BAB 106 ~ 💋 BISIKAN MAUT 💋

11 1 0
                                    

Yang habis ketemu camer walaupun cuma say helo, apa kabar, ya???

Yuks langsung otewe baca aja biar gak penasaran!!


Selamat membaca...


💋💋💋


Begitu sampai di hotel, William langsung menghubungi Debby lagi. Ada banyak pertanyaan yang menggelitik hatinya sejak dirinya muncul di rumah orang tua Debby. Senyum semringah tak kunjung sirna sejak William meninggalkan rumah besar bercat putih itu.

"Baby, bolehkah aku berharap lebih?" tanya William begitu panggilan video diterima di ujung sana.

"Ck!" Debby memutar bola matanya. "Bapak sudah sampai di hotel?"

Mendengar pertanyaan tersebut membuat William meringis. Ia jadi malu pada Debby dan dirinya sendiri. "Ya ampun, Will! Jadi kelihatan banget 'kan kalau kamu gak sabar!" rutuk William dalam hati.

William berdeham. "Iya, barusan sampai. Hotelnya gak jauh-jauh amat kok dari rumah orang tuamu." William kembali tersenyum. "Jadi, bagaimana? Pertanyaanku tadi belum dijawab, Baby," tuntut William.

"Memangnya Bapak berharap apa?"

"Oh, banyak, Baby. Banyak. Hmm, dari reaksi papi kamu sepertinya kamu sudah cerita banyak tentang aku, ya?"

Debby tersenyum kecut. "Yah, secara garis besar. Tapi jangan kecewa, ya, Pak, kalau obrolan itu terjadi bukan karena aku sengaja memulainya." Lalu mengalirlah pengakuan Debby tentang bagaimana William bisa berakhir di rumah orang tua Debby malam ini.

William yang tidak mengira sampai memastikan lagi. "Jadi, yang minta aku ke sini sebetulnya papi kamu? Dan sudah sejak minggu lalu, bahkan sebelum kita makan bersama?"

Debby mengangguk.

"Kenapa gak pernah cerita? Minimal menyinggung sedikitlah," protes William.

"Buat apa, Pak? Waktu itu, aku juga masih belum yakin. Kalau aku singgung meski sedikit, bukannya itu justru kasih harapan sama Bapak? Padahal, niatku mau menunda atau syukur-syukur malah bisa membatalkan niat papiku."

William menghela napas, tetapi tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Apakah masalah ini yang kalian bicarakan waktu papi kamu telepon kemarin?"

Lagi-lagi Debby mengangguk. "Bapak kecewa?"

William mengembuskan napas lagi. "Yah, bohong kalau aku gak kecewa karena bukan kamu yang menginginkan aku di sini. Tapi ini juga bukan hal yang buruk kok. Ketemu papi kamu itu, bukankah hal yang kuinginkan juga? Beberapa kali, aku sudah memintanya padamu, 'kan? Jadi, sudah seharusnya aku gak mengeluh, 'kan?" William memberikan senyum menenangkan. "Toh sepertinya aku juga akan senang mengobrol sama papi kamu besok."

Debby balas tersenyum kecil. Namun, William bisa melihat kalau wanita itu melakukannya dengan terpaksa. "Hei, jangan merasa bersalah, Baby. Aku gak apa-apa kok. Tenang aja. Tapi sejujurnya memang ada hal yang ingin kuketahui, Baby."

"Apa itu, Pak?"

"Kamu bilang, papi kamu yang minta supaya aku ke sini. Lalu bagaimana denganmu sendiri? Apa kamu juga menginginkan aku di sini?"

Seketika, semburat merah muda menghiasi pipi wanita itu. "Ya ampun, Pak, kenapa tanya lagi? Aku kan tadi sudah bilang. Apa belum jelas? Lagian kalau aku nggak mau Bapak di sini, biarpun papiku yang minta, Bapak juga nggak bakal ada di sini."

Sekonyong-konyong kelegaan membanjiri hati William. Lelaki itu tersenyum lebar. "Ah! Benar juga, ya! Kenapa aku jadi bodoh begini? Ah, kamu ini selalu bisa menjungkirbalikkan perasaanku, Baby!" gerutu William dengan gemas.

WANITA INCARAN CEO AROGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang