakai alas menjejak bumi. Dinginnya lantai keramik berusaha diserap sebanyak mungkin oleh telapak kakinya dengan harapan bisa mendinginkan hatinya yang sedang kesal. Wanita itu lagi-lagi merasakan keletihan luar biasa seperti yang sering dialaminya jika selesai berbicara dengan sang mami, apalagi jika membahas masalah serius.

Dadanya masih naik turun dengan cepat, meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Rasa kesal pada sang mami masih bercokol di hatinya. Mata sipitnya menatap nyalang pada langit-langit kamar tanpa berkedip selama beberapa waktu. Padahal, tidak ada apa-apa di atas sana selain lampu utama kamar ini.

Desahan panjang lolos dari bibir mungilnya yang berwarna merah bersamaan dengan kedua mata sipitnya yang menutup. Kedua lengannya direntangkan lebar-lebar ke samping berharap bisa mendapatkan kebebasan.

"Hah! Jangan naif, Deb!" tegur Debby pada dirinya sendiri.

Jari jemari tangan kanannya yang semula menggenggam ponsel dengan erat pun seketika direnggangkan, membuat benda pipih tersebut merosot dari telapak tangannya. Tanpa menoleh, Debby menggeser sedikit tangannya hingga ponsel benar-benar tergeletak di atas matras.

"Ah, coba kalau aku juga bisa lepas dari situasi ini ... dari perasaan yang menyesakkan ini ... " harap Debby. "Tapi gimana caranya? Hah! Aku pikir selama ini lukanya sudah mengering dan sembuh seiring dengan berjalannya waktu. Tapi nyatanya ... " sesal Debby seraya menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, "ugh, masih menganga dan menyakitkan! Gimana ini?"

"Tante A Mey ...." Tanpa sadar bibir mungil Debby memanggil nama seseorang dengan lirih dan penuh keputusasaan. "Aku masih butuh Tante ...." Setitik air mata muncul di kedua ujung ekor matanya disusul dengan butiran-butiran berikutnya yang langsung terjun bebas menuruni pelipis.

WANITA INCARAN CEO AROGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang