Yuk, langsung kepoin bab baru. Mumpung masih anget, baru mentas dari penggorengan....😄
Happy reading ...
🦐🦐🦐
Suara sahutan dengan nada tinggi dari suatu tempat di dalam rumah langsung menyapa indra pendengaran Debby meskipun batang hidung si pemilik suara belum tampak. Debby memutar bola matanya. Ia lalu membalikkan tubuh untuk menutup pintu.
Ketika kembali berbalik, sang mami sudah berada di hadapannya. Tak ada senyum hangat yang menyambut kepulangannya, hanya raut wajah yang menampilkan ketidakpuasan dan ketidaksenangan. Debby menghela napas lirih.
'Ah, selalu aja kayak gini!'
Di belakang Liliana, seorang pria paruh baya yang masih tampak gagah tengah berjalan mendekat ke arah dua wanita beda generasi itu. Senyum lebar menghiasi wajahnya yang mulai dihiasi kerut-kerut halus. Namun, jejak ketampanan di masa muda masih tampak jelas terpahat di sana.
"Anak Papi sudah sampai rupanya. Ayo, duduk sini!" ajak Gunawan yang sudah lebih dahulu mendaratkan bokongnya di sofa empuk di ruang tamu. "Kamu pasti lelah. Ayo, istirahat dulu."
"Nggak sampai selelah itu, Pi," timpal Debby, tetapi didudukkannya juga tubuhnya di samping Gunawan. Tas bahu dan tas pakaian kecil warna merah yang dibawanya diletakkan di atas sofa tunggal tanpa sandaran.
"Papi!" teriak Liliana. "Selalu saja dimanja!"
"Sudah, Mi. Anaknya gak pulang-pulang, Mami mengomel. Giliran anaknya sudah datang masih diomeli juga. Apa gak capai, Mi? Sudah! Ayo, Mami duduk juga di sini!" bujuk Gunawan.
Meskipun sambil menggerutu, Liliana menuruti juga perkataan Gunawan. Wanita paruh baya berambut ikal pendek itu memilih duduk di seberang ayah dan anak. Wajahnya masih menampilkan ketidakpuasan hati.
Debby kembali mendesah lirih ketika netranya melirik wanita paruh baya bertubuh kurus itu. Namun, segera ditepisnya perasaan murung yang mulai muncul ke permukaan setiap kali bersinggungan dengan sang mami. Beruntung pada saat itu muncul seorang perempuan paruh baya yang datang membawa sebuah gelas berisi cairan warna kuning cerah dengan butiran embun mengelilingi dinding luar gelas.
"Bibi, apa kabar?" tanya Debby dengan senyum terkembang di wajah.
"Baik, Non. Bibi senang bisa lihat Non Debby lagi," timpal Siti—sang asisten rumah tangga yang sudah ikut dengan keluarga Asmaredja sejak Debby masih bayi—dengan sama semringahnya.
"Ah, Bibi," seloroh Debby sambil terkikik, "orang yang nggak tahu bakal mengira kalau kita sudah nggak ketemu selama bertahun-tahun."
Siti terkekeh. Demikian pula dengan Papi yang kemudian menyeletuk, "Tuh, Bi Siti saja sampai kegirangan waktu kemarin dikasih tahu kalau kamu mau pulang."
Perempuan paruh baya yang rambutnya lebih banyak berwarna putih ketimbang hitam itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Senyumnya belum sirna dari wajahnya yang sudah dihiasi keriput. "Dihabiskan sirupnya, Non. Bibi tinggal ke belakang dulu, ya," pamit Siti.
"Iya, Bi. Terima kasih banyak." Debby berbicara sembari mengangkat gelas di hadapannya. Rasanya sungguh segar ketika cairan kuning yang dingin dan manis itu membasahi tenggorokannya di tengah-tengah teriknya sinar matahari.
Setelah menghabiskan setengah isi gelas, perhatian Debby segera dialihkan kembali pada sosok di sampingnya. Senyum kecil terbit di wajahnya saat lelaki paruh baya itu menatap balik padanya.
"Papi," panggil Debby dengan sedikit manja.
"Kenapa?"
"Kangen."
KAMU SEDANG MEMBACA
WANITA INCARAN CEO AROGAN
Roman d'amourMohon bijak dalam memilih bacaan. Ada beberapa bagian yang mengandung bahasa kasar dan adegan kekerasan. 🙏 ****************** Debby sudah terbiasa menghalau para pria yang berusaha mendekati dirinya di luar pekerjaan. Saking terbiasanya, ia sudah t...