BAB 30 ~ 💣 BOM WAKTU 💣

15 1 0
                                    

Bab 30 udah hadir, ya!

Yuk, langsung dibaca aja!


Happy reading!!!


💣💣💣



Debby mengembuskan napas pendek dan menyingkirkan ponselnya ke samping tanpa membalas pesan dari William. Debby justru mengalihkan perhatiannya pada makanan yang ada di hadapannya. Dengan cepat, Debby melahap sepiring gado-gado hingga tandas. Jam makan siangnya sudah lama lewat. Ia sudah kelaparan sejak tadi, tetapi klien terbarunya menahannya dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa diabaikan oleh Debby begitu saja.

Selesai mengisi perut, perhatian Debby kembali tertuju pada benda pipih yang ada di sisi kirinya. Benda itu seolah-olah memanggil Debby untuk kembali diperhatikan. Wanita berambut burgundi itu mengerang dalam hati. Dengan enggan, ia meraih ponsel dengan soft case warna merah itu.

Sambil mendesah, Debby mengusap layar untuk membuka ponsel. Setelah berdiam diri sejenak, akhirnya jari jemari dengan kuku yang terpotong rapi itu bergerak untuk mengetik pesan balasan. Kedua alis hitamnya yang berkerut menaungi sepasang mata sipit yang terpaku pada layar ponsel.

"Selamat siang, Pak," gumam Debby bersamaan dengan tangannya mengetik pesan. "Saya mohon maaf sebelumnya jika yang akan saya sampaikan ini tidak berkenan di hati Bapak. Tanpa mengurangi rasa hormat, Pak, saya mohon Bapak untuk tidak mengirimi saya pesan lagi atau menghubungi saya di luar urusan pekerjaan. Saya merasa terganggu. Sekali lagi, saya mohon maaf."

Dibacanya sekali lagi isi pesan yang sudah ia ketik dalam hati. Sejurus kemudian, ibu jarinya menekan tombol kirim. Tanpa menunggu balasan atau mencari tahu apakah pesannya sudah dibaca atau belum, Debby segera membereskan barang bawaannya dan bangkit berdiri. Setelah membayar makanan yang menjadi salah satu menu favoritnya dan bertukar sapa dengan pemilik warung, Debby melangkah keluar, ke bawah terik matahari yang mulai condong ke barat.

Baru setengah jalan menuju kendaraannya terparkir, ponsel Debby kembali berbunyi. Tanpa menghentikan langkah, Debby mengeluarkan ponsel dari dalam tas dan langsung menjawab panggilan tersebut. Ia tidak repot-repot melihat siapa si penelepon karena sudah tahu dari nada deringnya. Tak lama kemudian, senyum kecil terbit di wajahnya yang sedikit berpeluh.

"Oke," sahut Debby dengan riang pada seseorang di ujung telepon.

*****

"Ngomong-ngomong, gimana progres pendekatan Koko sama Debby?" tanya Fanny sembari mencomot camilan dari dalam stoples kecil. Matanya terarah pada layar datar berukuran besar yang tengah menayangkan acara musik. Tak mendengar jawaban dari orang yang diajak bicara membuat Fanny menolehkan kepala ke balik bahunya.

"Ko?" panggil Fanny. Sosok yang ditanya tengah berhadap-hadapan dengan laptop yang terbuka, tetapi tidak ada pergerakan apa-apa sama sekali. Di antara kedua alis tipis Fanny yang hitam melengkung, langsung muncul kerutan kecil. "Lagi apa sih?"

"Hmm?" Niel yang terkejut—seperti baru tersadar—langsung melihat ke arah Fanny. "Sori, kamu bilang apa barusan?"

Bukannya langsung menjawab, Fanny malah mendesah dan balik bertanya, "Koko melamun? Ada apa sih?"

"Enak aja melamun! Koko lagi fokus, tahu!"

"Huu ... " cibir Fanny dengan bibir mengerucut, "fokus, fokus. Jangan bohong, Ko!"

"Memang kenyataannya gitu kok. Dasar anak kecil! Sok tahu kamu," elak Niel dengan nada bergurau.

'Hah! Lagi-lagi anak kecil!'

WANITA INCARAN CEO AROGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang