BAB 34 ~ 💞 SIMBIOSIS MUTUALISME 💞

24 1 0
                                    

Hari ini aku double up, ya, sebagai permohonan maaf karena kemarin absen up beberapa hari.

Semoga teman-teman menikmati ceritanya dan terus berkenan mengikuti sampai tamat. 🥰

Happy reading ....


💞💞💞


Suasana hatinya masih belum membaik. Sejak meninggalkan rumah Debby kemarin, Fanny belum menghubungi satu pun dari dua orang yang sudah membuat suasana hatinya kacau. Padahal, serentetan pesan atau panggilan masuk dari Niel sudah menanti untuk direspons.

Jangankan menjawab panggilan atau menelepon balik lelaki itu, membaca pesannya saja Fanny sudah enggan, setidaknya untuk saat ini. Berkebalikan dengan Niel, Debby justru tidak ada kabar apa-apa sama sekali. Fanny pun tak ambil pusing dengan kenyataan tersebut.

Beruntung sekarang hari libur, ia sedang tidak ingin melakukan sesuatu yang membutuhkan konsentrasi penuh. Pagi tadi, ia sudah meluapkan sebagian kekecewaan yang masih bercokol di hatinya dengan menguras tenaga hingga bermandikan keringat di ruang olahraga. Namun, perasaan kecewa, nelangsa, dan hampa masih menggelayut di hatinya.

Demikian pula ketika siang harinya ia menghabiskan waktu dengan melakukan hobinya yang lain, bukannya membaik, perasaannya justru bertambah murung. Kegiatan berbelanja atau jalan-jalan di mal memang tidak selalu dilakukan bersama-sama dengan Debby. Namun, kenangan akan Debby yang senantiasa bersedia menemaninya meskipun itu bukan kegiatan favorit Debby membuat perasaan kehilangan seorang sahabat menjadi semakin nyata.

"Huh ... kenapa aku jadi menyedihkan begini?" ratap Fanny di tengah hiruk pikuk kelab malam.

Tiba-tiba ingatannya kembali melayang pada sosok lelaki yang semalam menemaninya minum. Sebenarnya ia cukup terhibur dengan keberadaan Leon. Sosok pria yang terus menemaninya hingga ia keluar dari kelab malam dan bahkan ikut membuntuti mobilnya hingga ia berbelok ke tempat parkir apartemennya.

Hingga mereka berpisah di halaman parkir kelab malam kemarin, tak sekali pun Fanny menyebutkan namanya. Ia sedang tidak ingin bersosialisasi dengan siapa pun malam itu. Jadi, ketika lelaki itu kembali memperkenalkan diri, Fanny tetap tidak mau memberikan namanya.

Fanny bahkan kembali menyindir lelaki itu supaya menyingkir dari hadapannya jika tidak bisa mengingat namanya. Namun, entah pria itu tidak punya urat malu atau memang tidak sadar kalau sedang disindir, lelaki itu tetap saja menempati bangku di sebelahnya.

Fanny terkekeh ketika mengingat lagi kejadian itu. "Dasar kepala batu." Kepalanya menggeleng-geleng dengan senyum masih tertinggal di bibir. "Untung kamu baik," puji Fanny kemudian.

Meskipun pada awalnya Fanny kesal dengan keberadaan Leon, tak bisa dimungkiri jika lelaki itu membawa sedikit pengaruh baik padanya. Setelah dipikir-pikir lagi sekarang, Fanny menyadari kalau ia meninggalkan kelab malam kemarin dalam kondisi cukup sadar. Secara halus lelaki itu selalu mengarahkan dirinya untuk memesan minuman tanpa alkohol setiap kali Fanny ingin menambah minuman lagi. Sekarang, Fanny bisa tersenyum mengingat hal tersebut.

Ia juga bersyukur lelaki itu menolak untuk angkat kaki dari hadapannya dan tidak menggubris permintaannya untuk tidak mengajaknya berbicara. Dengan topik obrolan yang tak tentu arah dari pria itu, sedikit banyak mengalihkan pikiran Fanny dari Debby dan Niel. Tak jarang Fanny tersenyum atau tertawa menanggapi guyonan atau komentar absurd yang dilontarkan oleh Leon. Sayangnya, perasaan murung itu kembali melandanya ketika ia sudah sendirian di apartemennya.

"Hah ... seenggaknya aku harus berterima kasih padanya karena sedikit banyak sudah menghiburku dengan caranya sendiri. Tapi ... nggak tahu nih apa aku masih bisa ketemu dia lagi. Aku sama sekali nggak tahu apa-apa tentang dirinya. Eh, tunggu sebentar!" gumam Fanny yang langsung menegakkan tubuhnya ketika teringat sesuatu. "Bukankah dia bilang kami pernah ketemu sebelumnya? Tapi di mana, ya? Aku kok sama sekali nggak ingat."

WANITA INCARAN CEO AROGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang