BAB 10 ~ 👄 SEBUAH NAMA 👄

46 2 0
                                    

Hai ... hai ... hai ....

Yang sudah nggak sabar pengen tahu kelanjutan Debby dan William sapa hayoo?? Cung!!!

Yuk, langsung baca aja bab barunya!

Happy reading!!



👄👄👄


"Aku kayaknya nggak asing sama salah satu dari mereka," cetus Leon kemudian. "Pernah lihat di mana, ya? Oh iya, di lobi tadi, ya? Benar, 'kan?"

William hanya melirik sekilas ke arah sahabatnya tanpa menghiraukan reaksi maupun pertanyaan pria itu. Pandangannya kembali terarah pada si Wanita Es. William yang tak sempat memperhatikan wanita itu dengan saksama saat di lobi tadi, kali ini bisa memuaskan mata memandangi si Wanita Es. Sekarang ia bisa memperhatikan dari ujung kepala hingga ujung kaki meski bukan dari jarak yang sangat dekat.

Tubuhnya tinggi semampai. Cara berjalannya tegap dan penuh percaya diri, bukan berlenggak-lenggok bak kucing berjalan. Langkah kakinya kecil dengan sedikit goyangan pada pinggul. Busana yang dikenakan pun tak seperti kulit kedua yang menempel ketat di tubuhnya. Namun, hal itu justru menambah daya tarik tersendiri bagi William.

Ia jadi bisa berimajinasi dan menerka-nerka apa yang ada di balik busana itu. Bahkan hingga saat ini, William masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana bentuk bokong wanita itu yang terbalut celana jin saat membungkuk ke dalam mobil malam itu. Bulat dan penuh.

"Hah, kenapa aku malah jadi melantur ke sana sih?" tegur William kepada dirinya sendiri dalam hati.

William berdeham untuk mengusir pikiran kotor dari kepalanya yang justru malah menarik perhatian kedua wanita itu meskipun bukan itu maksud William. Tatapan kedua wanita itu terarah padanya walau sekilas. Namun, si Wanita Es kembali menoleh lagi sedetik kemudian dengan mata sipit yang melebar di wajahnya yang halus bak porselen.

William mengulaskan senyum kecil di bibirnya yang dibalas oleh wanita itu dengan senyum kaku dua detik kemudian. Saat kedua wanita itu sudah dekat dengan meja yang ditempati oleh William dan Leon, pria itu langsung bangkit berdiri untuk menyapa mereka.

"Wah, gak disangka kalau kita akan ketemu lagi hari ini di tempat yang berbeda. Kurasa kali ini kamu mengingatku dengan baik, bukan?" goda William pada si Wanita Es, masih dengan senyum kecil tersungging di bibirnya.

"Ah, maafkan saya soal itu," sahut wanita itu sembari tersenyum canggung.

Tatapan William kemudian beralih sesaat pada wanita kedua. "Ah, bukankah ini temanmu yang waktu itu?" cetus William ketika menyadari siapa wanita kedua itu. 'Hmm, si Wanita Oleng.'

"Ah ya, ini sahabat saya."

Sosok yang dimaksud, yang sedari tadi hanya menyimak percakapan mereka dengan raut heran, kini semakin terbengong. Tatapan mata sipitnya yang melebar dengan cepat terarah pada si Wanita Es. Ujung-ujung rambut cokelat tuanya yang dipotong model layer sebahu bergoyang keras.

"Hmm. Kita sudah ketemu tiga kali, empat malah, tapi sampai sekarang aku belum juga tahu siapa namamu. Boleh aku tahu namamu sekarang?" pinta William seraya mengulurkan tangan ke arah si Wanita Es. "Aku William."

Si Wanita Es hanya terdiam memandang tangan kekarnya yang terulur. Lengan kemeja biru pucatnya yang digulung hingga siku memperlihatkan lengan bawah yang berwarna kuning langsat dengan tonjolan samar otot-otot lengan dan bulu-bulu halus yang cukup lebat. Setelah beberapa detik berlalu, William masih bertahan mengulurkan tangannya.

William sudah mulai bertanya-tanya dalam hati apakah dirinya akan menanggung malu karena ditolak wanita saat hendak berkenalan. 'Di tempat umum pula! Sial! Benar-benar wanita berhati es. Susah banget cuma buat dapat namanya!'

Namun, penantiannya membuahkan hasil. Dilihatnya si Wanita Oleng menyikut pelan pinggang sahabatnya. Wanita itu menunjuk tangan William yang terulur dengan dagunya. Samar saja, tetapi membawa dampak yang telah ditunggu-tunggu William. Pria itu melirik sekilas pada si Wanita Oleng. Saat tatapan mereka beradu sekian detik, William menarik ujung-ujung bibirnya ke atas.

'Terima kasih, Cantik.'

Dari ekor matanya, William melihat pergerakan tangan si Wanita Es. William kembali fokus padanya. Dengan perlahan, wanita itu akhirnya menyambut uluran tangan William.

"Debby."

'Akhirnya! Puji Tuhan.'

"Ah! Dan sahabatmu ini?" tanya William lebih lanjut seraya mengalihkan tatapan dan uluran tangannya pada si Wanita Oleng.

"Fanny," sahut si Wanita Oleng yang dengan antusias langsung menyambut uluran tangan William. Senyum lebar menghias wajah cantiknya.

"Ah! Perkenalkan juga, ini sahabatku, Leon," ucap William sembari menunjuk Leon. Pria yang diperkenalkan oleh William segera bangkit berdiri menyalami Debby dan Fanny.

"Apa kalian sudah selesai di sini?" tanya William ingin tahu.

"Ya," jawab Debby singkat.

"Ah, sayang sekali," gumam William lirih, seolah-olah berkata pada diri sendiri.

"Maaf?" Kening Debby berkerut.

"Ah, bukan apa-apa," elak William dengan senyum kecil menghias bibirnya. "Maaf, jika sudah menahan kalian di sini. Kalau gitu, silakan," lanjut William sambil memutar tubuh dan mengangkat tangan memberi jalan.

Ketika kedua wanita itu baru saja melewatinya, William tiba-tiba teringat sesuatu. "Debby," panggilnya cepat, "terima kasih."

Debby yang menoleh ke belakang menatap William tanpa senyuman. Pada wajahnya yang tampak halus bak porselen justru muncul kerutan di antara kedua alisnya yang hitam melengkung. Tak ingin membuat dirinya sendiri dan wanita itu menjadi tontonan orang-orang di sekitar mereka, William kembali mengangkat tangan kanannya dengan telapak menghadap ke atas sambil tersenyum kecil.

*****

William dan Leon kini telah duduk kembali. Rasa ingin tahu Leon sudah mencapai ubun-ubun. Selama percakapan antara William dengan kedua wanita tadi, Leon hanya diam menyimak. Sebenarnya, mulutnya sudah gatal ingin bertanya sejak tadi, tetapi ia masih berusaha menahan diri. Ia masih menghargai privasi William.

Namun, rasa ingin tahunya seperti rasa gatal yang berada di bawah kulit, yang tak mau hilang bahkan setelah digaruk terus-menerus. Dipandanginya selama beberapa saat sahabatnya itu yang kini telah kembali menikmati santap siang yang tadi sempat terhenti. Ia sendiri sudah selesai dengan santap siangnya. Punggungnya kini disandarkan ke belakang.

"Ck!" decak Leon sebal. Pria itu sampai membuang muka ke samping, tak ingin melihat wajah sahabatnya yang memasang tampang datar seolah-olah tak terjadi apa-apa.

"Kenapa?" timpal William setelah melirik sekilas sahabat sekaligus sekretarisnya itu.

Seperti mendapat lampu hijau hanya dengan satu kata yang baru saja diucapkan William, membuat Leon langsung mencerocos panjang lebar.





👄👄👄


Diiih, akhirnya dapet nama!! Susah banget, ya, Will?? 😁😁

Yuk, tungguin terus kelanjutannya dua hari lagi, ya!!


Bye, bye, sampai jumpa next part, ya!

Jangan lupa tinggalin jejak. 😉

Xie-xie ....


Rabu, 27 September 2023

WANITA INCARAN CEO AROGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang