Hai, hai, hai .... Selamat berakhir pekan.
Debby cs balik lagi nih ... Ada yang nungguin gak, ya??
Maaf, beberapa hari kemarin gak bisa update. Yuks, langsung otw baca aja.
Happy reading!!!
🥊🥊🥊
Fanny mengernyit mendengar pernyataan lelaki asing itu yang kini duduk di bangku sebelah. Fanny mendengkus. "Hah! Nggak usah mengarang deh!"
"Eh, benar! Kita pernah ketemu kok," bantah lelaki asing itu. "Yah ... paling nggak, sekali sih. Bukankah kamu teman Debby?"
Fanny menjengit kaget mendengar nama mantan sahabatnya disebut oleh lelaki asing itu. 'Siapa sih orang ini? Apa iya kami pernah ketemu?' Otak Fanny yang sedang tumpul menolak untuk menggali ingatan. 'Ah, bodoh amatlah!'
"Ah, siapa namamu waktu itu, ya?"
Fanny mendengkus lagi dan tertawa sinis. "Hah! Nggak usah sok kenal kalau gitu! Sekarang tinggalkan aku sendiri!"
"Mana bisa gitu! Nggak baik seorang perempuan sendirian di tempat kayak gini. Biar kutemani kalau kamu masih mau di sini. Atau mau kuantar pulang?" tawar lelaki itu.
Fanny mengernyit tidak senang. "Ck! Justru kamu yang sudah menggangguku! Sejak tadi nggak ada tuh orang yang mengusikku! Baru kamu ini satu-satunya pengganggu!"
"Itu karena aku menghalau mereka! Kamu nggak sadar, ya, kalau keberadaanmu itu sudah menarik para pria itu untuk datang kemari? Siapa yang tahu kalau di antara mereka ada pria hidung belang, ha?"
"Berisik! Memangnya nggak ada yang menunggumu di meja lain apa?"
"Kenapa?" tanya pria itu sembari menelengkan kepalanya saat menatap Fanny. "Kamu mengkhawatirkan aku? Takut ada yang marah?"
"Hah! Jangan mimpi!" sembur Fanny. "Aku itu lagi ngusir kamu, tahu? Jangan kegeeran!"
Pria itu langsung tertawa lebar. "Jangan khawatir! Nggak ada yang menungguku di mana pun. Jadi, usahamu itu nggak akan berhasil. Aku akan tetap di sini menemanimu."
"Ck! Terserah kalau gitu! Tapi jangan mengajakku bicara!" Fanny meneguk isi gelas dan meletakkannya dengan sentakan kasar.
"Oke. Tapi berhentilah minum. Kamu bisa mabuk nanti. Atau kamu sudah mabuk sekarang ini?"
"Ck! Kalau nggak minum terus buat apa aku di sini? Tidur?"
Lelaki itu spontan tertawa. "Kamu ini lucu. Kesan pertamaku dulu, kamu ini wanita yang ceria. Entah apa yang mengganggumu saat ini sampai-sampai kamu jadi kayak gini sekarang."
Fanny lagi-lagi menggeram kesal. "Sudah kubilang jangan mengajakku bicara! Kalau nggak mau, angkat kaki aja sana!"
*****
Mengikuti saran untuk mencoba resep-resep baru, Debby akhirnya menghabiskan hari Minggu dengan berkutat di dapur. Semalam, ia sudah mencari berbagai resep kue atau camilan di mesin pencari yang sekiranya menggugah minatnya untuk membuatnya. Memang resep-resep yang dipilihnya ini bukan camilan atau kudapan baru, tetapi penganan tersebut banyak dicari hingga membuat Debby tertarik untuk ikut membuatnya.
Kegelisahan dan kecemasan yang muncul sebelumnya sudah lama menguap sejak Debby menemukan beberapa resep menarik yang ingin dicobanya. Semangatnya bahkan masih bertahan hingga ia bangun tidur keesokan harinya.
Dengan antusias, Debby berburu dengan cepat bahan-bahan resep di supermarket terdekat. Hatinya terasa ringan ketika ia tengah memilih bahan-bahan dengan kualitas terbaik. Ia bahkan sesekali bersenandung ketika menyusuri lorong-lorong supermarket yang masih lumayan sepi.
"Terima kasih atas kunjungan Anda," sapa seorang karyawati dengan selempang bertuliskan selamat datang ketika Debby hendak meninggalkan supermarket. "Semoga hari Anda menyenangkan."
"Yah ... benar, hari ini pasti menyenangkan," gumam Debby seraya melirik tas belanjaannya. "Harus!" tekadnya kemudian.
Sesampainya di rumah, wanita berambut panjang itu langsung mengeluarkan peralatan untuk membuat kue dan menata bahan-bahan yang diperlukan di atas meja. Ia mengikat rambutnya dengan asal dan memasang apron untuk mulai membuat adonan. Tak lupa diputarnya juga musik kegemaran yang mampu menggugah semangat untuk menemaninya bergulat dengan adonan tepung.
Debby tak menyesal mengikuti saran untuk mengalihkan kecemasannya dengan melakukan hobinya. Sudah lama ia tidak merasakan kegembiraan mengolah tepung dan bahan-bahan lainnya menjadi sajian yang lezat dan menggugah selera. Beberapa kali, ia juga ikut bernyanyi atau sekadar bersenandung mengikuti musik yang memenuhi area dapur.
Begitu semangatnya bekerja di dapur, Debby tidak hanya membuat kudapan saja, tetapi juga membuat minuman pendamping yang tampak menggiurkan. Sayang, hanya dirinya saja yang nanti akan menikmati itu semua.
Kedua sajian yang ia buat selesai hampir bersamaan. Ketika Debby mengeluarkan loyang dari dalam oven, aroma bawang bombay, keju, dan daging pada piza yang dibuat Debby memenuhi dapur.
"Hmm ...." Debby menghidu di atas piza. "Ini sih bikin lapar! Sabar, ya," ucap Debby pada perutnya yang ia tepuk-tepuk dengan pelan. Ia tiba-tiba teringat seseorang dan mengikik kemudian.
Buru-buru dikeluarkannya kudapan tersebut dari loyang dan ditatanya sedemikian rupa beserta dengan gelas minuman yang tampak menggunung. Ia lantas mengambil gambar kedua jenis sajian itu dengan ponselnya beberapa kali. Ia mengirimkan gambar-gambar tersebut disertai dengan sebuah pesan ke seseorang di seberang lautan. Debby sudah tidak sabar untuk mengetahui respons orang tersebut karena ia tahu kalau penganan yang ia buat merupakan salah satu makanan favorit lelaki itu.
Beberapa notifikasi pesan masuk terdengar tatkala Debby tengah membereskan meja dan hendak beranjak menuju bak cuci piring. Kedua ujung bibirnya langsung terangkat tinggi-tinggi membayangkan balasan pesan yang akan diterimanya. Tanpa terburu-buru untuk membaca dan membalas pesan, Debby melanjutkan acara bersih-bersih dapurnya.
Namun, kegembiraannya pupus ketika ia melihat ponselnya. Pesan yang masuk ternyata bukan dari orang yang ditunggu-tunggu. Debby sedikit mendongkol ketika kenyataan yang menyebalkan kembali merasuki benaknya. Ia menatap jam dinding di ruang duduk sembari mengembuskan napas panjang. Keasyikannya berkutat di dapur telah membuat wanita berambut burgundi itu melupakan sesaat kebiasaan sang CEO yang selalu mengiriminya pesan pada tengah hari.
"Hah! Rupanya kebiasaanmu itu tetap berlaku meski hari Minggu, ya?" keluh Debby pada ponselnya.
Meskipun menggerutu, dibacanya juga pesan dari William tersebut. Namun, ia tak sudi membalas pesan dari lelaki yang untuk sementara waktu ini akan menjadi bos besarnya. Suasana hatinya pun langsung anjlok. Ditinggalkannya begitu saja benda pipih tersebut di atas meja kecil yang ada di ruang duduk dan kembali menuju dapur.
Debby berusaha membangkitkan kembali kegembiraan yang tadi sempat sirna dengan memikirkan resep-resep lain yang ada dalam daftar "Patut Dicoba" yang semalam ia susun dalam benaknya. Ketika suasana hatinya telah pulih, Debby akhirnya menyadari sesuatu yang membuatnya merasa begitu bodoh selama beberapa hari ini.
"Hah! Buat apa kamu terlalu memikirkan sesuatu yang justru merugikan dirimu sendiri, Deb! Kenapa malah jadi kamu yang uring-uringan terus selama ini? Biar aja orang itu mengirim pesan sesuka hati. Kita lihat aja nanti siapa yang bakal bertahan!"
🥊🥊🥊
Yups, kira-kira siapa yang bakal bertahan, ya??
Cari tahu kelanjutannya di episode depan, ya!
Bye-bye ....
Sabtu, 18 November 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
WANITA INCARAN CEO AROGAN
RomanceMohon bijak dalam memilih bacaan. Ada beberapa bagian yang mengandung bahasa kasar dan adegan kekerasan. 🙏 ****************** Debby sudah terbiasa menghalau para pria yang berusaha mendekati dirinya di luar pekerjaan. Saking terbiasanya, ia sudah t...