BAB 93 ~ 🤸‍♂️ MENGURAS ENERGI 🤸‍♂️

14 1 0
                                    

William minta Debby buat sama-sama belajar. Debby belajar memercayai William dan William belajar sabar dan menahan diri. Kira-kira hasilnya gimana, ya???

Yuks, langsung otewe baca aja....


Happy reading....


🤸‍♂️🤸‍♂️🤸‍♂️


Selama beberapa hari berikutnya, Debby selalu berusaha menghindari pembicaraan mengenai Ferdinand setiap kali William bertanya. Ia tahu lelaki itu mulai kesal meski tidak diutarakan.

"Maaf, Pak, aku benar-benar belum bisa cerita," sesal Debby ketika William kembali bertanya malam ini. "Aku tahu Bapak pasti kecewa, tapi aku juga bukannya tenang-tenang aja, Pak. Aku juga stres."

"Stres kenapa, Baby?" William bertanya dengan kening berkerut.

"Aku tahu Bapak tulus padaku. Tapi semua yang Bapak minta selama ini meski berupa candaan, itu semua membebaniku. Semua yang Bapak minta itu merupakan langkah besar buatku dan aku belum siap mengambil langkah sebesar itu. Aku juga bukannya nggak mau memercayai Bapak. Aku mau. Aku mau, Pak," ucap Debby seraya menganggukkan kepala. Selama berbicara tatapan matanya terus tertuju pada William.

"Rasanya sudah lelah menanggung beban selama ini sendirian," bisik Debby sambil menunduk. Namun, detik berikutnya, kepalanya kembali terangkat. "Tapi setengah hatiku yang lain belum bisa melakukan itu. Jadi, tolong mengertilah, Pak," pinta Debby yang kembali menatap lekat-lekat lelaki di hadapannya.

William mendesah. "Baiklah. Aku akan mencoba untuk mengerti dan gak mendesak kamu terus-terusan. Sekarang, bisakah kamu menggenggam tanganku?" William mengulurkan salah satu tangannya.

Debby mengernyit mendengarnya. "Buat apa, Pak?"

"Mulai sekarang kita akan sama-sama belajar. Kamu belajar memercayaiku pelan-pelan. Aku akan belajar sabar dan menahan diri. Bagaimana? Kalau kamu setuju, cobalah mulai dengan menggenggam tanganku."

Debby terpana mendengar penuturan William. Hatinya tersentuh mengetahui lelaki itu bukannya marah-marah, menyerah, lalu berhenti. Namun, justru terus berjuang untuk meluluhkan hatinya.

"Apakah ini layak diperjuangkan?" batin Debby seraya memandangi tangan berkulit kuning langsat yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu.

"Gimana kalau ...?" ucap Peri Baik Hati dalam kepala Debby.

"Aduh!" potong Peri Jahat dalam hati Debby. "Berhentilah berandai-andai, Debbora Anastasia! Jangan memikirkan sesuatu yang belum terjadi! Kamu bilang sendiri 'kan kalau mau memercayai laki-laki ini?"

"Memang. Tapi kalau kejadian dulu terulang lagi gimana? Rasanya sakit dan lukanya bahkan nggak sembuh-sembuh sampai sekarang, 'kan?" cicit Peri Baik Hati.

"William bukan orang itu! Mereka orang yang berbeda! Jangan samakan semua laki-laki kayak sosok sampah itu! Jangan biarkan si Sampah itu menguasai hidupmu, Debby!" geram Peri Jahat.

"Betul juga sih! Jangan biarkan si Sampah itu mengendalikan hidupmu, Sayang! Sudah cukup belasan tahun kamu menderita. Sekarang, kamu berhak bahagia! Kamu berhak menikmati hidupmu tanpa bayang-bayang si Sampah itu!" ucap Peri Baik Hati dengan berapi-api.

Setelah perang batin, Debby melirik sejenak ke arah William. Lelaki itu sepertinya masih betah menatapnya dengan sabar. Tangannya pun masih terulur menanti jawaban.

"Baiklah," ucap Debby lirih. Tangannya bergerak dengan pelan, bahkan beberapa kali sempat terhenti di tengah jalan sebelum akhirnya meraih dan menggenggam tangan berotot itu. Tangan kokoh dengan bulu-bulu halus itu terasa hangat dalam genggamannya. Tiba-tiba hati Debby berdesir dan pipinya terasa panas.

WANITA INCARAN CEO AROGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang